Bagaimana Allah Menetapkan yang Tidak Disukainya

BAGAIMANA ALLAH MENETAPKAN YANG TIDAK DISKUAINYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya : Bagaimana Allah menetapkan suatu keadaan yang Dia tidak menyukainya ?

Jawaban.
Sesuatu yang dicintai itu ada dua macam.

  1. Dicintasi karena dzatnya.
  2. Dicintai karena ada faktor lainnya

Yang dicintai karena ada faktor lain terkadang dzatnya dibenci, akan tetapi ia dicintai karena di dalamnya terdapat kemaslahatan. Ketika demikian, ia dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya.

Contoh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَقَضَيْنَا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا

Dan telah kami tetapkan kepada Bani Israil di dalam al-Kitab ; Sesunguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar” [Al-Israa/17 : 4]

Kerusakan di muka bumi dzatnya dibenci oleh Allah Ta’ala karena Allah tidak menyukai kerusakan dan orang-orang yang melakukannya. Tetapi hukum yang dikandungnya disukai oleh Allah Azza wa Jalla dari satu sisi, demikian juga berlaku sombong di muka bumi. Misalnya kekurangan hujan, paceklik, sakit dan fakir yang ditetapkan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya tidak disukai oleh Allah pada dzatnya, karena Allah tidak suka menyakiti hamba-hamba-Nya dengan sesuatu dari hal-hal itu, sebaliknya Dia menghendaki kemudahan bagi hamba-hamba-Nya. Tetapi Dia mentaqdirkan hukum yang timbul karena musibah tadi, sehingga dicintai Allah dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Jika ada yang bertanya : Bagaimana bentuk sesuatu yang disitu sisi dicintai sedangkan di sisi lainnya dibenci ?

Saya jawab : Perkara ini benar-benar terjadi, akal tidak menolaknya dan perasaanpun tidak menyangkalnya. Contohnya, orang yang sakit, ia diberi seteguk obat yang pahit rasanya dan baunya tidak enak serta warnanya tidak menarik. Orang sakit itu meminumnya meskipun ia tidak menyukainya karena pahit, warnanya jelek dan bau tidak sedap.

Ia menyukainya karena obat itu dapat menyembuhkan. Demikian pula seorang tabib yang meng-kay (salah satu cara pengobatan tradisional) orang sakit dengan besi yang dipanaskan di atas api. orang yang sakit itu tentu merasakan sakitnya akibat di-‘kay’ ini. Rasa sakit itu dibenci di satu sisi, disukai dari sisi lainnya.

APAKAH DALAM QADAR ALLAH ADA KEBURUKAN?

Pertanyaan
Fadhilatusy Syaikh ditanya: Apakah dalam qadar Allah itu ada keburukan?

Jawaban
Beliau  menjawab : Di dalam qadar tidak terdapat keburukan. Keburukan hanya terdapat pada yang ditetapkan (al-maqdur). Seperti dimaklumi manusia biasa ditimpa musibah dan biasa juga memperoleh kebaikan. Maka semua kebaikan itu baik dan semua musibah itu buruk. Akan tetapi keburukan itu bukan pada perbuatan Allah Ta’ala -yakni bukan perbuatan Allah dan taqdir-Nya yang buruk. Yang buruk terletak pada obyek yang diperbuat Allah bukan pada perbuatan-Nya itu sendiri.

Dan Allah tidak menetapkan keburukan ini kecuali untuk kebaikan sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ

Telah nampak kerusakan di daratan dan dilautan disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia

Ini penjelasan sebab terjadinya kerusakan. Adapun tentang hikmahnya,

Dia berfirman:

لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Agar Dia merasakan kepada mereka sebagian yang mereka kerjakan, mudah-mudahan mereka kembali

Baca Juga  Hikmah Adanya Kemaksiatan dan Kekufuran

Jadi musibah-musibah itu pada akhimya merupakan kebaikan juga, sehingga keburukan tidak disandarkan kepada Allah, tetapi kepada obyek yang diperbuat dan kepada tnakhluk. Namun obyek perbuatan dan makhluk-makhluk ini buruk di satu sisi dan merupakan kebaikan di sisi lainnya. Maka hal itu menjadi buruk dengan melihat penderitaan yang diperoleh, akan tetapi menjadi baik ketika melihat akibatnya yang terpuji, untuk menimpakan kepada mereka sebagian dari yang mereka kerjakan agar mereka kembali.

[Disalin kitab Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

  1. Home
  2. /
  3. A4. Buah Keimanan Kepada...
  4. /
  5. Bagaimana Allah Menetapkan yang...