Mahrom Bagi Wanita
MAHROM BAGI WANITA
Oleh
Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif
Mahrom merupakan masalah yang penting dalam Islam karena ia memiliki beberapa fungsi yang penting dalam tingkah laku, hukum-hukum halal/haram. Selain itu juga, Mahrom merupakan kebijaksanaan Allah dan kesempurnaan agama-Nya yang mengatur segala kehidupan. Untuk itu, seharusnya kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahrom dan hal-hal yang terkait dengan mahrom.
Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, Seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain.
Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan “Muhrim” padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh.
Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi ummat. Wallahu Al Muwaffiq
Definisi Mahrom
Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah : “Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan“[1]
Berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah : “Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman dan lain-lain“.[2]
Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan : “Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah ataupun anak tirinya“.[3]
Macam-Macam Mahrom
Dari pengertian di atas, maka mahrom itu terbagi menjadi tiga macam:
Mahrom Karena Nasab (Keluarga)
Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam surat An-Nur/24 ayat 31.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka ….”
Para ulama’ tafsir menjelaskan: “Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahrom bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, mereka adalah: .
1. Ayah
Termasuk dalam kategori bapak yang merupakan mahrom bagi wanita adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan firman Allah Ta’ ala.
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ
“….Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu … ” [al-Ahzab/33 : 4]
Dan ayat ini dilanjutkan dengan firman-Nya:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak’mereka, itulah yang lebih adil disisi Alloh, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu….” [al-Ahzab/33 : 5]
Berkata Imam Al Qurthubi rahimahullah: “Seluruh ulama tafsir sepekat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Zaid bin Haritsah. Para imam hadits telah meriwayatkan dari Ibnu Umar, Beliau berkata: “Dulu tidaklah kami memanggil Zaid bin Haritsah kecuali dengan Zaid bin Muhammad sehingga turun firman Allah Taala: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka….”[4]
Berkata Imam Ibnu Katsir: “Ayat ini menghapus hukum yang terdapat di awal Islam yaitu bolehnya mengambil anak angkat, yang mana dahulu kaum muslimin memperlakukan anak angkat seperti anak sendiri dalam masalah kholwah dan yang lainnya”.
Maka Allah memerintahkan mereka untuk mengembalilcan nasab mereka kepada bapak-bapak mereka yang sebenarnya. Oleh karena itulah Alloh membolehkan menikah dengan bekas istri anak angkat. Dan Rosululloh menikah dengan Zainab binti Jahsy setelah di ceraikan oleh Zaid bin Haritsah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka..”. [al Ahzab/33 : 37]
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang wanita-wanita yang diharamkan menikah dengannya:
وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
“Dan istri anak kandungmu..”. [An-Nisa’/4 : 23]
Jadi tidak termasuk yang diharamkan istri anak angkat.[5]
Berkata Imam Muhammad Amin Asy-Syinqithi: “Difahami dari firman Allah Ta’ala : “Dan istri anak kandungmu” [An-Nisa’/4: 23]. Bahwa istri anak angkat tidak termasuk yang diharamkan, dan hal ini ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al- Ahzab/33 ayat 4, 37, 40.”[6]
Adapun bapak tiri dan bapak mertua akan kita bahas pada babnya.
Setelah mengetahui definisi mahrom dari para ulama’ dan sebagian dari jenis mahrom (yakni mahrom karena nasab keluarga), maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai contoh-contoh dari mahram dengan sebab keluarga. Juga, berikut ini akan dibahas secara singkat tentang persusuan. Bagaimana definisinya dan batasan-batasannya?
2. Anak Laki-Laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasar pada keterangan di atas. Dan tentang anak tiri dan anak menantu laki-laki akan kita bahas pada babnya.
3. Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja.
4. Anak laid-laki saudara (keponakan), baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka.[7]
5. Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu.
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan: “Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini [An-Nur/24: 31] di karenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan kedua orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq….” [Al-Baqarah/2: 133]
Sedangkan Isma’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub.[8]
Dan bahwasanya paman termasuk mahrom adalah pendapat jumhur ulama’. Hanya saja imam Sya’bi dan Ikrimah, keduanya berpendapat bahwa paman bukan termasuk mahrom karena tidak disebutkan dalam ayat ini juga dikarenakan hukum paman mengikuti hukum anaknya (padahal anak paman atau saudara sepupu bukan termasuk mahrom -pent).[9]
Mahrom Karena Persusuan
Pembahasan ini kita bagi menjadi beberapa fasal sebagai berikut:
Definisi Hubungan Persusuan
Persusuan : “Adalah masuknya air susu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu“.[10]
Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahrom adalah lima kali persusuan, berdasar pada hadits dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, beliau berkata : “Termasuk yang di turunkan dalam Al Qur’an bahwa sepuluh kali persusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan.”[11]
Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama’.[12]
Dalil Tentang Hubungan Mahrom Dari Hubungan Persusuan
1. Dari Al Qur’an : Firman Allah Ta’ala tentang wanita-wanita yang haram dinikahi: “…Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara saudara kalian dari persusuan…” [An-Nisa’/4: 23]
2. Dalil dari Sunnah : Dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab“.[13]
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma ia berkata. “Sesungguhnya Aflah saudara laki-laki Abi Qu’ais meminta izin untuk menemuiku setelah turun ayat hijab, maka saya berkata: “Demi Allah, saya tidak akan memberi izin kepadamu sebelum saya minta izin kepada Rasulullah, karena yang menyusuiku bukan saudara Abi Qu’ais, akan tetapi yang menyususiku adalah istri Abi Qu’ais. Maka tatkala Rosululloh datang, saya berkata: Wahai Rasululloh, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah istrinya. Maka Rasululloh bersabda: “Izinkan baginya, karena dia adalah pamanmu”[14]
Siapakah Mahrom Wanita Sebab Persusuan?
Berdasarkan ayat dan hadits di atas maka kita ketanui bahwa mahrom dari sebab persusuan seperti mahrom dari nasab yaitu:
- Bapak persusuan (suami ibu susu). Termasuk mahrom juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka keatas.
- Anak laki-laki dari ibu susu. Termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik lakilaki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.
- Saudara laki-laki sepersusuan. Baik dia saudara susu kandung, sebapak maupun cuma seibu.
- Keponakan persusuan (anak saudara.persusuan). Balk anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka.
5. Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu).[15]
Pada bagian ketiga tentang mahrom, akan dibahas jenis mahrom selanjutnya, yaitu mahrom karena mushoharoh. Apa yang dimaksud dengan mushoharoh, dari mana dalil-dalil penyebab mahrom-nya serta siapa sajakah mereka itu? Berikut jawabannya secara singkat mengenai hal itu semua.
Mahrom Karena Mushoharoh
Pembahasan ini kita bagi menjadi beberapa fasal, yaitu:
Definisi Mushoharoh
Mushoharoh berasal dari kalimat : Ash-Shihr. Berkata Imam Ibnu Atsir : “Shihr adalah mahrom karena pernikahan“.[16]
Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan: “Mahrom wanita yang disebabkan mushoharoh adalah orang-orang yang, haram menikah dengan wanita tersebut selama-lamanya seperti ibu tiri, menantu perempuan, mertua perempuan“.[17]
Maka mahrom yang disebabkan mushoharoh bagi ibu tiri adalah anak suaminya dari istrinya yang lain (anak tirinya), dan mahrom mushoharoh bagi menantu perempuan adalah bapak suaminya (bapak mertua), sedangkan bagi ibu istri (ibu mertua) adalah suami putrinya (menantu laki-laki).”[18]
Dalil Mahrom Sebab Mushoharoh
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
“…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka …” [An-Nur/24 : 31]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)…” [An Nisa’/4 : 22]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ
“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu (anak: tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu (menantu)...” [An Nisa’/4 : 23]
Siapakah Mahrom Wanita Dari Sebab Mushoharoh?
Berdasarkan ayat-ayat di atas maka dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab mushoharoh ada lima yaitu:
- Suami
Berkata Imam Ibnu Katsir, ketika menasirkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat An Nur/24 : 31 : “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan, perintah menundukkan pandangan dari orang lain -pent) memang diperuntukkan baginya: Maka seorang istri berbuat sesuatu untuk suaminya yang tidak dilakukannya dihadapan orang lain.”[19]
Berkata Imam Qurthubi dan Syaukani: “Makna ( بُعُولَتِهِنَّ bu’uulatihinna) adalah suami dan tuan bagi seorang budak wanita sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ﴿٥﴾إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali kepada istri dan budak mereka, maka mereka itu tidak tercela” [al- Mu’minun/23 : 5-6][20]
- Ayah Mertua (Ayah Suami)
Mencakup ayah suami atau bapak dari ayah dan ibu suami juga bapak-bapak mereka keatas.[21] - Anak Tiri (Anak suami dari istri lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri laki-laki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka.[22]
Maka haram bagi seorang wanita untuk menikah dengan anak tirinya, begitu juga sebaliknya. Berkata Imam Ibnu Katsir saat menafsirkan firman Allah Ta’ala : “Janganlah kalian menikah dengan wanita-wanita yang (pernah) dinikahi oleh bapak-bapak kalian” [An-Nisa’/4 : 22]. Allah Ta’ala mengharamkan menikah dengan istri-istri bapak (ibu tiri) demi menghormati mereka, dengan sekedar terjadi akad nikah baik terjadi jima’ ataupun tidak, dan masalah ini telah disepakati oleh para ulama’.” [23]
- Ayah Tiri (Suami ibu tapi bukan bapak kandungnya).
Maka haram bagi seorang wanita untuk dinikahi oleh ayah tirinya, kalau sudah berjima’ dengan ibunya. Adapun kalau belum maka hal itu dibolehkan.[24]
Berkata Abdullah Ibnu Abbas: “Seluruh wanita yang pernah dinikahi oleh bapak maupun anakmu, maka dia haram bagimu.” [25]
- Menantu Laki-Laki (Suami putri kandung)[26]
Dan kemahroman ini terjadi sekedar putrinya di akadkan kepada suaminya.[27]
Alhamdulillah, setelah tuntas membahas mengenai definisi mahrom, jenis-jenis dan siapa-siapa saja yang dihukumi mahrom, maka yang akan dibahas berikutnya adalah menepis anggapan sebagian kaum muslimin yang salah dalam menentukan mahrom. Siapa-siapa saja yang biasa mereka menganggap mahrom, padahal bukan?
[Disalin dari Majalah Al Furqon, Edisi 3 Th. II, Dzulqo’idah 1423, hal 29-31. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur]
______
Footnote
[1] Al-Mughni 6/555.
[2] An-Nihayah 1/373.
[3] Tanbihat ‘Ala Ahkam Takhtashu bil mu’minat, hal. 67.
[4] Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an: 14/79.
[5] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/435 dengan sedikit perubahan dan Tafsir As-Sa’di hal: 613.
[6] Adlwaul Bayan 1/232.
[7] Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233.
[8] Lihat Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar’ah 3/159.
[9] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/267, Tafsir Fathul Qodir 4/24 dan Tafsir Qurthubi 12/155.
[10] Al Mufashol Fi Ahkamin Nisa’ 6/235.
[11] HR. Muslim 2/1075/1452, Malik 2/608/17, Abu Dawud 2/551/2062, Turmudzi 3/456/1150 dan lainnya.
[12] Lihat Nailul Author 6/749, Raudloh Nadiyah 2/175.
[13] HR. Bukhori 3/222/ 2645, Muslim: 2/1068/ 1447, Abu Dawud 1/474, Nasa’i 6/82, Darimi 2/156, Ahmad 1/27.
[14] HR. Bukhori: 4796; Muslim: 1445.
[15] Lihat Al Mufashol 3/160 dengan beberapa tambahan.
[16] An Nihayah 3/63.
[17] Lihat Syarh Muntahal Irodat 3/7.
[18] Lihat Al Mufashshol 3/162.
[19] Tafsir Ibnu Katsir 3/267.
[20] Lihat Tafsir Al Qurthubi 12/153 dan Tafsir Fathul Qodir 4/23.
[21] Lihat Tafsir Sa’di hal: 515 dan Tafsir Fathul Qodir 4/24 dan Tafsir Qurthubi 12/154.
[22] Lihat Tafsir Qurthubi 12/154 dan Fathul Qodir 4/24.
[23] Tafsir Ibnu Katsir 1/413 dengan sedikit perubahan, lihat juga Tafsir Qurthubi 5/75.
[24] Lihat Tafsir Qurthubi 5/74.
[25] Tafsir Thobari 3/318.
[26] Lihat Al Mufashshol 3 /162.
[27] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/417.
- Home
- /
- A9. Wanita dan Keluarga...
- /
- Mahrom Bagi Wanita