Memberi Kabar Gembira
MEMBERI KABAR GEMBIRA
يَسِّرُوْا وَلاَتُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَتُنَفِّرُوْا
Berilah kemudahan dan jangan menyusahkan, berilah kabar gembira dan janganlah engkau membuat orang menjauh
(Tabsyir atau memberi kabar gembira) adalah slogan yang didengungkan oleh para misionaris dan menamakan diri dengannya, menempuh jalan-jalan dan metodenya. Banyak sekali kita lihat metode mereka yang membuat gembira orang-orang yang berhubungan dengan mereka, sementara metode/tata cara pergaulan sebagian da’i membuat sasaran dakwahnya menjadi lebih menjauh. Bukankah seorang da’i lebih pantas menyandang nama tabsyir (pembawa kabar gembira) dari sisi akhlak, sarana dan tujuan?
Yang saya maksudkan akhlak (tabsyir): berperilaku dengan sifat yang menarik simpati, rasa senang, disukai, memberikan harapan di dalam hati, dan jauh dari cara-cara (tanfir/membuat orang menjauh) dan berbagai penyebab tertekan…-sehingga dalam menakutkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari siksaan neraka-.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai pemberi kabar gembira (basyir) kepada para pengikutnya, memberi ancaman terhadap musuh-musuhnya, bahkan tugas para rasul tidak terlepas dari dua sifat ini:
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ
Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. [al-An’am/6 : 48]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan dalam kitab-Nya untuk memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang sabar, berbuat baik, dan beribadah..dalam beberapa ayat yang banyak.
Dan di antara metede tabsyir (kabar gembira) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau memilih waktu yang tepat dan ukuran yang sesuai untuk memberi nasehat dan ilmu, supaya para sahabat tidak menjauh. Dalam hal itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَسِّرُوْا وَلاَتُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَتُنَفِّرُوْا
Berilah kemudahan dan jangan menyusahkan, berilah kabar gembira dan jangan engkau membuat orang menghindar.[1]
Dan Ibnu Hajar rahimahullah memberi penjelasan: ‘Maksudnya menarik hati orang yang baru masuk Islam dan tidak bersikap keras kepadanya di permulaan. Demikian pula menolak perbuatan maksiat, sudah semestinya dengan sikap lembut agar bisa diterima. Demikian pula mengajar ilmu, sudah seharus secara perlahan, sedikit demi sedikit, karena sesuatu apabila dipermulaannya mudah niscaya disukai orang yang masuk padanya dan menerimanya dengan sedang hati, dan biasanya –hasilnya adalah terus bertambah.[2]
Di antara kebijaksaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau menggunakan metode tabsyir dalam membangkitkan semangat dan membuat rajin dalam taat. Di antaranya adalah sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
بَشِّرِ الْمشائِيْنَ فِى الظّلمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ باِلنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat.”[3]
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada satu ketika shalat Isya bersama para sahabatnya, dan sebelum berpaling, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka:
عَلَى رِسْلِكُمْ, أَبْشِرُوْا, إِنَّ مِنْ نِعْمَةِ اللهِ عَلَيْكُمْ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ يُصَلِّى هذِهِ السَّاعَةَ غَيْرُكُمْ
“Perlahanlah, bergembiralah, sesungguhnya di antara nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu bahwa tidak ada seorang manusia pun yang shalat pada saat ini selain kalian.”
Abu Musa Radhiyallahu anhu berkata: ‘Maka kami pulang dengan membawa rasa bahagia dengan berita yang kami dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’[4]
Di dalam kondisi goncang (kacau, tidak stabil), manusia membutuhkan berita gembira yang bisa menghilangkan faktor-faktor penyebab kegoncangan. Setelah turunnya wahyu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada Khadijah radhiyallahu ‘anha tentang apa yang telah terjadi dan mengabarkan kepadanya rasa takutnya terhadap dirinya dari fenomena yang baru ini. Maka dia memberikan kabar gembira kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai berbagai kebaikan yang terdahulu yang sangat jauh kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas yang tidak baik kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata: ‘Sekali-kali tidak, bergembiralah, demi Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah, sesungguhnya engkau menyambung tali silaturrahim, benar dalam ucapan, memikul kesusahan, mengusakan yang tidak mampu, dan menolong di atas kebenaran…’[5] Dan inilah perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama umatnya untuk menghilangkan kegundahan terhadap masa depan umat ini: ‘Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepada umat ini dengan ketinggian, kemenangan dan keteguhan di muka bumi…’[6]
Sampai-sampai dalam kondisi kelemahan sebagai manusia, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersikap keras kepada para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum dengan kata kasar, dan mereka yang mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah Radhiyallahu anhu dengan membawa hasil jizyah dari Bahrain. Maka mereka berkumpul untuk shalat fajar dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah shalat, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerti apa yang mereka inginkan, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَأَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ, فَوَاللهِ لاَالْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلكِنْ أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا
“Maka bergembiralah dan berharaplah apa yang menyenangkan kamu, maka demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukanlah kemiskinan yang kutakuti, akan tetapi aku khawatir dibukakan dunia terhadap kalian…”[7]
Di saat mendapat cobaan, seorang muslim membutuhkan seseorang yang memberi kabar gembira kepadanya dengan sesuatu yang menyenangkannya, bisa dengan kelapangan yang segera atau pahala yang tertunda. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan Ummul Ala` sedang sakit, beliau bersabda kepadanya:
أَبْشِرِي يَا أُمَّ الْعَلاَءِ, فَإِنَّ مَرَضَ الْمُسْلِمِ يُذْهِبُ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْهِبُ النَّارُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ
“Bergembiralah wahai Ummul ‘Ala, maka sesungguhnya sakitnya seorang muslim menghilangkan kesalahannya, sebagaimana api menghilangkan karat besi.”[8]
Zaid bin Arqam Radhiyallahu anhu menulis surat kepada Anas bin Malik Radhiyallahu anhu di masa peristiwa Harrah, memberi ta’ziyah kepadanya karena terbunuhnya anak dan kaumnya, ia berkata: ‘Aku memberi kabar gembira kepadamu dengan berita gembira dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلأَنْصَارِ وَِلأَبْنَاءِ اْلأَنْصَارِ وَِلأَبْنَاءِ أَبْنَاءِ اْلأَنْصَارِ
“Ya Allah, ampunilah kaum anshar, anak-anak kaum anshar, dan cucu-cucu dari kaum Anshar…’ [9]
Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kabar gembira kepada orang-orang yang
melakukan bai’at atas jihad dengan pahala yang Dia Subhanahu wa Ta’ala simpan untuk mereka jika mereka menepai bai’atnya:
فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ
Maka bergembiralah dengan jual beli(bai’at) yang telah kamu lakukan itu,. [at-Taubat/9 : 111]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertauhid dengan surga sebagai balasan konsistennya mereka dengan kalimat tauhid dalam ucapan, keyakinan, dan amal perbuatan –sebagai rahmat dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala-
أَبْشِرُوْا وَبَشِّرُوْا مَنْ وَرَاءَكُمْ أَنَّهُ مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ, دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Bergembiralah dan berilah kabar gembira kepada orang yang berada di belakangmu, bahwa siapa yang bersaksi bahwa tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, jujur dari hatinya, niscaya ia masuk surga.”[10]
Dan Jibril Alaihissallam berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman, memberi ancaman dari perbuatan syirik besar dan kecil:
بَشِّرِ أُمَّتَكَ أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Berilah kabar gembira kepada umatmu, bahwa siapa yang meninggal dunia tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya ia masuk surga.”[11]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi janji kepada orang-orang yang beriman dan bertaqwa bahwa:
لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.. [Yunus/10 : 64]
Diantara berita gembira yang segera di dalam kehidupan dunia: bahwa seorang muslim mendapat sambutan baik dari saudara-saudaranya, engkau berterima kasih kepadanya atas kebaikannya, maka itulah berita gembira. Muslim meriwayatkan dalam bab (apabila dipuji atas orang shalih maka ia adalah kabar gembira dan tidak membahayakannya) satu hadits yang berbunyi: ‘Dikatakan: Ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang melakukan kebaikan dan orang-orang memujinya? Beliau bersabda: “Itulah berita gembira kepada seorang mukmin yang segera.“[12] Dan kondisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sahabatnya adalah memberi kabar gembira, sebagaimana dalam sabdanya:
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ, فَسَدِّدُوْا وَقَارِبُوْا وَأَبْشِرُوْاَ
“Sesungguhnya agama adalah mudah, dan tidak ada seseorang yang melawan agama kecuali mengalahkannya, maka luruskanlah, dekatkanlah, dan berilah kabar gembira.”[13]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari: ‘Berilah kabar gembira’ maksudnya dengan pahala atas amal ibadah yang terus menerus (istiqamah) –sekalipun sedikit-, maksudnya memberi kabar gembira kepada orang yang tidak mampu melakukan amal ibadah yang sempurna, karena sifat lemah apabila bukan dari perbuatannya tidak mengakibatkan berkurangnya pahala amal ibadahnya.”[14]
Dasar dan pondasi akhlak ini adalah bahwa seorang muslim merupakan sumber untuk harapan yang baik dan keinginan yang luas serta kesudahan yang terbaik, dan bahwa saudaranya tidak melihat yang tidak disukai darinya.
Apakah setelah semua isyarat ini salah seorang dari kita mau menerima bahwa ia adalah sumber kesialan, dugaan kehinaan, atau menurunkan semangat, atau membuat orang pergi jauh, atau membunuh kemampuan orang lain? Ataukah kita menyanjung kabar gembira, menyebarkan sikap optimis, menghidupkan jiwa, mendorong di atas kebaikan, menolong yang ma’ruf, dan membangkitkan semangat? Hingga setiap orang dari kita menjadi pemberi kabar gembira untuk saudara-saudaranya, menghidupkan semangat pada mereka, dan mendorong mereka agar bertambat giat beramal.
Kesimpulan:
- Akhlak tabsyir (memberi kabar gembira) memberi sikap akrab dan menjauhkan dari membuat orang menjauh.
- Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai pemberi kabar gembira.
- Diantara cara memberi kabar gembira : Memberi nasehat sesuai porsi dan waktu
- Diantara kondisi yang menuntut tabsyir : Membangkitkan semangat untuk taat beribadah, Menghilangkan faktor-faktor penyebab kegoncangan, Menenangkan kelemahan manusia, Menghilangkan duka cita.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya di dalam kehidupan dunia.
- Kondisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabatnya adalah memberi kabar gembira
- Orang yang memiliki akhlak tabsyir mempunyai sikap optimis yang baik.
[Disalin dari التبشير Penulis Mahmud Muhammad al-Khazandar, Penerjemah : Muhammad Iqbal Ghazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] Shahih al-Bukhari, kitab ilmu, bab ke 11, hadits no. 69 (Fath al-Bari 1/163).
[2] Fathul Bari 1/163.
[3] Shahih Sunan Ibnu Majah karya Syaikh Albani, kitab masajid, bab ke 14, hadits no 633/781 (Shahih).
[4] Shahih al-Bukhari, kitab mawaqit, bab ke 22, hadits no. 567 (Fathul Bari 2/47)
[5] Shahih al-Bukhari, tafsir, surah al-Alaq, bab 1, hadits no. 4953 (Fathul Bari 8/715)
[6] Musnad Ahmad 5/134 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Jami’ no. 2825.
[7] Shahih al-Bukhari, kitab jizyah, bab ke 1, hadits no 3158 (Fathul Bari 6/358).
[8] Shahih Jami’ no. 37 (Shahih).
[9] Musnad Ahmad 4/370 dan dalam sanadnya ada seorang perawi yang dipersoalkan, akan tetapi Syaikhain meriwayatkannya dari jalur yang lain (Lihat: Buluhul Amani 22/173/174).
[10] Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke 13, hadits no. 6443 (Fathul Bari 11/261).
[11] Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke 13, hadits no. 6443. (Fathul Bari 11/261).
[12] Shahih Muslim, kitab birr, bab 51, hadits no. 166/2642 (Syarh an-Nawawi 8/428)
[13] Shahih al-Bukhari, kitab Iman, bab ke 29, hadits no. 39 (Fathul Bari 1/93)
[14] Fathul Bari 1/95.
- Home
- /
- A9. Fiqih Dakwah Agama...
- /
- Memberi Kabar Gembira