Sujud Tilawah

SUJUD TILÂWAH

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

Sujud merupakan bentuk ibadah yang disyariatkan dan tidak diperbolehkan dilakukan kepada selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Banyak sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyampaikan keutamaan sujud bagi seorang Muslim, diantaranya adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

حَتَّى إِذَا فَرَغَ اللَّهُ مِنَ الْقَضَاءِ بَيْنَ الْعِبَادِ وَأَرَادَ أَنْ يُخْرِجَ بِرَحْمَتِهِ مَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَمَرَ الْمَلاَئِكَةَ أَنْ يُخْرِجُوا مِنَ النَّارِ مَنْ كَانَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا مِمَّنْ أَرَادَ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ يَرْحَمَهُ مِمَّنْ يَقُولُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. فَيَعْرِفُونَهُمْ فِى النَّارِ يَعْرِفُونَهُمْ بِأَثَرِ السُّجُودِ تَأْكُلُ النَّارُ مِنِ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ أَثَرَ السُّجُودِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَى النَّارِ أَنْ تَأْكُلَ أَثَرَ السُّجُودِ.

Hingga Allâh pun menyelesaikan ketentuan di antara hamba-hamba-Nya, lalu dengan rahmat-Nya, Allâh ingin mengeluarkan siapa saja yang dikehendaki untuk keluar dari neraka. Dia memerintahkan kepada para malaikat untuk mengeluarkan dari neraka siapa saja yang sama sekali tidak berbuat syirik kepada Allâh. Termasuk di antara mereka yang Allâh kehendaki adalah orang yang mengucapkan ‘LÂ ILÂHA ILLALLÂH’. Para Malaikat tersebut mengenal orang-orang tadi yang berada di neraka melalui bekas sujud mereka. Api akan melahap bagian tubuh anak Adam kecuali bekas sujudnya. Allâh mengharamkan bagi neraka untuk melahap bekas sujud tersebut. [HR. Al-Bukhâri, no. 7437 dan Muslim, no. 182]

Imam Nawawi menulis sebuah Bab yang artinya, “Keutamaan Sujud dan Anjuran untuk melakukannya”.  Lalu disampaikan satu hadits dari Tsaubân maula (bekas budak) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditanya oleh Ma’dan bin Abi Thalhah al Ya’mariy mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling dicintai di sisi Allâh Azza wa Jalla. Tsauban Radhiyallahu anhu  diam, hingga Ma’dan bertanya sampai ketiga kali. Kemudian Tsauban Radhiyallahu anhu menjawab bahwa dia pernah menanyakan hal itu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Beliau menjawab:

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

Perbanyaklah sujud kepada Allâh. Sesungguhnya jika engkau bersujud satu kali kepada Allâh, dengan itu Allâh akan mengangkat satu derajatmu dan juga menghapuskan satu kesalahanmu”.

Ma’dan berkata, “Kemudian aku bertemu Abu Darda Radhiyallahu anhu, lalu menanyakan hal yang sama kepadanya. Abu Darda’ pun menjawab semisal dengan jawaban Tsauban kepadaku.” [HR. Muslim no.488]

Juga hadits lainnya yang menceritakan keutamaan sujud yaitu hadits Rabâ’ah bin Ka’ab al Aslamiy. Dia menanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai amalan yang bisa membuatnya dekat dengan Beliau di surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat). [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]

Diantara sujud yang disyariatkan adalah sujud tilâwah atau dikenal juga dengan sujud sajdah. Sujud tilâwah adalah sujud yang disebabkan karena membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah yang terdapat dalam al-Qur’ân al-Karim.

Imam al-‘Aini rahimahullah menyatakan, “Telah terjadi ijma’ bahwa membaca ayat-ayat sajdah adalah sebab untuk sujud[1].

Dimana Sajakah Ayat Sajadah?
Ayat sajadah di dalam al-Qur’an terdapat pada 15 ayat. Sepuluh ayat disepakati. Empat ayat masih dipersilisihkan, namun terdapat hadits shahih yang menjelaskan hal ini dan satu ayat berdasarkan hadits, namun sanad hadits ini tidak bersambung sampai ke Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Meski demikian tetap disyari’at sujud ketika membaca ayat tersebut karena sebagian shahabat Rasululah n melakukan sujud tatkala bertemu dengan ayat tersebut[2].

Ayat-Ayat yang Disepakati Sebagai Ayat Sajadah
Para Ulama fikih dari empat madzhab dan madzhab Zhahiriyah sepakat terhadap 8 ayat dalam al-Qur`an sebagai ayat sajadah, yaitu:

1. QS. Al-A’râf/7 ayat ke-206 , pada bagian akhir dari firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

2. QS. Ar-Ra’du/13 ayat ke-15, pada firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

3. QS. An-Nahl/16 ayat ke-50, pada firman Allâh Azza wa Jalla :

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

4. QS. Al-Isrâ’/17 ayat ke-109, pada firman Allâh Azza wa Jalla :

وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا

5. QS. Maryam/19 ayat ke-58 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

Baca Juga  Penyembuhan Dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah

6. QS. Al-Hajj/22 ayat ke-18 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

7. QS. Al-Furqân/ ayat ke-60 pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

8. QS. As-Sajdah/32 ayat ke-15 pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sebagaimana juga mereka sepakat tentang pensyariatan sujud pada:

9. QS. Al-Hajj/22 ayat ke-77 pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Banyak Shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganggap ayat ini sebagai ayat sajadah seperti Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbâs, Ibnu Mas’ûd, Abu Musa, Abud Darda, dan ‘Ammar bin Yasar Radhiyallahu anhum. Sehingga Ibnu Qudâmah rahimahullah mengatakan, “Kami tidaklah mengetahui adanya perselisihan di masa Shahabat mengenai ayat ini sebagai ayat sajadah. Maka ini menunjukkan bahwa para Shahabat telah berijma’ (bersepakat) dalam masalah ini.”[3]

Lihat permasalahan ini juga di Mausu’ah al-Muyassarah karya Syaikh Husein al-‘Awaisyah, 2/183-184.

10. QS. An-Najm/53 ayat ke-62 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

11. QS. Al-Alaq/96 ayat ke-19 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

Ayat-Ayat yang Termasuk Ayat Sajadah Namun Diperselisihkan
Para Ulama berbeda pendapat empat ayat yang ada pada empat surat; surat an-Naml, surat Fusshilat, surat Shâd dan surat al-Insyiqâq.

1. Surat an-Naml
Para Ulama berbeda pendapat dalam ayat sajadah yang ada dalam surat an-Naml dalam dua pendapat:
Pendapat pertama menyatakan bahwa ayatnya adalah ayat ke-26 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Inilah pendapat madzhab Mâlikiyah[4] dan Hanabilah[5]

Pendapat kedua menyatakan ayatnya adalah ayat ke-25 pada firman Allâh Azza wa Jalla :

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ

Inilah pendapat madzhab Hanafiyah[6], sebagian Ulama Syâfi’iyah[7]  dan pendapat Ibnu Hazm[8]

Syaikh Shâlih bin Abdillah al-Lâhim merajihkan pendapat pertama demi kehati-hatian yaitu sedikit diakhirkan pelaksanaan sujud tilâwahnya. Penundaan ini tidak apa-apa menurut semua pendapat di atas[9]

2. Surat Fushilat
Para Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi 3 pendapat:
Pendapat pertama menyatakan ayatnya adalah ayat ke-38 pada firman Allâh Azza wa Jalla ;

فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ

Inilah pendapat madzhab Hanafiyah[10], sebagian Ulama Mâlikiyah[11], dan pendapat terkuat dalam madzhab Syâfi’iyah[12] serta madzhab Ahmad bin Hambal[13]. Juga pendapat Sa’id bin al-Musayyab, Muhammad bin Sirin, Abu Waa`il, ats-Tsauri dan Ishâq bin Ibrahîm bin Rahuyah[14].

Mereka berdalil dengan beberapa dalil diantaranya:

1. Atsar dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ كَانَ يَسْجُدُ فِيْ الآيَةِ الآخِرَةِ مِنْ حم تَنْزِيْل

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bahwa beliau Radhiyallahu anhu dahulu bersujud pada ayat terakhir dari surat Hâ Mîm Tanzîl (Fush-Shilaat)[15].

2. Pendapat ini lebih hati-hati, sebab apabila ternyata ada pada ayat yang kedua, maka tidak boleh mempercepatnya dan bila ada pada ayat yang pertama maka diperbolehkan untuk mengakhirkannya sedikit sampai ayat berikutnya[16].

3. Kesempurnaan ayat ada pada ayat berikutnya yaitu ayat ke-38, sehingga sujudnyapun setelahnya. Sebagaimana juga dalam surat an-Nahl sujudnya setelah firman Allâh :

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Padahal disebut sajdahnya pada ayat sebelumnya, pada firmanNya:

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Pendapat yang kedua menyatakan sujudnya pada ayat ke-37 dari Fusshilât pada firman Allâh Azza wa Jalla :

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Inilah pendapat imam Mâlik dan pendapat masyhur dalam madzhab Mâlikiyah[17]. Pendapat ini juga pendapat sebagian Ulama Syâfi’iyah[18] dan sebagian ulama Hanabilah[19] serta Ibnu Hazm[20]

Pendapat ini juga disandarkan kepada al-Hasan al-Bashri, Ibrâhin an-Nakhâ’i, Abu Shalih, Thalhah bin Musharrif, Zaid bin al-Harits dan al-Laitsi[21].

Baca Juga  Salafus Shalih dan Al-Qur`an

Pendapat ini berdalil dengan beberapa dalil diantaranya:
1. Atsar Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

أَنَّهُ كَانَ يَسْجُدُ فِيْ الأوْلَى مِنْ حم تَنْزِيْل

Beliau dahulu sujud pada yang pertama (ayat ke-37) dari surat Fusshilaat.[22]

2. Atsar Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma yang berbunyi:

أَنَّهُ كَانَ يَسْجُدُ فِيْ الأوْلَى

Beliau dahulu sujud pada yang pertama (ayat ke-37).[23]

3. Itu pas pada perintah sujud dan mengikuti perintah lebih utama.

4. Sujud pada ayat ini merupakan upaya untuk bersegera dalam melaksanakan perintah.

Pendapat ketiga menyatakan diperbolehkan memilih antara keduanya. Bila ingin sujud pada ayat ke-37 maka besujudlah dan bila ingin setelah ayat ke-38 maka sujudlah setelahnya.

Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayatnya dan pendapat Abdullah bin Wahb dari kalangan Ulama madzhab Mâlikiyah.

Pendapat yang Rajih.
Pendapat pertama lebih kuat dari yang lainnya karena kuatnya dalil akal yaitu kesempurnaan ungkapan  dengan mengambil kehati-hatian. Demikian juga yang ada dalam mush-haf Utsmani terbitan percetakan al-Qur`an King Fahd Madinah. Wallahu a’lam.

3. Surat Shâd
Para Ulama yang mensyariatkan sujud dalam surat Shâd berbeda pendapat tentang ayatnya dalam dua pendapat:
Pendapat pertama, menyatakan ayat sajadahnya di surat Shâd ayat ke-24 pada firman Allâh :

قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَىٰ نِعَاجِهِ ۖ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ ۗ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ

Inilah pendapat madzhab Hanafiyah, sebagian ulama Syafi’iyah dan sebagian Ulama Mâlikiyah dan sebagian ulama Hanabilah.

Mereka berargumentasi dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala setelah ayat ini (فَغَفَرْنَا) sebagai balasan atas sujud dan ini menunjukkan sujud dilakukan sebelum dibalas ampunan.

Pendapat kedua, menyatakan sujudnya pada ayat ke-25, pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

فَغَفَرْنَا لَهُ ذَٰلِكَ ۖ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَىٰ وَحُسْنَ مَآبٍ

Inilah pendapat sebagian ulama Mâlikiyah.

Pendapat yang Rajih
Pendapat pertama lebih kuat karena kekuatan dalilnya bahwa pahala diberikan setelah beramal sehingga sujud mendahului balasan pahala ampunan. Wallahu a’lam.

4. Surat al-Insyiqâq
Para Ulama yang mensyariatkan sujud pada surat al-Insyiqâq berbeda pendapat pada ayatnya dalam dua pendapat:
Pendapat pertama, menyatakan sujud setelah ayat ke- 21 pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ

Inilah pendapat madzhab Hanafiyah, sebagian Mâlikiyah, asy-Syâfi’iyah dan Hanâbilah.

Hal ini karena ayat setelahnya tidak ada hubungan dengan penjelasan sujud  pada ayat ini.

Pendapat kedua, menyatakan sujudnya pada ayar ke-25 pada firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala:

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

Ini pendapat sebagian Ulama Mâlikiyah

Pendapat yang Râjih adalah pendapat yang pertama karena perintah sujud ada pada ayat ke-21 dan yang setelahnya tidak ada hubungan langsung dengan sujud tersebut.

Demikianlah lima belas ayat yang ada padanya perintah untuk bersujud setelah membacanya.

Wallahu A’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] al-Banâyah Syarh al-Hidâyah 2/709
[2] Lihat pembahasan ini di Shahîh Fiqih Sunnah, 1/454-458 dan Sujûd Tilâwah wa Ahkâmuhâ, hlm. 70
[3] Al-Mughni, 3/88
[4] Lihat Bidâyatul Mujtahid 1/223), asy-Syâfi’iyah (lihat al-Majmû’ 4/60
[5] Lihat al-Mughni 2/375
[6] Lihat al-Banâyah 2/710
[7] Lihat al-Majmû 4/60
[8] Lihat al-Muhalla 5/157)
[9] Lihat Sujûd at-Tilâwah wa Ahkâmuhu, hlm .73
[10] Lihat al-Banâyah 2/711
[11] Lihat al-Muntaqa 1/202
[12] Lihat al-Majmu’ 2/31
[13] Lihat al-Mughni 2/357
[14] Lihat al-Majmu’ 4/60
[15] Atsar ini disampaikan Abdurrazaq ash-Shan’ani dalam Mushannafnya 3/338, ath-Thahawi dalam Syarhu Ma’ânil Atsar 1/359 dan al-Hâkim 2/441. Al-Hâkim berkata: Shahih sanadnya dan adz-Dzahabi menyetujuinya
[16] Lihat Badâ’i ash-Shanâ’i 1/194
[17] Lihat Bidâyatul Mujtahid 1/223
[18] Lihat al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab 4/60
[19] Lihat al-Mubdi’ 2/31
[20] Lihat al-Muhalla 5/159
[21] Lihat al-Majmû’ 4/60
[22] Diriwayatkan ath-Thahawi dalam Syarh Ma’ânil Atsâr 1/360 dan al-Hâkim dalam al-Mustadrak 2/441 dan berkata, “Hadits ini sanadnya shahih namun imam al-Bukhâri dan Muslim tidak mengeluarkannya. Keshahihan sanad hadits ini disetujui adz-Dzahabi
[23] Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/11