Tas’ir, Hukum Barang yang Harganya Rusak

TAS’IR

Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy

Tas’ir yaitu penguasa atau wakilnya menetapkan untuk rakyat(nya) harga tertentu terhadap barang dan menundukkan pasar untuk memberlakukan hal itu serta memaksa masyarakat untuk melakukan jual beli dengan harga yang sudah ditetapkan.

Membatasi harga barang tidak boleh secara syar’i. Pada asalnya hal tersebut adalah haram, kecuali jika penguasa melihat adanya praktek permainan harga (yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu) atau ia melihat ketidakberesan yang nampak, maka dalam kondisi seperti ini ia boleh menentukan harga barang untuk mengatasi praktek permainan harga dan meredam tingginya harga barang yang melampaui batas.

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu...” [An-Nisaa’/4: 29]

Ketika terjadi tingginya harga barang-barang pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah! Tetapkanlah harga-harga barang untuk kami!” Lalu beliau berkata:

إِنَّ اللهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّيْ َلأَرْجُوْ أَنْ أَلْقَى رَبِّيْ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكمْ يَطْلُبُنِى بِمَظْلَمَةٍ مِنْ دَمٍ وَلاَ مَالٍ.

Sesungguhnya Allahlah yang menetapkan harga, yang menahan dan melepas serta yang memberi rizki, dan aku berharap dapat berjumpa dengan Rabb-ku dalam keadaan tidak seorang pun di antara kalian yang menuntutku lantaran kezhaliman (yang aku lakukan) pada jiwa dan harta (kalian).” [HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Anas Radhiyallahu anhu]

Baca Juga  Jual Beli ‘Inah, Jual Beli Dengan Najasy

Seorang penguasa tidak boleh melakukan pemaksaan terhadap manusia, namun secara syar’i tidak ada larangan baginya untuk menundukkan pasar dengan menetapkan harga tertentu dengan beberapa syarat, yaitu:

  1. Penetapan harga diberlakukan setelah melihat bahwa kebutuhan manusia mengharuskan hal itu.
  2. Tingginya harga barang yang melampaui batas disebabkan sedikitnya stok barang dan banyaknya konsumen (peminat).

Jika demikian keadaannya, maka pada dasarnya sebagaimana yang sudah diketahui dari beberapa dalil bahwa manusia diberi kebebasan untuk melakukan jual beli sesuai dengan tuntunan yang disyari’atkan. Jika nampak sesuatu yang mengharuskan untuk menetapkan harga, maka orang yang bertanggung jawab, yaitu penguasa berhak turut campur dalam masalah ini.

HUKUM BARANG YANG DIBELI SETELAH HARGANYA RUSAK (TIDAK BERLAKU LAGI)
Al-Qadhi Imam Husain bin ‘Ali Abu Nashr berkata dalam kitab Jawaahirul Fataawaa, sebagaimana yang disebutkan juga dalam penjelasan terhadap Risaalah Ibni ‘Abidin, yaitu kitab Tanbiihur Ruquud, ia berkata, “Apabila seseorang menjual sesuatu dengan mata uang yang jelas, kemudian mata uang itu tidak berlaku lagi, padahal si penjual belum menerima harga barang, maka harga barang yang dijual pun ikut rusak (tidak sah). Kemudian dilihat, apabila barang tersebut ada di tangan si pembeli, maka ia wajib mengembalikannya kepada si penjual walaupun barang tersebut telah keluar dari kepemilikannya dengan cara apa pun, atau barang tersebut telah mendapatkan tambahan (perubahan) dengan sebab perbuatan si pembeli atau si pembeli membuat-kan sesuatu pada barang tersebut.”

Misalkan barang tersebut berupa kain, lalu si pembeli menjahitnya atau kain tersebut masuk ke tempat yang membahayakan sehingga jenisnya berubah atau barang tersebut berupa biji gandum, lalu si pembeli menggilingnya dan menjadikan tepung atau barang tersebut tanaman sesame, lalu si pembeli memerasnya, maka si pembeli wajib mengembalikan barang yang semisal dengan itu. Hal ini jika barang itu memiliki harga yang semisal seperti barang yang ditakar dan ditimbang atau barang yang dihitung dan jenisnya tidak bertingkat-tingkat, seperti biji pala, telur, dan lain sebagainya. Adapun barang-barang yang memiliki harga, (tapi tidak memiliki yang semisal) seperti kain dan binatang, maka dihitung dengan harga aslinya ketika ia menerima barang tersebut.

Baca Juga  Jual Beli Tanpa Menjelaskan Aib Pada Barang dan Keuntungan Besar

Kesimpulan:
Bahwa harga (uang) yang dikhususkan untuk barang yang telah disepakati, apabila mengalami kerusakan dan tidak berlaku lagi sebelum si penjual menerima uang tersebut, maka ia berhak meminta kepada si pembeli agar mengembalikan barang kepadanya jika barang tersebut masih ada dan belum mengalami perubahan.

Jika barang tersebut tidak ada, maka si penjual berhak meminta ganti dengan barang yang semisal dengannya, itu pun jika barang yang semisal dengan itu memang ada di pasaran. Jika tidak ada di pasaran, maka ia berhak meminta harga yang sesuai dengan barang tersebut.

[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Muamalah2 Jual...
  4. /
  5. Tas’ir, Hukum Barang yang...