Sunnah-Sunnah Shalat
TATA CARA SHALAT
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
D. Sunnah-Sunnah Shalat
Sunnah-sunnah shalat terbagi dua; sunnah ucapan dan sunnah perbuatan.
1. Sunnah-Sunnah Ucapan:
a. Membaca do’a istiftah
Do’a istiftah yang paling baik adalah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat, beliau diam sejenak sebelum membaca (al-Faatihah). Aku berkata, “Wahai Rasulullah, ayah ibuku menjadi penebusmu. Saya melihat Anda terdiam antara takbir dan membaca (al-Faatihah). Apakah yang Anda baca? Beliau berkata, “Aku membaca:
“اَللّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ الْبَرَدِ.”
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan dosaku sebagaimana Kau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana kain putih tersuci dari noda. Ya Allah, basuhlah aku dari dari dosa-dosaku dengan salju, air, dan es (embun).”[1]
b. Membaca isti’adzah
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca al-Qur-an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” [An-Nahl: 98]
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika hendak shalat, beliau membaca do’a istiftah lalu membaca:
“أَعُوْذُ بِـاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفَثِهِ.”
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dari syaitan yang terkutuk, dari bisikan, tiupan, dan godaannya.“[2]
c. Mengucapkan amin
Dari Wa-il bin Hujr Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca: “وَلاَ الضَّالّيِنْ” beliau mengucap “آمِيْن” sambil mengeraskan suaranya.”[3]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوْا، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Jika imam mengucap amin, maka ucapkanlah amin. Sesungguhnya orang yang ucapan aminnya bertepatan dengan ucapan amin para Malaikat akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“[4]
d. Membaca (surat) setelah al-Faatihah
Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Pada dua raka’at pertama shalat Zhuhur, Nabi Shallallahu ‘alaihim membaca al-Faatihah dan dua surat. Beliau memanjangkan raka’at pertama dan memendekkan raka’at kedua. Terkadang beliau memperdengarkan (bacaan) ayatnya. Pada dua raka’at pertama shalat ‘Ashar beliau juga membaca al-Faatihah dan dua surat. Beliau memanjangkan raka’at pertama shalat Shubuh dan memendekkan raka’at kedua.”[5]
Juga dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Pada dua raka’at pertama shalat Zhuhur dan ‘Ashar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca al-Faatihah dan surat. Beliau terkadang memperdengarkan (bacaan) ayatnya. Pada dua raka’at terakhir beliau membaca al-Faatihah.”[6]
Disunnahkan membaca (surat) pada dua raka’at terakhir, jika dilakukan secara temporer (kadang-kadang)
Berdasarkan hadits Abu Sa’id: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (surat) pada dua raka’at shalat Zhuhur. Pada dua raka’at pertama sekitar tiga puluh ayat. Dan pada dua raka’at terakhir sekitar lima belas ayat. Atau dia berkata, “Separuhnya.” Dan pada shalat ‘Ashar pada dua raka’at pertama setiap raka’atnya membaca sekitar lima belas ayat. Sedang pada dua raka’at terakhir sekitar setengahnya.”[7]
Disunnahkan mengeraskan bacaan dalam shalat Shubuh dan dua raka’at pertama pada shalat maghrib dan ‘isya’. Serta memelankannya pada shalat Dzuhur dan ‘Ashar, juga pada raka’at ketiga dari shalat Maghrib dan dua raka’at terakhir pada shalat ‘Isya’.”
e. Membaca tasbih saat ruku’ dan sujud
Dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam ruku’nya beliau membaca:
“سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ.”
“Mahasuci Rabb-ku Yang Mahaagung.”
Dan dalam sujudnya beliau membaca:
“سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى.”
“Mahasuci Rabb-ku Yang Mahatinggi.”[8]
Dari ‘Utbah bin ‘Amir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ruku’, beliau membaca:
“سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ.”
‘Mahasuci Rabb-ku Yang Mahaagung dan dengan memuji-Nya,’ tiga kali‘.
Dan jika sujud membaca:
“سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ.”
‘Mahasuci Rabb-ku Yang Mahatinggi dan dengan memuji-Nya,’ tiga kali.”[9]
f. Menambah do’a bangkit dari ruku’
“رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ.”
Dengan salah satu tambahan berikut ini:
“مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا، وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ.”
Jika suka, dibolehkan cukup sampai pada tambahan ini. Namun jika mau dibolehkan menyempurnakannya dengan ucapan:
“أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وُكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ، لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ.”
“Yang Maha berhak atas sanjungan dan kemuliaan. Serta Yang paling berhak atas ucapan seorang hamba. Dan kami semua adalah hamba-Mu. Tidak ada yang menghalangi apa yang Engkau berikan. Dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau tahan. Sehingga tidak bermanfaatlah bagi pemilik kekayaan. Karena dari-Mu-lah kekayaan itu.“[10]
“رَبَّنَـا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارِكًا فِيْهِ (مُبَارَكًا عَلَيِهِ)، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى.”
“Ya Rabb kami, bagi-Mu-lah segenap pujian yang baik dan penuh berkah. Sebagaimana yang disukai Rabb kami dan di-ridhai-Nya.”[11]
g. Membaca do’a di antara dua sujud
Dari Hudzaifah, dia berkata, “Pada saat berada di antara dua sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
“رَبِّ اغْفِرْ لِيْ، رَبِّ اغْفِرْ لِيْ.”
“Ya Rabb-ku, ampunilah aku. Ya Rabb-ku, ampunilah aku.”[12]
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Pada saat berada di antara dua sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucap:
“اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ.”
“Ya Allah, ampunilah aku, sayangilah aku, cukupilah kekuranganku, tunjukilah aku dan karuniakanlah rizki kepadaku.“[13]
h. Mengucapkan shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah tasyahhud awal. Berdasarkan perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Dahulu kami menyiapkan siwak dan air wudhu’ untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Allah membangunkan beliau pada malam hari menurut kehendak-Nya. Beliau kemudian bersiwak dan wudhu’ lalu shalat sembilan raka’at tanpa duduk kecuali pada raka’at ke delapan. Kemudian beliau berdo’a kepada Rabb-nya dan bershalawat atas Nabi-Nya. Setelah itu bangkit tanpa salam lalu (melanjutkan) shalat (raka’at) kesembilan lantas duduk. Kemudian memuji Rabb-nya, dan bershalawat atas Nabi-Nya, berdo’a, lalu salam…[14]
i. Membaca do’a baik setelah tasyahhud awal maupun kedua
Adapun pada tasyahhud awal, maka dalilnya adalah:
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“إِذَا قَعَدْتُمْ فِيْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُوْلُوا: اَلتَّحِيَّاتُ للهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَـاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْـهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. ثُمَّ لِيَتَّخِيْرَ أَحَدُكُمْ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبُهُ إِلَيْهِ، فَلْيَدْعُ رَبَّهُ عزوجل.”
“Jika kalian duduk pada setiap dua raka’at, maka ucapkanlah: ‘Segala penghormatan hanya bagi Allah. Begitupula seluruh pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas engkau, wahai Nabi. Begitupula kasih sayang Allah dan berkah-Nya. Mudah-mudahan kesejahteraan tercurahkan atas kita semua dan para hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada ilah yang layak diibadahi selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.’ Setelah itu, hendaklah salah seorang di antara kalian memilih do’a yang paling ia sukai lalu hendaklah ia berdo’a kepada Rabb-nya Azza wa Jalla.“[15]
Sedangkan pada tasyahhud yang kedua, maka dalilnya adalah:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ اْلآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَـا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
“Jika salah seorang di antara kalian selesai dari tasyahhud akhir, maka hendaklah ia berlindung dari empat perkara: dari siksa Jahannam, siksa kubur, fitnah kehidupan dan fitnah kematian, serta kejahatan al-Masih ad-Dajjal.”[16]
j. Mengucapkan salam yang kedua
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm dulu mengucapkan dua kali salam. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhuma : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucap salam ke kanan dan ke kiri:
“اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.”
“Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas kamu sekalian, begitu pula rahmat Allah dan berkah-Nya.”
Dan:
“اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ.”
“Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurahkan kepada kamu sekalian.”
Hingga tampaklah putih pipinya.”[17]
Terkadang beliau mengucapkan salam sekali saja, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucap salam dalam shalat dengan sekali salam dari depan wajahnya dengan sedikit miring ke sisi kanan.”[18]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/227 no. 744)], Shahiih Muslim (I/419 no. 598), Sunan Ibni Majah (I/264 no. 805), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/485 no. 766).
[2] Shahiih: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 342)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/ 476 no. 760), dan Sunan at-Tirmidzi (I/153 no. 242).
[3] Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 82)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/ 205 no. 920), dan Sunan at-Tirmidzi (I/157 no. 248).
[4] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/307 no. 410)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/262 no. 780), Sunan an-Nasa-i (II/144), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/211 no. 924), Sunan at-Tirmidzi (I/158 no. 250), dan Sunan Ibni Majah (I/277 no. 851).
[5] Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 932)] dan Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/243 no. 759).
[6] Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 286)] dan Shahiih Muslim (I/333 no. 421 (155)).
[7] Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 287)] dan Shahiih Muslim (I/334 no. 452 (157)).
[8] Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1001)], Sunan an-Nasa-i (II/190), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/123 no. 857), Sunan at-Tirmidzi (I/164 no. 261).
[9] Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 127)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/121 no. 856), al-Baihaqi (II/86).
[10] Shahih: [Shifatush Shalaah (hal. 127)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/121 no. 856), al-Baihaqi (II/86).
[11] Shahih: [Shifatush Shalaah hal. 119].
[12] Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 731)] dan Sunan Ibni Majah (I/289 no. 897).
[13] Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 732)], Sunan at-Tirmidzi (I/175 no. 283), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/87 no. 835), dan Sunan Ibni Majah (I/290 no. 898).
Catatan: pada riwayat Abu Dawud terdapat lafazh: “وَعَافِنِي (maafkanlah aku” sebagai ganti dari lafazh: “وَاجْبُرْنِي (cukupilah keluargaku)” dan dalam riwayat Ibnu Majah terdapat lafazh: “وَارْفَعْنِي (angkatlah derajatku)” sebagai ganti dari: “وَاهْدِنِي (tunjukilah aku).” Disunnahkan menggabungkan keduanya dan menambah: “وَعَافِنِي وَارْفَعْنِي”.
[14] Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 390)] dan Shahiih Muslim (I/512 no. 746).
[15] Telah disebutkan takhrijnya.
[16] Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 306)], Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 741), Shahiih Muslim (I/412 no. 588), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/273 no. 968), dan Sunan Ibni Majah (I/294 no. 909).
[17] Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 878)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/288 no. 983), Sunan an-Nasa-i (III/62), Sunan Ibni Majah (I/296 no. 914), dan Sunan at-Tirmidzi (I/181 no. 294), tanpa kalimat terakhir
[18] Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 242)] dan Sunan at-Tirmidzi (I/182 no. 295).
- Home
- /
- A9. Alwajiz2 Kitab Shalat
- /
- Sunnah-Sunnah Shalat