Ashabah, Hajb Dan Hirman
‘ASHABAH
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Definisi ‘Ashabah[1]
‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ ) adalah bentuk jamak dari ‘aashib ( عَاصِبٌ ) seperti kata thaalib ( طَالِبٌ ) dan thalabah ( طَلَبَةٌ ), mereka adalah keturunan laki-laki dari seseorang dan kerabatnya dari jalur ayah.
Dan yang dimaksud di sini adalah orang yang diberikan kepadanya sisa (tarikah) setelah para ash-haabul furudh (pemilik bagian pasti) mengambil bagian-bagiannya, apabila tidak tersisa sedikit pun dari mereka, maka mereka (‘ashabah) tidak mengambil bagian sedikit pun kecuali jika yang mendapatkan ‘ashabah adalah anak laki-laki (ibn) karena sesungguhnya ia tidak terhalang dalam keadaan apa pun.
‘Ashabah juga berarti orang-orang yang berhak mendapatkan seluruh tarikah apabila tidak ada seorang pun dari ash-haabul furudh.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ.
“Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat.”[2]
Allah ta’ala berfirman:
وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ
“… Dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak…” [An-Nisaa/4: 176]
(Dalam ayat ini) Allah telah memberikan seluruh warisan kepada saudara laki-laki ketika ia sendirian, dan ‘ashabah yang lain diqiyaskan kepadanya.
Macam-Macam ‘Ashabah[3]
‘Ashabah terbagi menjadi dua macam; (1) ‘ashabah nasabiyah dan (2) ‘ashabah sababiyah.
‘Ashabah sababiyah adalah ‘ashabah yang disebabkan karena membebaskan budak, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اَلْوَلاَءُ لِمَنْ أَعْتَقَ.
“Hak wala’ adalah milik orang yang memerdekakan budaknya.”[4]
Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اَلْوَلاَءُ لَحْمُةٌ كَلَحْمَةِ النَّسْبِ.
“Wala’ adalah (pertalian) daging bagaikan (pertalian) daging karena nasab.”[5]
Seorang budak yang dimerdekakan tidak dapat mewarisi kecuali jika ‘ashabah dari nasab (keturunan) tidak ada, dan tidak ada bedanya apakah yang memerdekakan laki-laki ataupun perempuan.
Dari ‘Abdullah bin Syadad dari Bintu Hamzah, ia berkata,
مَاتَ مَوْلاَيَ وَتَرَكَ ابْنَةً فَقَسَمَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَالَهُ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنَتِهِ فَجَعَلَ لِي النِّصْفَ وَلَهَا النِّصْفَ.
“Budakku meninggal dunia dan ia meninggalkan seorang anak perempuan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi hartanya antara diriku dan anak perempuannya, beliau memberikan seperdua untukku dan seperdua lagi untuknya.”[6]
Adapun ‘ashabah nasabiyah ada tiga golongan;
1. ‘Ashabah bi nafsih, mereka adalah ahli waris laki-laki, kecuali az-zauj (suami) dan waladul umm (anak laki-laki seibu).
2. ‘Ashabah bi ghairihi, mereka adalah anak-anak perempuan dan cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki, serta saudara-saudara perempuan sekandung dan saudara-saudara perempuan seayah, maka setiap orang dari mereka mendapatkan ‘ashabah bersama saudara laki-lakinya, ia mendapatkan setengah bagian laki-laki.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَإِن كَانُوا إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۗ
“… Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan…” [An-Nisaa/4: 176]
3. ‘Ashabah ma’al ghair, mereka adalah saudara-saudara perempuan bersama anak-anak perempuan.
Sebagaimana hadits Ibnu Mas’ud:[7]
وَمَا بَقِيَ فَلِلأُخْتِ.
“Maka sisanya adalah bagian saudara perempuan.”
HAJB DAN HIRMAN [8]
Definisi Hajb dan Hirman
Al-hajb ( اَلْحَجْبُ ) secara bahasa berarti al-man’u (اَلْمَنْعُ , terhalang). Yang dimaksud di sini adalah terhalangnya orang tertentu dari seluruh bagian warisannya atau sebagiannya saja karena adanya orang lain.
Adapun al-hirman yang dimaksud di sini adalah terhalangnya seseorang tertentu dari bagian warisannya disebabkan adanya maani’ (penghalang) dari mawani’ul irtsi (penghalang-penghalang warisan) seperti pembunuhan dan penghalang-penghalang yang lainnya.
Macam-Macam Hajb
Hajb ada dua macam; (1) hajb nuqshan dan (2) hajb hirman.
Hajb nuqshan adalah berkurangnya (bagian) warisan salah seorang ahli waris karena adanya ahli waris yang lain, dan ini terjadi pada lima orang:
- Suami terhalang dari setengah harta warisan menjadi seper-empat, tatkala ada anak.
- Isteri terhalang dari menerima seperempat harta warisan menjadi seperdelapan ketika ada anak.
- Ibu terhalang dari menerima sepertiga harta warisan menjadi seperenam, ketika ada al-far’ul warits (anak turun si mayit).
- Bintu ibn (cucu perempuan dari anak laki-laki).
- Ukhtun li-ab (saudara perempuan seayah)
Adapun hajb hirman yaitu terhalangnya seluruh warisan dari seseorang karena adanya orang lain, seperti terhalangnya warisan saudara laki-laki (al-akh) ketika ada anak laki-laki (al-ibn). Hajb jenis ini tidak bisa masuk dalam warisan enam golongan dari ahli waris, akan tetapi mereka bisa terhalang dengan hajb nuqshan, dan mereka adalah:
1,2. Abawaan, yaitu al-ab (ayah) dan al-umm (ibu)
3,4. Waladaan, yaitu al-ibn (anak laki-laki) dan al-bint (anak perempuan)
5,6. Zaujaan, yaitu suami dan isteri.
Sedangkan hajb hirman masuk kepada ahli waris selain mereka (yang enam di atas).
Dan hajb hirman berdiri di atas dua asas:
Pertama: Bahwa setiap orang yang berhubungan dengan mayit dengan (perantara) seseorang, maka ia tidak mendapatkan warisan ketika orang tersebut (yang menjadi perantaranya) ada, seperti ibnu ibn (cucu laki-laki) maka ia tidak akan mendapatkan warisan ketika ada ibn (anak laki-laki), (hukum ini berlaku) untuk selain auladul umm (saudara seibu) karena sesungguhnya mereka menerima warisan bersama ibunya padahal mereka berhubungan dengan mayit dengan (perantara)nya.
Kedua: Orang yang lebih dekat didahulukan daripada orang yang lebih jauh, maka ibn (anak laki-laki) menghalangi ibnu akh (anak laki-laki dari saudara laki-laki). Dan apabila mereka sama dalam derajatnya maka ditarjih dengan kekuatan kekerabatannya seperti saudara kandung menghalangi saudara seayah.
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1] Fiq-hus Sunnah (III/437).
[2] Telah disebutkan takhrijnya
[3] Fiq-hus Sunnah (III/437).
[4] Telah disebutkan takhrijnya
[5] Telah disebutkan takhrijnya
[6] Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 221)], Sunan Ibni Majah (II/913, no. 2734), Mustadrak al-Hakim (IV/66)
[7] Telah disebutkan takhrijnya
[8] Fiq-hus Sunnah (III/440-441)
- Home
- /
- A9. Alwajiz7 Kitab Wasiat...
- /
- Ashabah, Hajb Dan Hirman