Isi Khutbah Jum’at dan Khutbah Bahasa Arab
ISI KHUTBAH JUM’AT RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Khutbah Jum’at bukan sekedar syarat sahnya suatu shalat Jum’at saja, akan tetapi lebih dari itu, ia memegang peranan penting bagi umat Islam. Syaikh Shalih al-Fauzân berkata: “Ringkasnya, khutbah Jum’at mengandung urgensi besar dalam Islam, karena memuat bacaan ayat-ayat al-Qur`ân, dan hadits-hadits Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pengarahan-pengarahan yang bermanfaat dan nasehat yang baik serta alat pengingat terhadap sunnatullâh. Oleh karena itu, seorang khatîb dan jama`ah shalat harus memberikan perhatian kepadanya (khutbah)… “[al-Mulakhkhash :1/256]
Kesempatan tersebut digunakan oleh Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan perkara-perkara penting dan mendasar dalam agama. Persoalan-persoalan yang menjadi titik perhatian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup dasar-dasar keimanan, pujian-pujian bagi Allah Azza wa Jalla , perintah bertakwa kepada-Nya, dakwah, mengingatkan akan nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla dan siksa-Nya, perintah untuk mengingat-bersyukur kepada-Nya, sebab-sebab kemurkaan-Nya, faktor-faktor yang mendatangkan keridhaan-Nya, penjelasan mengenai syurga dan neraka, hal-hal yang Allah Azza wa Jalla sediakan bagi para wali-Nya dan orang-orang yang taat kepada-Nya, dan hal-hal yang Dia Azza wa Jalla sediakan bagi musuh-Nya dan pelaku maksiat, serta pembelajaran ajaran-ajaran Islam. Inilah tema-tema yang mengisi khutbah-khutbah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tema-tema yang sangat penting dan dibutuhkan seorang Muslim untuk memperkaya hati dan jiwanya dan memperindah kualitas hubungan dan ketaatannya kepada Rabbnya Azza wa Jalla . Dengan begitu diharapkan kalbu pendengar akan tercurahi keimanan dan tauhid serta ma’rifatullâh dan sunnatullâh [1]
Keterangan di atas akan menjadi lebih jelas dengan beberapa contoh khutbah Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah ini.
1. Pembelajaran Shalat
Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu berkata: “Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan khutbah kepada kami. Di situ beliau mengajari kami Sunnah dan menjelaskan tata cara shalat“. [Hadits shahîh riwayat Ahmad dan ad-Dâruquthni]
2. Tema Haji
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan khutbah kepada kami dengan bersabda:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ الله عَلَيْكُمْ الْحَجَّ فَحُجُّوْا
Wahai umat manusia, Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan haji atas kalian, maka kerjakanlah…[HR. Muslim]
3. Peringatan Dari Neraka
Nu’mân bin Basyîr Radhiyallahu anhu meriwayatkan: Aku pernah mendengar Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya:
أَنْذَرْتُكُمُ النَّارَ أَنْذَرْتُكُمُ النَّارَ
“Aku peringatkan kalian dari neraka, Aku peringatkan kalian dari neraka“.
4. Pernah juga beliau berkhutbah dengan membaca surat Qâf secara keseluruhan [HR. Muslim]
Akhir kata, mari kita dengarkan arahan Syaikh Shâlih al-Fauzân bagi para khatîb dalam kandungan khutbah-khutbah mereka: “Wahai para khatîb, kembalilah kepada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam berkhutbah). Fokuskan khutbah pada pembacaan ayat-ayat al-Qur`ân dan hadits-hadits yang berhubungan dengan kondisi. Sisipkan perintah bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan mau’izhah hasanah. (nasihat yang baik). Tuntaskan penyakit-penyakit sosial yang berkembang di tengah masyakarat dengan metode yang jelas dan singkat. Perbanyaklah bacaan al-Qur`ân yang menjadi pemelihara kehidupan jiwa dan cahaya mata hati”. [al-Mulakhkhash :1/261]
Hal ini Syaikh kemukakan, lantaran menyaksikan adanya khatîb-khatîb menyampaikan berita-berita media massa, isu perpolitikan, dan peristiwa-peristiwa lain yang tidak berguna bagi para jama`ah shalat Jumat. Akibatnya, isi khutbah melenceng dari tujuan sebenarnya yaitu menguatkan akidah kaum Muslimin dan memahamkan ajaran Islam kepada mereka [Lihat al-Mulakhkhash: 1/261]
Rujukan:
1. Zâdul Ma’âd , Imam Ibnul Qayyim
2. al-Mulakhkhash al-Fiqhi, Syaikh DR. Shâlih Bin Fauzân
3. Min Hadyin Nabiyyi Fî Khutbatil Jumu’ati, DR. Anîs bin Thâhir al-Andunîsi
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1]. Silahkan lihat Zâdul Ma’âd (1/188,409)
KHUTBAH JUM’AT DENGAN BAHASA ARAB
Pertanyaan
Di desa saya kalau shalat Jum’at, khutbahnya hanya menggunakan Bahasa arab. Ini dilakukan setiap khutbah jum’at ditambah lagi khutbah yang dibaca hanya itu-itu saja. Bagaimana hukumnya serta sahkah shalat jum’atnya ? Syukran.
Jawaban.
esungguhnya tujuan khutbah Jum’at adalah nasehat. Oleh karena itu tema khutbah jum’ah yang baik adalah menjelaskan ajaran Islam yang dibutuhkan oleh umat dan menggunakan bahasa yang difahami oleh makmum. Sehingga, jika khutbah jum’at hanya dengan bahasa Arab di lingkungan yang tidak memahami bahasa Arab, apalagi yang dibaca tidak pernah ganti, maka hal ini tidak sesuai dengan tujuan disyari’atkan khutbah itu sendiri. Walaupun demikian, semoga shalat jum’atnya sah!
Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah berkata: “Tidak sepantasnya bagi khathib menyebutkan dalam khutbahnya kecuali sesuatu yang sesuai dengan tujuan-tujuan khutbah. Yaitu: pujian (untuk Allah), doa, targhîb (motivasi) dan tarhîb (ancaman). Dengan cara menyebutkan janji dan ancaman (Allah dan RasulNya), dan semua yang bisa memotivasi melakukan ketaatan atau mencegah dari kemaksiatan, demikian juga (dengan) bacaan Al-Qur’an. Dan kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak kesempatan, berkhutbah dengan membacakan surat Qâf, karena surat itu mengandung dzikir kepada Allah Azza wa Jalla, pujian kepada-Nya, pemberitahuan bahwa Allah Azza wa Jalla maha tahu tentang bisikan-bisikan jiwa manusia, dan mengatahui ketaatan atau perbuatan seseorang yang ditulis oleh para malaikat. Kemudian (surat Qaaf ini juga-red) mengingatkan tentang kematian dan sakaratul maut; hari kiamat dan kejadian-kejadian menakutkan pada hari itu; (surat ini juga mengingatkan tentang-red) persaksian terhadap amal perbuatan yang pernah dilakukan oleh makhluk. Kemudian mengingatkan tentang surga dan neraka. Juga mengingatkan hari kebangkitan dan keluar dari kubur. Kemudian juga memuat wasiat agar menegakkan shalat. Maka (isi khutbah) yang keluar dari tujuan-tujuan ini merupakan bid’ah. Dalam khutbah tidak sepantasnya menyebutkan tentang para khalifah, raja, dan amir, karena tempat ini khusus milik Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya yaitu dengan menyebutkan apa-apa yang memotivasi dalam melakukan ketatan kepada-Nya dan mencegah dari maksiat kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah. [al-Jin/72: 18]
Seandainya ada sesuatu yang terjadi pada kaum muslimin, maka tidak mengapa membicarakan anjuran syari’at yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Misalnya, tentang musuh yang datang menyerang kaum muslimin, lalu khathib memotivasi kaum muslimin berjihad melawan musuh dan bersiap-siap menyongsongnya.
Juga jika terjadi kekeringan, yang perlu mohon hujan kepada Allah Azza wa Jalla , maka khathib berdoa agar kekeringan itu dihilangkan.
Kewajiban khathib (saat berkhutbah) yaitu tidak menggunakan kalimat-kalimat yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Ini termasuk bid’ah yang buruk. Karena sesungguhnya tujuan khutbah adalah memberi manfaat kepada hadirin dengan memberikan targhîb (anjuran melakukan kebaikan) dan tarhîb (ancaman dari kemaksiatan). Serupa dengan hal itu adalah khathib berkhutbah kepada bangsa Arab (tapi-red) dengan menggunakan kalimat-kalimat non arab, yang tidak mereka fahami. wallahu a’lam. (Seperti yang dilakukan sebagian kaum muslimin di kampung-kampung di Indonesia, khutbah dengan bahasa Arab padahal hadirin tidak ada yang memahaminya-pent) [Fatâwâ Al-‘Izz bin Abdis Salâm, hal: 77-78. Dinukil dari al-Qaulul Mubîn fî Akhthâil Mushallîn, hlm: 371-372]
Dengan penjelasan diatas, jelaslah bahwa pemakaian bahasa dalam khutbah tidak menentukan sah atau tidaknya shalat jum’at. namun yang utama adalah menggunakan bahasa yang difahami oleh makmum dengan tetap memperhatikan keterangan Imam al Izz bin Abdissalâm as Syâfi’i diatas.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
- /
- Isi Khutbah Jum’at dan...