Paham Serta Prinsip Sururi, Kerja Sama Dakwah Dengan Ahli Bid’ah

BAGAIMANA PAHAM DAN PRINSIP SURURI

Oleh
Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr

Pertanyaan
Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr ditanya : Kita mengetahui kebenaran dan keorisinilan dakwah salafiyyah, namun yang disayangkan datang pengkaburan dan kekacauan yang didalangi oleh orang-orang Sururi, yang kutanyakan adalah apa itu paham Sururi dan bagaimanaa kaedah dan prinsip mereka agar dapat diketahui dan kita dapat meghukumi seseorang dengan kaedah ini ?

Jawaban
Sururiyyah adalah jamaah Hizbiyyah yang muncul pada tahun belakangan ini, dia tidak diketahui kecuali seperempat abad belakangan ini, karena mereka selalu bersembunyi dibalik salafiyyah hingga sekarang.

Sebenarnya mereka memiliki kaedah dasar dari Ikhwanul muslimin yang selalu berdiri diatas sirriyah (gerakan bawah tanah) membangkitkan massa untuk gerakan politik dengan mempengaruhi mereka,mencemoohkan dan meremehkan ulama Rabbani seperti Syeikh Albani, Ibn Baaz, dan Utsaimin Mereka mengganggap mereka sebagai Ulama yang hanya tahu perkara-perkara haid dan nifas.

Gerakan ini muncul kepermukaan dalam bentuk kritikan yang menyakitkan setelah Perang Teluk kedua. Mereka menggangap para ulama kita tidak paham dengan waqi (realita umat), pemahaman mereka sebatas hukum haid dan nifas . Mereka telah meniru para Ahli Bid’ah klasik yang mengatakan :’Bahwa fikih Malik, Auza’i dan ulama-ulama lain tidak lepas dari sarung wanita”. Alangkah besarnya perkataan yang keluar dari mulut mereka , dan sesungguhnya mereka hanyalah mengatakan kedustaan. Yang tidak menghormati alim-ulama kami maka sebenarnya mereka adalah penyeru kepada fitnah. Orang-orang yang mencela Syeikh Albani, Ibn Baaz dan Utsaimin pada zaman ini adalah pembuat fitnah yang berada di jurang kebinasaan.

Mereka ingin memalingkan perhatian manusia kepada diri mereka dan menghalangi manusia dari para Ulama Rabbani.Mereka mengaku bermanhaj salaf walaupun sebenarnya mereka adalah Ikhwan, bahkan lebih bahaya dari Ikhwan sendiri sebab mereka selalu bersembunyi di balik salafiyyah.

Semoga Allah menunjuki kita dan mereka kejalan salaf yang bersih yaitu jalan yang dirintis Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabat dan tabiin.

KERJA SAMA DAKWAH DENGAN AHLI BID’AH

Pertanyaan
Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr ditanya : Apa hukum meyebarkan dakwah Salafiyyah dengan menjalin kerja sama terhadap kelompok ahli bid’ah?

Jawaban
Sikap Ahlu Sunnah terhadap Ahlu bid’ah adalah mentahzir, mengingkari, membantah dan tidak wala (loyal) kepada mereka apalagi jika bid’ah yang mereka perbuat bid’ah dalam aqidah yang menjerumuskannya kepada kekufuran dan kemusyrikan. Jika bid’ah ini bid’ah dalam manhaj, seorang muslim salafi harus mengamalkan ayat yang berbunyai :”Orang-orang yang tidak menyaksikan kebohongan”, dan firmanNya :” Jika mereka mendengar perkataan yang sia-sia mereka berpaling darinya, mereka berkata : “Amal kami untuk kami dan amal kalian untuk kalian dan kami tidak mau kepada orang-orang yang jahil”.

Baca Juga  Kafirkah Orang Yang Tidak Mengkafirkan Orang Kafir?

Jika dia bertemu seorang pelaku bid’ah dia akan mengingkarinya dan mengajarkan kepadanya tentang kekeliruannya, jika dia mau diperbaiki maka alhamdulillah inilah sebenarnya yang diinginkannya, dan jika ternyata tetap pada bid’ahnya maka wajib ditinggalkan, diboikot dan tidak boleh berwala kepadanya, tetapi wajib untuk bara kepadanya.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Sekokoh-kokohnya ikatan keimanan adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”.

Namun jika ternyata yang berbuat bid’ah ini seorang muslim yang shalih dan selalu untuk ittiba (mengikuti sunnah) maka jangan dikatakan dia ahlu bid’ah, karena bukan semua orang yang tergelincir kedalam perbuatan bid’ah digolongkan kepada Ahlu bid’ah, sebab prilaku ini bukanlah menjadi ciri dirinya kecuali jika memang perbuatan ini menjadi syiarnya kelak; menjadi bagian dari prilakunya yang dipertahankan dan dibelanya, bahkan sampai kepada tingkat wala dan bara’ nya diatas perbuatan bid’ah tersebut; sombong dan tidak menerima nasehat; menjadikan bid’ahnya seolah-olah bagian dari agama, dalam kondisi seperti ini dia dihukumi sebagai ahlu bid’ah dan wajib ditinggalkan bahkan ditahzir. Wallahu A’alam

KERJA SAMA DAKWAH DENGAN AHLU BID’AH DAN AHLU AL-AHWA

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly

Pertanyaan
Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ditanya : Bolehkah bekerja sama dengan kelompok tertentu dalam perbuatan-perbuatan bid’ah dari segi manhaj dengan tujuan berdakwah?

Jawaban
Tidak boleh bekerja sama dengan ahli bid’ah dan ahlu al-ahwa dalam amalan-amalan mereka. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala Mencukupkan kita dengan dakwah dan manhaj yang ada pada kita untuk tidak bergabung dengan mereka. Sebaliknya malah wajib bagi mereka untuk meninggalkan bid’ah dan penyimpangan mereka agar kembali kepada kebenarana yang asli. Demi Allah Yang Tida Tuhan selainNya betapa banyaknya harta orang-orang salafi yang diinfaqkan bukan pada tempatnya dan dipergunakan ahli bid’ah untuk kepentingan bid’ah mereka. Prinsipnya kita tidak butuh dengan manhaj maupun harta mereka, tetapi kita harus sadar dan paham dengan manhaj kita, paham bagaimana menyalurkan harta yang kita dapatkan dari para muhsinin salafiyyin untuk kepentingan dakwah salafiyah yang penuh berkah ini.

Baca Juga  Berbilangnya Jama'ah Merupakan Fenomena Penyakit

TAHDZIR TERHADAP YAYASAN-YAYASAN DAKWAH

Pertanyaan
Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilaly ditanya : Bolehkah kita mentahzir yayasan-yayasan ataupun individu-individu tertentu yang diantara sumber pendanaannya diperoleh dari Jamiyyah Khairiyyah, dengan dalih bahwa yayasan maupun individu tesebut telah ditahzir para ulama?

Jawaban
Menerima bantuan dari Jamiyyat Khairiyyah yang berkiprah dibidang sosial dan santunan terhadap korban-korban bencana, jika tanpa ada tendensi tertentu seperti membentuk hizb (kelompok); tidak memecah-belah barisan kaum muslimin; tidak menggunakan harta yang diamanahkan kaum muslimin kepada mereka kecuali pada tempat-tempat yang layak dan syar’i, maka yayasan-yasaan seperti ini boleh bekerja sama dengan mereka dan mengambil manfaat dari mereka –Semoga Allah memberkahi anda.– dalam kegiatan-kegiatan yang berbentuk kebajikan.

Adapun jam’iyyah hizbiyyah yang menggunakan harta kaum muslimin sebagai sarana untuk merealisasikan berbagai kepentingannya dan dalam rangka memecah-belah barisan salafiyyin secara khusus atau untuk merusak dakwah salafiyyah, jam’iyyat seperti ini jika ternyata memberikan bantuan materil tanpa ada keterikatan atau syarat-syarat tertentu, maka bantuan seperti ini boleh diambil. Sebab harta yang mereka salurkan pada hakikatnya bukanlah harta mereka ataupun harta milik orangtua mereka, tetapi harta kaum muslimin yang diserahkan ketangan mereka untuk disalurkan.

Tetapi jika ternyata belakangan mereka berupaya untuk mengikat atau mengintervensi kita, Semoga Allah mencukupkan kita dari bantuan maupun harta-harta mereka. Pada kesempatan ini kukatakan:” bahwa pada dasarnya wajib bagi setiap da’i ataupun yayasan salafiyyah untuk tidak bergantung terus menerus kepada dana-dana yang di dapat dari bantuan luar negeri, tetapi wajib bagi mereka untuk berupaya meningkatkan diri dan mandiri agar dapat independen dalam mengeluarkan keputusan dan kebijaksanaan. Wabillahi at-taufiq wallahu a’lam.

[Seri Soal Jawab Daurah Syar’iyah Surabaya 17-21 Maret 2002. Dengan Masyayaikh Murid-murid Syaikh Muhammad Nashirudiin Al-Albani Hafidzahumullahu diterjemahkan oleh Ustadz Ahmad Ridwan , Lc]

  1. Home
  2. /
  3. A8. Politik Pemikiran Takfiri...
  4. /
  5. Paham Serta Prinsip Sururi,...