Hukum Menonton Film, Televisi & Bermain Kartu Di Bulan Ramadhân

HUKUM MENONTON FILM, TELEVISI & BERMAIN KARTU DI BULAN RAMADHAN

Pertanyaan
Sebagian orang-orang yang sedang menunaikan ibadah puasa melewatkan siang hari bulan Ramadhân dengan menonton film, cerita berseri, televisi dan main kartu. Bagaimana agama memandang hal ini?

Jawaban.
Kaum Muslimin, baik yang sedang berpuasa maupun tidak, wajib senantiasa bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam semua yang dilakukan, ataupun yang ditinggalkan dalam seluruh waktunya. Mereka wajib meninggalkan semua yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla , seperti nonton film porno yang mempertontonkan sesuatu yang Allâh haramkan, seperti gambar-gambar telanjang atau setengah telanjang serta ucapan-ucapan mungkar. Begitu juga wajib meninggalkan segala yang bertentangan dengan syari’at yang dipertontonkan di televisi, seperti gambar, nyanyian, alat-alat musik dan ajakan-ajakan menyesatkan. Sebagaimana juga wajib bagi setiap Muslim yang sedang berpuasa ataupun tidak, agar meninggalkan alat-alat permainan seperti kartu dan yang lainnya. Karena, dalam permainan tersebut ada (hal-hal yang wajib ditinggalkan-pent) yaitu menyaksikan dan melakukan perbuatan mungkar. Permainan juga bisa menyebabkan hati menjadi keras dan sakit, juga bisa menyeret hati untuk meremehkan syari’at Allâh dan menyebabkan seseorang merasa berat melaksanakan apa yang Allâh Azza wa Jalla wajibkan, seperti : shalat berjama’ah atau meninggalkan kewajiban lainnya serta terjerumus dalam perbuatan haram. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ ﴿٦﴾ وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّىٰ مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا ۖ فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allâh tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allâh itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri, seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembira kepadanya dengan adzab yang pedih. [Luqmân/31: 6-7].

Baca Juga  Puasa Tidak Wajib Bagi Anak Kecil, Untuk Siapa Pahala Puasa Anak Kecil?

Ketika menerangkan sifat hamba Allâh, Allah berfirman dalam surat al-Furqân ayat ke-72 :

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. [al-Furqân/25:72].

Kata “az zuur” dalam ayat ini mencakup segala jenis perbuatan mungkar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

Pasti akan ada di antara umatku satu kaum yang menghalalkan hir (kemaluan yang haram), sutra (bagi kaum lelaki), khamr dan ma’azif (nyanyian). [HR Imam Bukhâri secara mu’allaq].

“Al Hir”, maksudnya ialah, kemaluan yang haram. Sedangkan “al ma’azif”, maksudnya ialah nyanyian dan alat-alat permainan.

Allâh juga mengharamkan atas kaum Muslimin segala yang mengantarkan kepada perbuatan haram. Dan tidak disangsikan lagi, menyaksikan film yang penuh kemungkaran dan berbagai kemungkaran yang dipertontonkan di televisi, termasuk sarana yang bisa mengantarkan kepada perbuatan haram atau menimal melahirkan sikap meremehkan perbuatan haram karena tidak ada upaya untuk mengingkarinya.

Wallahul musta’an[1]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1]) Majmû’ Fatâwâ Wa Maqâlâtu al-Mutanawwi’ah, Syaikh Abdul Azîz bin Abdullâh bin Bâzz, (15/316-317), Cetakan ke-3, 1423H, Muassasah Haramain al-Khairiyah, KSA.