Aiman (Sumpah)
AIMAN (SUMPAH)
Yamin : Adalah penguat perkara yang disumpahi dengan menyebut Allah, atau salah satu dari nama ataupun sifat-Nya dengan cara khusus, dia biasa disebut sumpah atau janji.
Sumpah yang terucap dan mewajibkan kafarat apabila dilanggar adalah sumpah dengan menyebut kalimat Allah, salah satu nama ataupun salah satu sifat-sifat-Nya, seperti perkataan: Demi Allah, karena Allah, demi Ar-Rahman, demi kebesaran Allah, keagungan serta kemulian-Nya, demi Rahmat-Nya dan lain sebagainya.
Hukum sumpah dengan selain Allah.
1. Bersumpah dengan selain Allah termasuk yang diharamkan dan termasuk dari syirik asghar (kecil); karena sumpah termasuk pengagungan terhadap yang disumpahi, sedangkan pengagungan tidak terjadi kecuali hanya kepada Allah saja.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ الله فَقَدْ أَشْرَكَ». أخرجه أبو داود والترمذي
Berkata Ibnu Umar Radhiyallahu anhu : aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat syirik” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)[1]
2. Sumpah dengan selain Allah haram hukumnya, seperti dengan perkataan: (demi Nabi, demi hidupmu, demi amanat, demi Ka’bah, demi nenek moyang dan lain sebagainya).
قال عليه الصلاة والسلام: «أَلا إنَّ الله عَزَّ وَجَلَّ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوْا بِآبَائِكُمْ، فَمَنْ كَانَ حَالِفاً فَلْيَحْلِفْ بِالله أَوْ لِيَصْمُتْ». متفق عليه.
Bersabda Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah melarang kalian untuk bersumpah atas nama nenek moyang kalian, barang siapa yang akan bersumpah hendaklah dia bersumpah atas nama Allah atau diam” (Muttafaq Alaihi)[2].
Menjaga sumpah adalah merupakan suatu kewajiban dan tidak boleh untuk menyepelekannya, karena urusannya sangat besar, sehingga tidak diperbolehkan menganggap enteng sumpah dan tidak pula mencari alasan demi untuk menghindari hukum yang berlaku padanya, dan sumpah ini diperbolehkan dalam urusan yang dianggap penting menurut syari’at.
Yamin (Sumpah) terbagi menjadi tiga.
- Yamin Mun’akid : dia adalah sumpah seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya, padanya terdapat kafarat apabila melanggarnya.
- Yamin Ghomus : Sumpah ini diharamkan, bentuknya adalah seseorang bersumpah atas permasalahan yang telah berlalu dan dia dalam keadaan berdusta dan menyadari kedustaan tersebut, ini adalah sesuatu yang mendzolimi hak orang lain, atau dia maksudkan untuk berbuat kefasikan serta berkhianat, ini termasuk dari dosa-dosa terbesar. Dinamakan Ghomus; karena menenggelamkan pelakunya kedalam dosa, kemudian kedalam neraka, sumpah ini tidak ada kafaratnya dan tidak bisa dipegangi, sebagaimana mewajibkan pelaku untuk segera bertaubat darinya.
- Yamin Laghwi : Yaitu mengucapkan kata-kata sumpah tanpa maksud bersumpah, dari apa-apa yang telah menjadi kebiasaan orang-orang, seperti: tidak demi Allah, benar demi Allah, demi Allah kamu harus makan, atau harus minum dan lain sebagainya, atau bisa juga seseorang yang bersumpah tentang permasalahan terdahulu dalam keadaan mengira akan kebenaranannya, namun ternyata dia salah.
Sumpah jenis ini tidak terjadi dan tidak ada kafarat padanya sebagaimana ucapannya tidak dianggap sedang bersumpah, sebagaimana firman Allah:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ [المائدة: ٨٩]
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja” [Al-Maaidah/5: 89]
Apabila membuat pengecualian dalam sumpahnya dengan berkata: “Demi Allah saya akan berbuat seperti ini insya Allah”, maka dia tidak berdosa ketika tidak melakukannya.
Kafarat sumpah dengan selain Allah.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِي حَلِفِهِ: وَاللَّاتِ وَالعُزَّى فَلْيَقُلْ: لا إلَهَ إلا الله، وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ». متفق عليه.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu : telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang berkata dalam sumpahnya: demi Lata dan Uzza, hendaklah dia mengucapkan: laa Ilaaha illallah, dan barang siapa yang berkata terhadap temannya kemarilah untuk bermain judi, maka hendaklah dia bersedekah” (Muttafaq Alaihi)[3].
عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه أنه حلف باللات والعزى، فقال له النبي- صلى الله عليه وسلم-: «قُلْ لا إلَهَ إلَّا الله وَحْدَهُ ثَلاثاً، وَاتْفُلْ عَنْ شِمَالِكَ ثَلاثاً، وَتَعَوَّذ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ، وَلا تَعُدْ». اخرجه أحمد وابن ماجه.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqos Radhiyallahu anhu, bahwasanya dia bersumpah atas nama Lata dan Uzza, maka berkatalah kepadanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ucapkanlah Laa Ilaaha illallah wahdah sebanyak tiga kali, meludahlah kesamping kirimu sebanyak tiga kali, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan, dan janganlah kamu mengulanginya lagi” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)[4].
Hukum Sumpah.
- Wajib : Yaitu yang dilakukan untuk menyelamatkan seseorang dari kematian.
- Sunnah : Seperti ketika bersumpah untuk mendamaikan perselisihan.
- Mubah : Seperti sumpah untuk mengerjakan suatu perbuatan yang mubah ataupun meninggalkannya, atau untuk menegaskan suatu permasalahan dan lainnya.
- Makruh : Seperti sumpah untuk mengerjakan perbuatan yang makruh atau untuk meninggalkan amalan sunnah, dan juga termasuk sumpah dalam jual beli.
- Haram : Seperti dia yang bersumpah dalam kedustaan dengan sengaja, bersumpah untuk mengamalkan perbuatan maksiat atau untuk meninggalkan amalan yang diwajibkan.
Dianjurkan untuk membatalkan sumpah jika itu merupakan suatu kebaikan, seperti dia yang bersumpah untuk melakukan perkara makruh atau untuk meninggalkan yang sunnah, maka hendaklah dia mengerjakan yang lebih baik darinya dan membayar kafarat untuk sumpahnya tersebut, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ، فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْراً مِنْهَا، فَلْيَأْتِهَا، وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ». أخرجه مسلم.
“Barang siapa yang telah bersumpah pada suatu perkara, lalu dia melihat kalau selainnya lebih baik dari itu, maka hendaklah dia mengerjakannya, dan membatalkan sumpahnya” (HR. Muslim)[5]
Sumpah wajib untuk dibatalkan ketika dia bersumpah untuk meninggalkan kewajiban, seperti dia yang bersumpah untuk tidak menyambung tali silaturahmi, atau bagi dia yang bersumpah untuk mengamalkan suatu yang haram, seperti sumpah untuk meminum khomer, maka dia wajib untuk membatalkan sumpah tersebut dan membayar kafaratnya.
Pembatalan sumpah di mubahkan bagi dia yang bersumpah untuk mengamalkan amalan yang mubah, atau untuk meninggalkannya, kemudian membayar kafaratnya.
Syarat-syarat wajibnya kafarat Yamin.
- Yamin tersebut diucapkan oleh seorang mukallaf atas perkara yang mungkin terjadi dikemudian hari, seperti dia yang bersumpah untuk tidak memasuki rumah milik si Fulan.
- Sumpah dilakukan dalam keadaan memiliki pilihan, apabila dia bersumpah dalam keadaan dipaksa, maka sumpah tersebut tidak bisa dianggap.
- Dalam keadaan memiliki maksud dengan sumpahnya, karena sumaph tanpa maksud tidak dianggap, seperti hal yang biasa terucap dari lisan (tidak demi Allah, baiklah demi Allah) ketika berbicara.
- Ketika melanggar sumpahnya, yaitu dengan melakukan apa yang telah disumpah untuk di tinggalkan, atau meninggalkan apa yang dia sumpahi untuk dilaksanakannya, dalam keadaan ingat dan memiliki pilihan.
Kafarat Yamin : orang yang membayar kafarat yamin di beri pilihan untuk melakukan hal berikut ini:
- Memberi makan sepuluh orang miskin, setengah sho’ untuk setiap orangnya, dari makanan pokok, seperti gandum, kurma, beras atau lainnya, dia boleh memberi mereka makan siang ataupun makan malam.
- Memberi pakaian yang bisa dipakai untuk shalat kepada sepuluh orang miskin.
- Membebaskan seorang budak Mukmin.
Dia berhak untuk memilih salah satu dari tiga tersebut, dan jika tidak mendapatinya, maka dia berpuasa selama tiga hari, puasa tidak boleh dilakukan kecuali setelah tidak mampu untuk melakukan tiga permasalahan tersebut.
Kafarat boleh dilakukan sebelum terjadi dan boleh pula di akhirkan setelah terjadi, apabila dia mendahulukannya, berarti sebagai penghalal bagi sumpahnya, dan jika diakhirkan berarti dia sebagai pembayar kafarat atasnya.
Allah berfirman dalam menerangkan kafarat yamin:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغۡوِ فِيٓ أَيۡمَٰنِكُمۡ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلۡأَيۡمَٰنَۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطۡعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنۡ أَوۡسَطِ مَا تُطۡعِمُونَ أَهۡلِيكُمۡ أَوۡ كِسۡوَتُهُمۡ أَوۡ تَحۡرِيرُ رَقَبَةٖۖ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيۡمَٰنِكُمۡ إِذَا حَلَفۡتُمۡۚ وَٱحۡفَظُوٓاْ أَيۡمَٰنَكُمۡۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ [المائدة: ٨٩]
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” [Al-Maaidah/5: 89]
Diantara hak seorang Muslim terhadap saudaranya adalah menunaikan sumpahnya ketika dia bersumpah atasnya, selama itu tidak berbentuk maksiat.
Apabila seseorang bersumpah untuk tidak melakukan suatu perbuatan, lalu dia melakukannya karena lupa, dipaksa ataupun ketidak tahuannya kalau dia telah bersumpah akannya, maka dia tidak berdosa dan tidak ada kafarat pula padanya, namun sumpahnya tetap berlaku.
Apabila seseorang bersumpah dihadapan orang lain dengan tujuan untuk menghormatinya, maka hal tersebut tidaklah berdosa baginya, akan tetapi jika dia bermaksud untuk mengharuskannya namun orang tersebut menolak untuk melakukannya, maka dia terkena hukumnya.
Seluruh perbuatan tergantung dari niatnya, apabila seseorang bersumpah atas sesuatu namun kemudian dia malah menyelisihinya, maka yang dijadikan pegangan adalah niatnya, bukan lafadznya.
Sumpah tergantung dari niat orang yang memerintahkan, apabila seorang Hakim memerintahkannya untuk bersumpah dalam suatu tuduhan ataupun lainnya, maka pada saat itu dia wajib berpegang pada niat orang yang memerintah, tidak pada niat orang yang mengucapkan, sedangkan jika seseorang bersumpah tanpa perintah orang lain, maka pada saat ini tergantung dari niat dia yang mengucapkannya.
Barang siapa yang mengharamkan suatu yang halal atas dirinya, yang mana itu berasal dari isterinya, baik itu berupa makanan ataupun lainnya, maka sesungguhnya dia tidaklah menjadi haram atasnya, ketika melanggarnya dia berkewajiban untuk membayar kafarat yamin , sebagaimana Firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَۖ تَبۡتَغِي مَرۡضَاتَ أَزۡوَٰجِكَۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ١ قَدۡ فَرَضَ ٱللَّهُ لَكُمۡ تَحِلَّةَ أَيۡمَٰنِكُمۡۚ وَٱللَّهُ مَوۡلَىٰكُمۡۖ وَهُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ [التحريم: ١، ٢]
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At Tahrim/66: 1-2]
Barang siapa yang bersumpah untuk tidak melakukan suatu perbuatan kebaikan, maka dia tidak boleh untuk berkelanjutan dalam sumpahnya tersebut, bahkan dia diperintahkan untuk membayar kafaratnya dan mengerjakan amal kebaikan tersebut, sebagaimana Firman Allah:
وَلَا تَجۡعَلُواْ ٱللَّهَ عُرۡضَةٗ لِّأَيۡمَٰنِكُمۡ أَن تَبَرُّواْ وَتَتَّقُواْ وَتُصۡلِحُواْ بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٞ [البقرة: ٢٢٤]
“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.[Al Baqarah/2: 224]
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Qishas dan khudud كتاب القصاص والحدود ). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Hadits shohih/ Riwayat Abu Dawud no (3251), lafadz ini darinya, shohih sunan abu dawud no (2787).
[2] Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (2679) dan Muslim no (1646), lafadz ini darinya
[3] Muttafaq Alaihi, riwayat Bukhori no (4860), lafadz ini darinya dan Muslim no (1647).
[4] Hadits Shohih/ riwayat Ahmad no (1622), lafadz ini darinya, berkata Al-Arnauth: sanadnya shohih.Riwayat Ibnu Majah no (2097).
[5] Riwayat Muslim no (1650).
- Home
- /
- A8. Ringkasan Fiqih Islam...
- /
- Aiman (Sumpah)