Hukum Berdakwah Dengan Melakukan Pembunuhan
HUKUM BERDAKWAH DENGAN MELAKUKAN PEMBUNUHAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan : Jama’ah Islamiyah bersenjata di Aljazair mengatakan bahwa Anda memberikan dukungan terhadap perbuatan mereka untuk membunuh para petugas keamanan (polisi) dan untuk mengangkat senjata secara umum. Apakah hal tersebut benar? Dan bagaimana hukum perbuatan mereka disertai dalil-dalilnya, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawaban : Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga, dan para sahabat beliau serta orang-orang yang megikuti petunjuk beliau. Amma ba’du.
Kami telah memberikan nasehat kepada saudara-saudara kami di mana saja berada –para juru dakwah– agar mereka berada di atas ilmu dan petunjuk, serta agar mereka memberikan nasehat kepada khalayak umum dengan menggunakan ungkapan-ungkapan dan metode yang baik, memberikan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, dalam rangka mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” [An-Nahl/16:125]
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk berdakwah di jalan Allah, memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus yakni berdakwah kepada Allah dengan hikmah berdasarkan ilmu yaitu dengan firman Allah, sabda Nabi, dan memberikan pelajaran yang baik serta membantah mereka dengan cara yang paling baik, dan tatkala terdapat syubhat maka terjadilah perdebatan dengan cara yang baik dan metode yang tepat untuk menghilangkan syubhat.
Seandainya ada seorang da’i di Aljazair mengatakan bahwasanya saya berkata kepada mereka : Bunuh Polisi (petugas keamanan) atau angkatlah senjata untuk berdakwah di jalan Allah maka hal itu tidaklah benar bahkan itu merupakan suatu kebohongan. Karena dakwah hanyalah dengan metode yang baik berdasarkan firman Allah, dan sabda Nabi-Nya, mengingatkan dan memperingatkan, kabar gembira dan ancaman. Demikianlah cara berdakwah kepada Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pada waktu di Makkah sebelum beliau memiliki kekuasaan. Mereka tidak memerintahkan manusia berdakwah dengan senjata akan tetapi mereka menyeru manusia dengan ayat-ayat Al-Qur’an, perkataan yang baik dan indah, karena hal tersebut lebih bisa mendatangkan kebaikan dan lebih mudah untuk diterima.
Adapun dakwah dengan cara membunuh tidaklah termasuk dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan juga sunnah para sahabat beliau. Akan tetapi, setelah Allah memberikan Madinah sebagai tempat hijrah bagi para Muhajirin sehingga beliau memiliki kekuatan di Madinah dan Allah mensyariatkan untuk berjihad dan menegakkan hukum Allah, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjihad melawan kaum musyrikin dan menegakkan hukum Allah setelah Allah memerintahkan hal tersebut.
Maka wajib bagi para juru dakwah untuk berdakwah di jalan Allah dengan cara yang baik yaitu dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Jika dakwah tidak berhasil maka segala permasalahan dibawa kepada pemimpin, mereka menasehati pemimpin untuk merealisasikannya. Seorang pemimpin adalah tempat bagi juru dakwah untuk mengadukan permasalahan. Mereka menasehati pemimpin tentang hal-hal yang wajib sehingga tercipta hubungan baik antara ulama dan pemerintah.
Para juruk dakwah mengembalikan segala permasalahan yang membutuhkan kepada tindakan seperti dipenjarakan, dibunuh dan menjatuhkan hukuman kepada pemimpin dan menasehati mereka serta memberikan petunjuk yang baik dengan metode yang baik dan menggunakan kata-kata yang lembut, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri“[Al-Ankabut/29:46]
Jika seorang ahli kitab atau selain mereka melakukan kezhaliman maka pemimpinlah yang mempunyai tugas untuk memberikannya hukuman yang sesuai, dan juru dakwah yang menyeru di jalan Allah wajib bagi mereka untuk berlaku lemah lembut dan penuh hikmah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاّ زَانَهُ وَلاَ يُنُزِعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelemahlembutan jika ada pada sesuatu maka ia akan menghiasinya, jika tidak ada pada sesuatu maka ia cacat”[1]
مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقُ يُحْرَمُ الْخَيْرُ كُلُّهُ
“Barangsiapa yang tidak memiliki kelemah lembutan, maka diharamkan seluruh kebaikan bagi dirinya”[2]
Maka para juru dakwah wajib untuk menasehati manusia dengan mengingatkan mereka ayat-ayat dan hadits-hadits, jika ia mendapati orang yang memiliki syubhat maka debatlah mereka dengan cara yang paling baik yakni dengan cara menjelaskan makna ayat ini begini, hadits ini begini, Allah berfirman seperti ini, Rasulullah bersabda begini sampai syubhat hilang darinya dan tegaknya kebenaran.
Demikianlah yang menjadi kewajiban bagi saudara-saudara kami yang berada di Aljazair dan selainnya untuk meniti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di Makkah dan begitu juga para sahabat, dengan perkataan yang yang lemah lembut dan cara yang baik karena pada saat sekarang mereka tidak memiliki kekuatan bahkan kekuatan berada pada pihak mereka, mereka wajib menasehati pemimpin dan yang berwenang dengan hikmah sehingga tercipta suasana tolong menolong dalam menindak pelaku kejahatan dan tegaknya kebenaran.
Kewajiban para pemimpin merealisasikan hal tersebut, sedangkan para ulama serta para da’i di jalan Allah wajib untuk memberikan nasehat, menyampaikan dan memberikan penjelasan. Semoga Allah memberikan hidayah bagi kita semua.
Pertanyaan : Kelompok ini membunuh sebagian kaum wanita yang menolak untuk mengenakan hijab, apakah hal ini dibenarkan?
Jawaban : Ini juga merupakan kesalahan, hal demikian tidak boleh mereka lakukan. Yang wajib yaitu memberikan nasehat kepada para wanita sehingga mereka mau mengenakan hijab, memberikan nasehat kepada orang yang tidak shalat sehingga ia mau mengerjakan shalat, nasehat kepada pemakan riba sehingga mereka mau meninggalkannya, nasehat kepada orang yang melakukan perzinaan sehingga meninggalkannya, nasehat kepada peminum khamar sehingga ia meninggalkannya. Semuanya diberikan nasehat, dinasehati dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, memperingatkan mereka dengan kemurkaan Allah dan siksaan di Hari Kiamat.
Adapun penganiayaan atau pembunuhan atau bentuk-bentuk gangguan yang lain tidaklah patut dilakukan oleh para juru dakwah. Bahkan hal tersebut menjadikan mereka menjauh dari para juru dakwah. Para da’i seharusnya menghiasi diri mereka dengan keramahan, bersabar dari derita serta berkata-kata dengan lemah lembut di mana saja sehingga dapat menambah orang yang mengikuti kebaikan dan menipiskan pelaku kejahatan, lalu orang-orang mendapatkan manfaat dari dakwah tersebut dan menerimanya.
Pertanyaan : Apa nasehat anda kepada orang yang melakukan pembunuhan atau semisalnya, wahai Syaikh?
Jawaban : Aku berpesan kepada mereka untuk segera bertaubat kepada Allah dan ikutilah jalan yang telah ditempuh oleh para Salafus Shalih, menyeru kepada Allah dengan hikmah dan memberikan pelajaran yang baik dan berdebat dengan cara yang paling baik, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, dan mengerjakan amal yang saleh”[Fushshilat/41:33]
Jangan menjerumuskan diri mereka ke dalam perbuatan-perbuatan yang menjadi penyebab menyempitnya ruang gerak bagi dakwah, menimbulkan bahaya bagi para da’i dan berkurangnya ilmu. Sebaliknya jika mereka berdakwah dengan menggunakan kata-kata yang lembut dan metode yang baik maka akan semakin banyak para du’at yang manusia dapat mengambil manfaat darinya, mereka mendengarkan perkataan ini sehingga akan muncul halaqah-halaqah baik di masjid maupun selain masjid serta semakin banyak ditunaikan nasehat, sehingga orang-orang memperoleh manfaatnya.
Allah memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya, semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada semua hamba-Nya[3]
[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Penerjemah, Andi Masyudin. Penerbit Pustaka At-Tazkia, Cetakan Pertama, Rabi’ul Akhir 1425H/Juni 2004M]
_______
Footnote
[1] Diriwayatkan oleh Imam Muslim di kitab Al-Birru was Shilah, bab : Fadhlul Rifq, hadits no.2594
[2] Diriwayatkan oleh Imam Muslim di kitab Al-Birru was Shilah, bab : Fadhlul Rifq, hadits no.2592
[3] Fatawa Al-Ulama Al-Akabir, 61-68
- Home
- /
- A8. Politik Pemikiran Terorisme...
- /
- Hukum Berdakwah Dengan Melakukan...