Tuma’ninah dan Khusyu Dalam Shalat
TUMA’NINAH DALAM SALAM
Pertanyaan.
Adakah tuma’ninah dalam gerakan salam di akhir shalat ? Maksudnya, salam ke kanan, berhenti sampai ucapan selesai. Kemudian ketika akan salam ke kiri, apakah kepala langsung diputar kearah kiri sambil mengucapkan salam atau berhenti (tuma’ninah) sejenak di tengah dengan menghadapkan wajah ke tempat sujud, baru setelah itu salam ke kir i? Mohon penjelasannya
Jawaban.
Mengucapkan salam dalam shalat dilakukan dua kali yaitu dengan menengok ke kanan dan ke kiri, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqâsh dalam shahîh Muslim yang berbunyi :
كُنْتُ أَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ حَتَّى أَرَى بَيَاضَ خَدِّهِ
Aku pernah melihat Rasûlullâh mengucapkan salam kearah kanan dan kearah kiri hingga aku melihat pipinya yang putih
Dalam riwayat Tirmidzi dari Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berbunyi :
أَنَّهُ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam kearah kanan dan kekiri mengucapkan, ” Assalamu’alaikum warahmatullah, assalamu’alaikum warahmatullah.”
Semua riwayat yang kami ketahui tentang praktik salam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada yang menjelaskan dengan gamblang masalah thuma’ninah dalam salam, seperti yang saudara tanyakan. Sehingga bila seorang mengucapkan salam dengan menengok kekanan dan kekiri walaupun tidak berhenti, maka itu sah. Terlebih lagi kalau melihat yang disampaikan para Ulama bahwa salam yang merupakan rukun shalat adalah salam yang pertama, sedangkan yang kedua adalah sunat. Ibnul Mundzir rahimahullah menukilkan ijma’ tentang sahnya shalat orang yang hanya mengucapkan salam satu kali.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
KHUSYU DALAM SHALAT
Pertanyaan
Apakah benar atau tidak bahwa shalat yang tidak khusyu secara sempurna, Allah tidak akan menerimanya?
Jawaban
Alhamdulillah.
seharusnya seseorang menunaikan shalat dengan khusyu saat shalat dan menghadirkan hati. Karena Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ١ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya” [Al-Mukminun/23: 1-2]
Menghadirkan hati dalam shalat dan khusyu di dalamnya adalah (hal) yang sangat penting dan merupakan ruh shalat. Maka seyogyanya seseorang memperhatikan kekhusyu’an dan thuma’ninah dalam shalat. Sujud, ruku, duduk di antara dua sujud, setelah ruku ketika i’tidal, dilakukan dengan khusyu dan tuma’ninah serta jangan tergesa-gesa.
Kalau kekhusyu’an hilang sampai hingga (bagaikan burung) mematuk dalam shalat (gerakannya sangat cepat) dan tidak ada thuma’ninah, maka shalatnya batal. Akan tetapi jika shalatnya tenang, namun kadang dihinggapi perasaan atau sedikit lupa, maka hal ini tidak membatalkan shalat. Akan tetapi dia tidak mendapatkan (pahala) kecuali apa yang dia sadar, waktu khusyu dan kehadiran hati. Dia akan mendapatkan pahala (sebatas) itu, sedangkan bagian yang dia lalai, pahalanya hilang. Seharusnya bagi seorang hamba menghadirkan hatinya dengan total, thuma’ninah dan khusyu di dalamnya hanya karena Allah agar meraih pahala yang sempurna. Jadi (kalau ada sedikit ketidakkhusyu’an) tidak membatalkan shalat kecuali apabila ada cacat dalam thuma’ninah, seperti kalau ruku tidak tuma’ninah, tergesa-gesa dan anggota badannya tidak tenang.
Seharusnya thuma’ninah sampai semua persendian (tubuh) kembali seperti semula, sekiranya memungkinkan baginya membaca ‘Subhanallah rabiyal aziimi’ dalam ruku, dan membaca ‘Subhanallah rabiyal a’la dalam sujud, dan membaca “Rabbana walakal hamd….’ hingga seterusnya setelah bangun dari ruku, dan membaca ‘Rabbig firli’ di antara dua sujud. Ini merupakan keharusan.
Ketika Nabi sallallahu’alaihi wasallam melihat seseorang tidak thuma’ninah dalam shalatnya bahkan (bagaikan) mematuk dalam shalatnya, (beliau) memerintahkan orang tersebut mengulangi shalatnya, seraya beliau bersabda:
صَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ
“Shalatlah (kembali) kerena sesungguhnya engkau belum (sempurna) shalatnya”
Thuma’ninah adalah perkara khusyu yang paling penting, dia adalah khusyu yang wajib dalam shalat, dalam ruku, sujud, duduk di antara dua sujud, bangun dari ruku. Maka yang demikian dikatakan thuma’ninah, disebut pula khusyu. Thuma’ninah merupakan keharusan sampai setiap persendian kembali seperti semula. Ketika ruku, harus tuma’ninah sampai tulang kembali ke tempatnya, dan persendian (kembali) ke tempatnya. Ketika bangun (dari ruku) thuma’ninah saat berdiri dari ruku. Kalau sujud tuma’ninah, pelan dan tidak tergesa-gesa sampai persendian (kembali) ke tempatnya.
Samahatus Syekh Abdul Azin bin Baz rahumahullah.
Disalin dari islamqa
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
- /
- Tuma’ninah dan Khusyu Dalam...