Shalawat Para Malaikat Kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
SHALAWAT PARA MALAIKAT KEPADA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Sesungguhnya makhluk Allah yang paling berbahagia dan yang paling mulia, yang dido’akan oleh para Malaikat adalah Nabi kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. [Al-Ahzaab/33: 56]
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab Taf-siirnya: “Maksud dari ayat ini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan makhluk-Nya akan kedudukan hamba dan utusan-Nya di sisi-Nya di hadapan para Malaikat dengan memujinya di kalangan para Malaikat yang dekat. Dan sesungguhnya para Malaikat bershalawat kepadanya, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan makhluk yang ada di atas dan di bawah agar bershalawat dan mendo’akan keselamatan kepadanya sehingga semua pujian terkumpul untuknya dari semua makhluk yang ada di atas dan di bawah.”[1]
Sungguh sangat tepat jika pada pembahasan ini kita membicarakan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Pada awal ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ , dalam kaidah bahasa Arab, ini adalah sebuah jumlah ismiyah yang mengandung makna bahwa shalawat kepada Nabi secara terus-menerus. Sedangkan dalam kelanjutan ayat, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ, dalam kaidah bahasa Arab ini dinamakan jumlah fi’liyah (susunan kalimat yang dimulai dengan kata kerja) yang bermakna bahwa shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berulang, waktu demi waktu.
Dalam masalah ini al-‘Allamah al-Alusi berkata: “Redaksi dengan menggunakan jumlah ismiyah mengandung makna terus menerus, dan redaksi setelahnya yang menggunakan jumlah fi’liyah menunjukkan berulang-ulang. Jadi makna keseluruhannya yaitu shalawat yang terus menerus dan selalu berulang waktu demi waktu.”[2]
Kedua: Redaksi dalam ayat tersebut diperkuat dengan menggunakan kata إِنَّ. Dalam masalah ini al-Alusi berkata: “Redaksi tersebut diperkuat dengan lafazh إِنَّ dengan tujuan untuk mengungkapkan sebuah perhatian besar atas khabar.”[3] Padahal Kalamullah adalah sebuah kebenaran yang pada dasarnya tidak memerlukan penguat, maka apalagi jika menggunakan sebuah penguat?
Ketiga: Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata Nabi sebagai pengganti dari Muhammad, ini menunjukkan kemuliaan dan keagungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam masalah ini al-Alusi berkata: “Allah Ta’ala menggunakan kata Nabi sebagai pengganti dari nama yang berbeda dengan redaksi pada al-Qur-an ketika menceritakan para Nabi yang lain, ini menunjukkan kemuliaan beliau dan kedudukannya yang agung, diperkuat lagi dengan penggunaan alif lam pada kata Nabi, yang mengandung makna bahwa beliau terkenal dengan sifat tersebut.”[4]
Keempat: Lafazh Malaikat diidhafahkan (dihubungkan) kepada lafazh Allah ketika mengungkapkan bahwa mereka bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam masalah ini al-‘Allamah al-Alusi berkata: “Idha-fah Malaikat menunjukkan makna yang menyeluruh. Ada juga yang berpendapat bahwa ungkapan Malaikat-Nya bukan hanya sekedar ungkapan Malaikat, namun sebuah redaksi yang menunjukkan tentang kebesaran dan kemuliaan mereka, di mana lafazh Malaikat dihubungkan dengan kata ganti yang tertuju kepada Allah Ta’ala. Ini berakibat kepada pengagungan kedudukan Nabi yang mulia, karena tidak akan ada yang dihubungkan kepada (Rabb) Yang Mahaagung kecuali sesuatu yang agung.[5]
Beliau rahimahullah berkata: “Kemudian dalam redaksi tersebut ada sebuah perhatian bahwa mereka itu berjumlah banyak, dan shalawat dari jumlah yang berlipat -yaitu sebuah shalawat yang tidak bisa diketahui akhirnya kecuali oleh Rabb Yang menciptakannya- tercurah kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal ini sepanjang masa dan terus berganti, inilah sebuah penghormatan yang sangat besar, agung, dan sempurna.”[6]
(Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , keluarga, para Sahabatnya, dan orang-orang yang meneladani mereka dengan baik hingga hari Kiamat. Dan akhir dari do’a kami adalah, alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin. -Pen.)
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do’akan Malaikat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Tafsiir Ibni Katsir (III/557), at-Tafsiir al-Kabiir (XXV/227), Fat-hul Qadiir (IV/457) dan Tafsiir as-Sa’di (hal. 731).
[2] Ruuhul Ma’aani (XXII/75).
[3] Ibid.
[4] Ruuhul Ma’aani (XXII/75-76).
[5] Ruuhul Ma’aani (XII/ 75-76).
[6] Ibid.
(Buku yang sangat berharga ini alhamdulillaah berlanjut dengan edisi kedua, dengan judul: “Orang-Orang yang Dilaknat Malaikat.” Pada edisi kedua tersebut akan dilengkapi dengan kesimpulan dan untaian nasihat dari penulis (Syaikh Dr. Fadhl Ilahi) yang merupakan penutup dari kitab beliau; Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal’anuhum. -Pen.)
- Home
- /
- A7. Adab Do'a Shalawat...
- /
- Shalawat Para Malaikat Kepada...