Pinjam Uang Modal dan Menabung Di Bank
BAGAIMANA HUKUM MENABUNG DI BANK?
Pertanyaan.
Ustadz, saya mau bertanya tentang bagaimana hukumnya kita menabung di bank karena tiap bulan ada bunganya misalkan 1% dari jumlah tabungan kita ? Sekian. Mohon penjelasannya.
Jawaban.
Saat kita menabung di bank, pada hakekatnya kita telah meminjamkan uang kita kepada mereka. Islam mensyariatkan peminjaman uang (qardh) sebagai bentuk pertolongan kepada orang lain (ihsân). Islam melarang kita untuk mengambil keuntungan dari akad-akad ihsân, berbeda dengan jual beli dan sejenisnya yang memang disyariatkan untuk memperoleh keuntungan. Para Ulama sepakat bahwa setiap peminjaman uang yang mensyaratkan keuntungan untuk pemberi pinjaman termasuk kategori riba.[1]
Demikian juga dengan tabungan berbunga, karena itu menimbulkan keuntungan untuk penabung. Karenanya para Ulama dan lembaga-lembaga penelitian ilmiah di berbagai negara yang semasa dengan munculnya fenomena perbankan dengan tegas menyatakan bahwa tabungan berbunga termasuk riba.[2]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengancam pelaku riba dengan berbagai ancaman yang tidak diberikan kepada pelaku maksiat yang lain. Bahkan orang yang terzhalimi karena rentenirpun ikut terkena ancaman laknat. Dalil-dalil menunjukkan bahwa riba bukan hanya dosa, tapi dosa yang sangat besar. Sayangnya banyak orang yang masih meremehkan dosa besar ini, bahkan menganggap bekerja atau menabung di bank ribawi sebagai kebanggaan. Padahal Abdullâh bin Handzhalah Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ، أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
Satu dirham riba yang dimakan orang dalam keadaan tahu, itu lebih besar dosanya di sisi daripada berzina tiga puluh enam kali [HR. Ahmad no. 21957, dihukumi shahîh oleh al-Albani]
Jadi tidak boleh menabung uang di bank dengan sifat yang disebutkan dalam pertanyaan di atas. Adapun jika kita khawatir akan keamanan harta kita dan tidak ada tempat penyimpananan yang aman selain bank ribawi, kita boleh menyimpan uang di sana, tanpa mengharapkan dan memakan bunga. Hal ini dibolehkan karena darurat seperti bolehnya makan bangkai untuk orang yang kelaparan. Jangan melakukannya kecuali jika benar-benar terpaksa, karena dengan menabung kita juga telah membantu kelangsungan lembaga keuangan yang memerangi Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya ini. Jika ada pilihan menyewa brankas di sana, itu lebih baik lagi. [3]
Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVI/1433H/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Lihat: al-Ijmâ’, Ibnul Mundzir hlm. 120, Majmû’ Fatâwâ Ibnu Taimiyyah 29/334.
[2] Hukmul Iddikhâr fil Bunûk, artikel Ust. Khalid Umar Wada’ah.
[3] Lihat: Fatâwâ al-Lajnah ad-Dâimah 13/343 dan Majmû’ Fatâwâ Syaikh Bin Bâz 19/414.
BENARKAH GAJI BERASAL DARI RIBA?
Oleh
Syaikh DR. Syaikh Shâlih bin Fauzân Alu Fauzân
Pertanyaan
Syaikh DR. Syaikh Shâlih bin Fauzân Alu Fauzân ditanya : Sebagian ikhwan yang komitmen dengan agamanya berkerja di kantor urusan agama, sementara mereka mendengar bahwa gaji yang diterimanya berasal dari uang riba. Bagaimana menyikapi masalah tersebut?
Jawaban
Bila mereka sekedar mendengar saja bahwa uang gaji tersebut berasal dari riba, maka hal itu tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk mengharamkan uang tersebut. Dalam masalah ini hukum asalnya adalah mubah (boleh). Pekerja boleh mengambil upahnya selama ia tidak tahu atau tidak yakin kalau gaji tersebut berasal dari hal yang haram. Bila memang ia tidak tahu atau mendengarnya sebatas isu, maka tidak diharamkan untuk mengambil gaji dari kantor (perusahaan) atau dari orang-orang yang memperkerjakannya. Lebih-lebih apabila kantor (perusahaan) atau orang-orang yang memperkerjakannya itu memiliki usaha yang banyak dan bermacam-macam, ada yang haram sekaligus ada yang halal, maka para pekerja tidak diharamkan untuk bertransaksi dengan kantor (perusahaan) atau orang-orang yang memperkerjakannya kecuali memang benar-benar tahu kalau usaha-usaha tersebut diharamkan.
Sekali lagi, karena hukum asalnya adalah boleh. Masalah ini didasarkan karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bertransaksi dengan orang-orang Yahudi, kadang-kadang beliau meminjam dari mereka, padahal mereka bertransaksi dengan uang riba, tapi harta mereka tidak semua haram, ada juga yang halal. Karena itulah selama seseorang tidak mengetahui dengan pasti bahwa harta tersebut haram, boleh saja mengambilnya dan tidak berdosa. Sekedar isu tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum.
(Al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan Juz 53 hal. 8)
[Disalin dari majalah FATAWA Vol.VI/No.04, Penerbit Pustaka at-Turots (Islamic Center Bin Baz), Alamat : Komplek Islamic Center Bin Baz, Jl. Wonosari Km 10, Karanggayam, Sitimulyo, Piyungan, Yogyakarta, 55792]
PINJAM UANG KE BANK KONVENSIONAL UNTUK USAHA
Pertanyaan
Ustadz, saya mau bertanya. Bolehkah memiinjam uang dari bank konvensional (bank ribawi) untuk modal usaha ? Kalau tidak meminjam, kita kesulitan mendapatkan modal untuk buka usaha.
Jawaban.
Para Ulama telah menetapkan bahwa bank konvensional menggunakan sistem ribawi dalam peminjaman hutang. Padahal riba sudah jelas diharamkan dalam al-Qur`ân, sunnah dan ijmâ’ para Ulama. Sehingga tidak ada lagi yang meragukan keharamannya. Berdasarkan ini, maka tidak boleh meminjam uang di bank konvensional untuk usaha atau non usaha, karena dengan meminjam berarti sama saja dengan membantu praktik ribawi yang dijalankan bank tersebut. Dan untuk kita bersama, modal besar bukan satu-satunya cara untuk memajukan usaha yang kita miliki. Cobalah menggunakan cara-cara lain dalam mencari modal atau berusaha memaksimalkan modal yang ada. Insya Allâh dengan ketakwaan kepada Allâh akan anda dapatkan kemudahan-kemudahan dan jalan keluar dari permasalahan anda. Ingatlah janji Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا﴿٢﴾وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allâh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allâh telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. [at-Thalâq/65:2-3]
Dan juga dalam firmanNya :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allâh, niscaya Allâh menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.[at-Thalâq/65:4]
Perbanyaklah ketaatan dan sempurnakanlah ketakwaan, sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menyelisihi janjiNya.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah5 Harta...
- /
- Pinjam Uang Modal dan...