Hukum Berjualan Pulsa dan Kaos Bola?
HUKUM BERJUALAN KAOS BOLA?
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Assalamu’alaikum. Ustadz bolehkah berdagang pakaian bola? Karena mengingat sebagian besar pemain bola bukan orang Islam. Saya khawatir ini bisa menyeret kaum Muslimin pada perbuatan tasyabbuh dengan orang-orang kafir.
Jawaban.
Semoga Allâh Azza wa Jalla membimbing Anda kepada cinta dan ridha-Nya. Telah kita ketahui bersama bahwa umat Islam saat ini telah begitu dipengaruhi oleh budaya dan gaya hidup umat lain. Salah satu bukti yang paling umum adalah kecanduan sepakbola, mengidolakan pada para pemain dan klub mereka, memakai jersey mereka, memberi nama anak-anak dengan nama mereka dan meniru gaya serta penampilan mereka. Padahal banyak dari pemain yang diidolakankan ini adalah orang-orang yang menurut kacamata Islam disebut fâsiq (keluar dari ketaatan). Minimal mereka menampakkan aurat saat bermain bola. Lebih dari itu adalah gaya kehidupan bebas yang umumnya mereka jalani, bahkan sebagian besar pemain yang diidolakan adalah kafir.
Di zaman ini memakai kostum sepakbola biasanya tidak lepas dari perkara berikut:
- Pengagungan terhadap orang fâsiq, bahkan kafir.
- Pengagungan terhadap simbol-simbol kekafiran seperti salib.
- Menyerupai mereka dalam penampilan lahir yang bisa membawa kita untuk mengikuti perkara batin mereka (akidah)
- Tolong menolong dalam dosa dan maksiat . Banyak klub sepakbola yang disponsori rumah judi, bank, pabrik bir dan sebagainya. Nama perusahaan maksiat ini biasanya disematkan di sematkan di seragam klub.
- Menghilangkan sekat wala` dan bara` dengan mencintai orang yang seharusnya dibenci karena agama.
Salah satu unsur ini sudah cukup utnuk membuat hukum mengenakannya menjadi haram, dan biasanya terkumpul lebih dari satu unsur haram dalam satu kasus.
Hukum jual beli kostum sepakbola terbangun di atas hukum memakainya. Jika hukum memakainya tidak boleh karena unsur di atas atau unsur haram yang lain, berarti tidak boleh menjualnya.[1]
Larisnya pakaian yang tidak lepas dari unsur haram ini adalah ujian bagi para pedagang Muslim. Pedagang Muslim memang tidak sebebas yang lain dalam berdagang. Mereka harus ingat bahwa dunia adalah penjara bagi mereka dan surga bagi orang-orang kafir.
Namun saat seorang pedagang Muslim meninggalkan perniagaan yang haram karena Allâh Azza wa Jalla, pasti Allâh Azza wa Jalla akan menggantinya dengan yang lebih baik. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءً لِلَّهِ، إِلَّا آتَاكَ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
Sungguh tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allâh, melainkan Allâh akan memberimu yang lebih baik. [HR Ahmad no. 20746 dengan sanad shahih]
Masih ada banyak bidang perniagaan yang bisa digeluti seorang Muslim, termasuk bisnis kostum olah raga, misalnya menjual kostum yang hanya menampilkan merk dagang, tanpa salib dan nama pemain fâsiq atau kafir.[2]
Pedagang Muslim harus berorientasi akhirat. Saat menjalani bisnis sesuai tuntunan syariat, kita telah meringankan tanggung jawab akhirat kita, dan sebelum itu akan mengenyam manisnya iman di dunia. Apalah artinya bisnis yang menggurita dan keuntungan yang besar, jika itu hanya memperberat tanggung jawab diakhirat dan membuat kita resah di dunia.
Semoga Allâh Azza wa Jalla mencukupkan kita dengan rezeki yang halal tanpa butuh kepada sesuatu yang haram.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Lihat: Al-Liqa` asy-Syahri, al-‘Utsaimin 2/11.
[2] Lihat: Fatâwâ Lajnah Da`imah 24/24-25.
BERJUALAN PULSA DAN MENJUAL SEHARGA TIGA KALI LIPAT?
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Bagaimana hukum seseorang yang berjualan pulsa?? Dan apakah boleh seorang Mukmin menjual barang-barang dengan harga 3 kali lipat dari harga beli barang tersebut? Sehingga ia mendapat keuntungan yang sangat banyak saat berdagang.
Jawaban.
Berjualan pulsa, hukumnya boleh, karena pulsa memiliki nilai dan merupakan komoditi yang umum diperdagangkan di zaman ini tanpa ada pengingkaran. Pulsa juga tidak termasuk barang yang diharamkan untuk diperjual belikan. Tidak ada dalil yang mengharamkannya, maka sesuai hukum asalnya boleh diperdagangkan.[1]
Tidak masalah juga menjual pulsa dengan harga lebih atau kurang dari nilai yang dimilikinya. Misalnya menjual pulsa Rp. 10.000 dengan harga Rp. 11.000 atau Rp. 9.000. Praktek seperti ini tidak termasuk riba, karena nilai pulsa bukanlah mata uang rupiah, meskipun satuannya rupiah, sehingga tidak harus diperjualbelikan secara tamâtsul (dengan nilai yang sama). Pulsa Rp 10.000 tidak sama dengan uang Rp. 10.000. Keduanya adalah dua hal yang berbeda, sehingga boleh diperjual belikan secara tafâdhul (dengan nilai berbeda). Buktinya, jika kita memiliki pulsa senilai Rp. 10.000, kita tidak bisa menggunakannya untuk membeli barang senilai Rp. 10.000 yang kita inginkan, lain halnya dengan uang. Pada hakekatnya, pulsa adalah nilai jasa telekomunikasi. Karenanya boleh juga menjual pulsa secara kredit (pembayaran ditangguhkan). Pulsa bukanlah alat pembayaran (tsaman) sebagaimana uang kertas, emas atau perak. Saat membeli pulsa Rp. 10.000 dengan harga Rp. 10.000, berarti kita telah membeli jasa telekomunikasi dengan uang, bukan membeli uang dengan uang.
Tidak ada dalil yang membatasi banyaknya keuntungan yang boleh diambil pedagang. Jadi, boleh mengambil keuntungan sedikit atau banyak, bisa jadi sampai tiga kali lipat modal, atau lebih atau kurang sesuai kondisi barang dan pasar. Mari perhatikan hadits berikut ini:
عَنْ عُرْوةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِيْنَارًا يَشْتَرِيْ لَهُ بِهَ شَاةً، فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِيْنَارٍ، وَجَاءَهُ بِدِيْنَارٍ وَشَاةٍ، فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ، وَكَانَ لَوْ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيْهِ
Dari ‘Urwah (al-Bariqi) bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya satu dinar untuk membelikan seekor kambing bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dengan satu dinar itu ‘Urwah membeli dua ekor kambing, kemudian menjual salah satunya dengan harga satu dinar, lalu memberikan satu dinar dan seekor kambing kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Nabipun mendoakan agar perdagangannya diberkahi, maka andai ia membeli debu, ia akan meraih untung. [HR al-Bukhâri no. 3.642]
Dalam hadits ini, ‘Urwah membeli kambing dengan harga setengah dinar dan menjualnya seharga satu dinar. Berarti ia mengambil untung 100 % dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkarinya.
Namun seorang penjual tidak boleh mengelabui konsumen dengan menjual terlalu tinggi dari harga pasaran. Hendaknya pedagang Muslim juga memperhatikan maslahat konsumen dengan memberikan harga sebaik mungkin dan meringankan beban mereka.[2] Jangna hanya memperhatikan kepentingan sendiri. Ambillah keuntungan yang sedikit jika memang itu sudah cukup, apalagi jika para konsumen itu adalah saudara seiman. Meringankan beban mereka adalah ladang pahala bagi para pedagang. Kemudahan di dunia dan akhirat adalah imbalannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allâh akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. [HR. Ibnu Mâjah no. 2.417 , dihukumi sebagai hadits shahih oleh Syaikh al-Albâni]
Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVIII/1435H/2043. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1]. Di antara Ulama yang membolehkan jual beli pulsa, termasuk secara tafadhul adalah fatwa Mufti Arab Saudi Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh dan Markaz Fatwa Qatar.
[2]. Lihat: Fatawa Lajnah Daimah 19/50-54
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah2 Jual...
- /
- Hukum Berjualan Pulsa dan...