Hukum Mengusap Kain Penutup Kepala Saat Mandi Junub
HARUSKAN MERESAPKAN AIR KE DALAM KULIT KEPALA DALAM MANDI JUNUB?
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita yang junub lalu mandi wajib, apakah ia harus mencuci rambutnya hingga air masuk dan menyentuh kulit kepalanya ?
Jawaban
Mandi junub atau mandi wajib lainnya memiliki beberapa kewajiban yang diantaranya adalah sampainya air ke bagian tumbuhnya rambut, kewajiban ini berlaku bagi kaum pria maupun wanita, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Dan jika kamu junub maka mandilah“. [Al-Maidah/5 : 6]
Maka tidak boleh bagi wanita hanya sekedar mencuci rambutnya saja, akan tetapi wajib baginya untuk mengalirkan air itu hingga ke tempat tumbuhnya rambut termasuk kulit kepala, akan tetapi bila rambutnya itu berlilit, maka tidak wajib membukanya, hanya saja ia wajib mengalirkan air pada setiap lilitan rambut, yang dengan meletakkan lilitan itu dibawah tuangan air, kemudian rambut itu diperas hingga air masuk ke seluruh rambutnya.
[Fatawa wa Rasa’il Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 4/226]
HUKUM MENGUSAP KAIN PENUTUP KEPALA SAAT MANDI JUNUB
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Apa hukumnya seorang wanita yang mengusap kain penutup kepalanya saat mandi junub ?
Jawaban
Merupakan suatu hal yang sudah diketahui dari pendapat para ulama, bahwa dalam syariat Islam yang suci ini telah ada ketetapan mengenai mengusap khuf dan mengusap kain penutup kepala bagi rambut wanita dan pria ( seperti telekung, jilbab ataupun sorban bagi laki-laki, pent), bahwa hal ini tidak dibolehkan dalam mandi junub menurut ijma para ulama, dan hanya dibolehkan dalam berwudhu berdasarkan hadits Shafwan bin Assal Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah memerintahkan kami, jika kami dalam safar hendaknya kami tidak melepaskan khuf (sepatu yang melebihi mata kaki) kami selama tiga hari dan tiga malam kecuali jika kami junub, akan tetapi mengusap khuf itu dibolehkan setelah buang air besar, buang air kecil, atau bangun dari tidur”. Tidak diragukan lagi bahwa syari’at Islam adalah syari’at yang amat mudah serta bertoleransi, tapi membasuh kepala dalam mandi janabat itu bukan suatu yang sulit sekali, karena saat Rasulullah ditanya Ummu Salamah tentang mandi junub dan mandi haid dengan berkata :
عن أم سلمة رضي الله عنها قالت: قلت: يا رسول الله، إنِّي امرأة أَشُدُّ ضَفْرَ رأسي فَأَنْقُضُهُ لغُسل الجَنابة [وفي رواية: والحَيْضَة]؟ قال: «لا، إنَّما يَكْفِيك أن تَحْثِي على رأْسِك ثلاث حَثَيَاتٍ ثم تُفِيضِينَ عليك الماء فَتَطْهُرين».
Dari Ummu Salamah –raḍiyallāhu ‘anhā- ia berkata, Aku berkata,”Wahai Rasulullah, sesunguhnya aku mengikat rambut kepalaku, apakah aku harus melepaskan ikatan rambut itu saat mandi junub dan saat mandi haidh?” maka Rasulullah bersabda. “Sesungguhnya cukup bagi kamu menuangkan air sebanyak tiga tuangan di atas kepalamu kemudian kamu membasuh seluruh tubuhmu dengan air, maka (dengan demikian) kamu telah bersuci” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya].
Hadits ini menunjukkan bahwa beliau menganjurkan kepada kaum wanita yang mendapatkan kesulitan untuk membasuh rambut mereka dalam mandi junub untuk menuangkan air di atas kepalanya sebanyak tiga kali, sehingga air tersebut mengenai setiap rambut tanpa harus melepaskan ikatan rambut atau mengubah susunan rambut yang menyulitkannya dalam mandi junub, juga disertai keterangan tentang apa yang didapati mereka dari sisi Allah berupa pahala yang besar, kehidupan yang baik dan mulia serta kekal di alam Surga jika mereka bersabar serta konsisten dalam menjalankan hukum-hukum syari’at Allah. Akan tetapi dalam kondisi-kondisi darurat yang mana saat itu seseorang berhalangan untuk bisa membasahi seluruh bagian kepalanya karena terdapat suatu luka, penyakit ataupun lainnya, maka saat itu ia dibolehkan untuk mengusap kepalanya saat bersuci, baik dari hadast besar maupun kecil. Demikian ini jika kondisinya mengharuskan semacam itu dan tidak terbatas waktunya, yakni dibolehkan demikian selama dibutuhkan, demikian berdasarkan hadits Jabir tentang seorang pria yang dikepalanya terdapat luka, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya.
“Hendaknya ia membalut lukanya dengan sepotong kain kemudian hendaknya ia mengusapkan di atas kain itu lalu membasuh seluruh anggouta tubuhnya” [Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya]
Dan di antara hal yang sebaiknya diingatkan ketika menghadapi masalah atau bingung mengenai hukum, terutama terhadap orang-orang yang cenderung terhadap Islam, hendaknya dikatakan kepada mereka bahwa Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci dan pengekangan syahwat, dan bahwa sesungguhnya ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya itu adalah untuk menguji mereka serta untuk mengetahui siapa yang terbaik amalnya di antara mereka, sebab untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk mendapatkan Surga-Nya bukanlah sesuatu yang mudah dan tanpa kesulitan, akan tetapi hal itu akan bisa didapati dengan kesabaran dan perjuangan melawan hawa nafsu, bersusah payah dalam mendapatkan ridha Allah adalah salah satu jalan untuk menghindari murka Allah dan siksa-Nya, sebagai mana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا
” Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan bagimu, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya“. [Al-Kahfi/18 : 7]
Juga firman-Nya.
ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
” Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun“. [Al-Mulk/ :” 2] dan firman-Nya pula.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتّٰى نَعْلَمَ الْمُجٰهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصّٰبِرِيْنَۙ وَنَبْلُوَا۟ اَخْبَارَكُمْ
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar diantara kamu ; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu“. [Muhammad/47 : 31]
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang bermakna dengan ayat-ayat tersebut, kita memohon kepada Allah untuk menjadikan kita semua sebagai penyeru kepada petunjuk. Semoga Allah senantiasa memperbaiki keadaan kaum Muslimin, menganugrahkan kepada semuanya berupa pemahaman tentang penciptaan mereka dan memperbanyak pula penyeru-penyeru kebenaran, sesunguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Asy-Syaikh Ibnu Baaz, 6/237]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 23-25 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah1 Thaharah...
- /
- Hukum Mengusap Kain Penutup...