Laknat Para Malaikat Kepada Orang yang Mencela Sahabat
LAKNAT PARA MALAIKAT KEPADA ORANG YANG MENCELA SAHABAT
Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Di antara orang yang celaka dengan mendapat-kan laknat dari para Malaikat adalah orang-orang yang mencela Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam ath-Thabrani dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
“Barangsiapa yang mencela para Sahabatku, maka dia akan mendapatkan laknat Allah, para Malaikat dan semua manusia.”[1]
Al-‘Allamah al-Manawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini berkata, “Makna سَبَّهُمْ adalah شَتَمَهُمْ, yaitu mencela mereka (para Sahabat). Maksud dari:
فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (mereka dilaknat oleh Allah, para Malaikat dan seluruh manusia), adalah bahwa mereka dijauhkan dari tempat-tempat orang baik dan terpilih, bahkan mereka akan mendapatkan celaan dari semua makhluk.”[2]
Inilah larangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum. Al-Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، فَوَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ! لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ.
‘Janganlah kalian mencela para Sahabatku, ja-nganlah kalian mencela para Sahabatku, demi Rabb yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandai-nya salah satu di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya hal tersebut tidak akan dapat menyamai shadaqah satu mud saja dari salah satu di antara mereka, tidak juga setengahnya.’”[3]
Al-Imam ath-Thaibi di dalam penjelasan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ … وَلاَ نَصِيْفَهُ (seandainya salah satu di antara kalian… tidak pula setengahnya), beliau berkata, “Maknanya adalah bahwa jika mereka menginfakkan emas sebanyak satu gunung Uhud, maka hal tersebut sama sekali tidak akan dapat menyamai satu mud saja yang diinfakkan oleh para Sahabat atau setengahnya, karena ketulusan mereka, niat yang benar dan kesempurnaan jiwa mereka.”[4]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak cukup hanya melarang mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum, bahkan beliau pun mendo‘akan atas orang yang mencela mereka dengan kejelekan, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Imam ath-Thabrani dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ.
‘Janganlah kalian mencela para Sahabatku, semoga Allah melaknat orang yang mencela para Sahabatku.’”[5]
Al-‘Allamah al-Manawi memberikan komentar tentang sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “’ لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ (Semoga Allah melaknat orang-orang yang mencela para Sahabatku),’ karena mereka (para Sahabat) semua telah membela agama Allah, maka mencelanya adalah sebuah perbuatan dosa besar, bahkan sebagian dari mereka (ulama Sunnah-pen.) ada yang berpendapat bahwa orang yang mencela para Sahabat harus dibunuh.”[6]
Bahkan sikap para ulama Salaf dan para Imam umat ini sangat keras terhadap orang-orang yang mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum, di antara sikap dan perkataan mereka adalah:
Pertama: Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Wa-il bin al-Bahi, beliau berkata, “Pernah terjadi sebuah perseteruan antara ‘Ubaidillah bin ‘Umar dan al-Miqdad Radhiyallahu anhuma, lalu ‘Ubaidillah mencela al-Miqdad Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata kepadanya, ‘Aku harus mengambil pisau tajam untuk memotong lidahnya, dan setelah ini tidak seorang pun berani mencela Sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’”
Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Lalu ‘Umar bermaksud untuk memotong lidahnya, maka seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengannya (untuk mencegahnya), namun beliau tetap berkata, “Biarkanlah aku memotong lidah anakku ini, dan janganlah ada orang setelahnya yang berani mencela Sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[7]
Setelah membawakan kisah ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Saya kira ‘Umar Radhiyallahu anhu menahan dari apa yang akan beliau lakukan karena adanya permintaan syafa’at (pertolongan) dari sebagian ahlul Haq (ahli kebenaran), yaitu Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku kira bahwa al-Miqdad ada di antara mereka.”[8]
Kedua: Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Urwah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “‘Aisyah Radhiyallahu anhu berkata, ‘Wahai anak saudaraku, mereka semua diperintahkan untuk memohon ampunan bagi para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi mereka justru mencelanya.’”[9]
Ketiga: ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Janganlah kalian mencela para Sahabat Muhammad, karena kedudukan salah seorang dari mereka lebih baik daripada amal kalian semua.”[10]
Keempat: Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Tidak seorang pun diperbolehkan untuk menyebutkan sedikit saja dari kejelekan mereka, dan tidak seorang pun diperbolehkan untuk menuding mereka dengan sebuah aib, siapa saja yang melakukan hal tersebut, maka dia berhak mendapatkan siksa dan hukuman, dan tidak boleh seorang sultan pun yang mengampuninya, akan tetapi dia harus menghukumnya dan memintanya untuk bertaubat, jika dia bertaubat, maka taubat itu diterima, dan jika dia tetap dengan pendiriannya, maka hukuman harus ditetapkan kepadanya, hukumannya adalah dipenjara selamanya sampai mati.”[11]
Beliau rahimahullah juga berkata, “Jika engkau melihat seseorang yang mencela para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tuduhlah dia sebagai orang yang berbuat kejelekan bagi Islam.”[12]
Kelima: Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum merupakan perbuatan yang diharamkan, dan merupakan sebuah kemungkaran, baik rancu karena adanya fitnah (di antara mereka) atau tidak, karena mereka semua adalah mujtahid yang mentakwil semua pe-perangan tersebut.”[13]
Keenam: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mem-berikan komentar tentang hadits-hadits yang menunjukan larangan membenci para Sahabat, beliau rahimahullah berkata, “Maka siapa saja yang mencela para Sahabat, berarti dia lebih dari sekedar membencinya. Dia adalah seorang munafik yang tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir.”[14]
Hanya kepada Allah kita semua memohon semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mencela para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang akan mendapatkan lak-nat dari Allah, para Malaikat dan seluruh manusia. Amiiin ya Rabbal ‘aalamin.
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Dilaknat Malaikat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Al-Mu’jamul Kabiir (XII/110-111, no. 12709).
Setelah menggunakan beberapa hadits yang menjadi penguat untuk hadits di atas. Syaikh al-Albani rahimahullah berkata, “Menurutku, hadits ini dengan seluruh penguatnya minimal masuk ke dalam kategori hadits yang hasan, wallaahu a’lam.” (Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/447 no. 2340), lihat juga kitab Shahiih Jaami’ish Shagiir wa Ziyaadatuh (V/299 no. 6161)).
[2] Faidhul Qadir (VI/146-147).
[3] Shahiih Muslim, kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, bab Tahriim Sabb ash-Shahaabah g (IV/1967 no. 2541 (222)). Diriwa-yatkan pula oleh Imam al-Bukhari di dalam Shahiihnya dari Abu Sa‘id al-Khudri Radhiyallahu anhu. (Lihat Shahiih al-Bukhari, kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, bab Qaulun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Lau Kuntu Mut-takhidzan Khaliilan), dari Abu Sa‘id z (VII/21 no. 3673).
[4] Syarah ath-Thaibi (XII/3841).
[5] Dinukil dari kitab Majma’uz Zawaa-id (X/21), al-Hafizh al-Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Tha-brani dalam kitab al-Ausath dan semua perawinya adalah perawi ash-Shahiih kecuali ‘Ali bin Sahl, namun ia tsiqah (Majma’uz Zawaa-id). Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan juga dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma secara marfu’:
لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ.
“Semoga Allah melaknat orang yang mencela para Sahabat-ku.” (Lihat kitab Shahiih al-Jaami’ish Shagiir wa Ziyaadatuh V/23 no. 4987)
Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani, lihat kitab Shahiih Jaami’ish Shagiir (V/23).
[6] Faidhul Qadir (V/274).
[7] Dinukil dari kitab ash-Shaarimul Masluul ‘ala Syaatimir Ra-suul Shallallahu ‘alaihi wa sallam (hal. 585). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Atsar ini diriwayatkan oleh Hanbal, Ibnu Baththah dan al-Laalikai.”
[8] Ibid.
[9] Shahiih Muslim kitab at-Tafsiir (IV/2317 no. 15 (3022)).
[10] Ash-Shaarimul Masluul (hal. 580). Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh al-Laalikai.”
[11] Dinukil dari kitab ash-Shaarimul Masluul (hal. 568).
[12] Ibid.
[13] Syarah an-Nawawi (XVI/93).
[14] Ash-Shaarimul Masluul (hal. 581).
- Home
- /
- A7. Adab Do'a Shalawat...
- /
- Laknat Para Malaikat Kepada...