Kemudahan Ajaran Islam Dalam Hal Puasa

ALASAN-ALASAN YANG MEMBOLEHKAN SESEORANG UNTUK TIDAK BERPUASA PADA SIANG HARI DI BULAN RAMADHAN

Pendahuluan
KEMUDAHAN AJARAN ISLAM DALAM HAL PUASA
Perbedaan antara hukum buatan manusia dengan hukum buatan Rabb mereka sama seperti perbedaan antara manusia dengan Rabb mereka.

Oleh karena itu, hukum buatan manusia yang diperuntukkan bagi manusia itu memiliki banyak kekurangan, bengkok, terkadang berlebihan, terkadang mengabaikan banyak hal, ter-kadang benar dan tidak jarang salah. Sedangkan hukum buatan Rabb Yang Mahabijaksana lagi Mahamengetahui datang dengan memenuhi segala kebutuhan manusia, memperbaiki kehidupan mereka, meluruskan kebengkokan yang ada pada diri mereka, dengan tetap memperhatikan kelemahan dan unsur kemanusiaannya serta berbagai keadaan yang mempengaruhinya.

Dari sini muncul kemudahan dan toleransi Islam di seluruh syari’at-Nya. Alhamdulillaah, syari’at yang diberikan kepada kita mengungguli seluruh syari’at agama samawi lainnya, di mana ia tidak membebani para penganut (syari’at Islam) dan yang bernaung padanya dengan hal-hal yang tidak mereka mampu. Dengan demikian, pondasi dasarnya adalah pemberian kemudahan dan keringanan serta peniadaan kesulitan.

Bagi orang yang mau menganalisa sumber syari’at ini, niscaya dia akan mendapatkan makna yang jelas dan terang. Dengan demikian, nash-nash dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabawi yang membahas makna ini terbagi menjadi lima bagian.[1]

Pertama: Dalil Tentang Peniadaan Kesulitan
Di antaranya firman Allah Ta’ala:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tua kalian, Ibrahim.” [Al-Hajj/22: 78]

Kedua: Dalil yang Menunjukkan Pemberian Kemudahan dan Keringanan
Di dalamnya tidak mengandung penentuan terhadap pe-niadaan kesulitan, seperti firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Dan juga firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” [An-Nisaa’/4: 28]

Ketiga: Penjelasan Mengenai Toleransi Agama Islam dan Kemudahan yang Diberikannya.
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat pengasih dan penyayang kepada umatnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Baca Juga  Macam-Macam Puasa

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [At-Taubah/9: 128]

Keempat: Kekhawatiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Memberatkan Umatnya
Sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:

“لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ.”

“Kalau bukan aku takut memberatkan umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak…”[2]

Kelima: Para Sahabat Diperintahkan untuk Memberi Keringanan dan Dilarang Mempersulit
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ؟ اِقْرَأْ  :سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى  وَالضُّحَى.”

“Wahai Mu’adz, apakah Engkau ingin menebar fitnah? Bacalah: ‘Sabbihisma Rabbikal a’laa,’ ‘wal laili idzaa yaghsyaa,’ ‘Wadhdhuhaa.’[3]

Allah Ta’ala berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak meng-hendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Inilah kaidah besar dalam taklif ‘aqidah ini secara keseluruhan, di mana ia sangat mudah dan tidak ada kesulitan sama sekali padanya. Ia memberikan inspirasi kepada hati yang dirasa dengan sangat mudah dalam menjalani kehidupan ini secara keseluruhan, serta mewarnai jiwa orang muslim dengan karakter khusus yang penuh dengan toleransi yang tidak membebani dan tidak juga mengandung ketidaksempurnaan. Sebuah toleransi yang bersamanya semua taklif, kewajiban, dan semangat hidup mulia dijalankan. Seakan-akan ia merupakan aliran air yang mengalir dan pertumbuhan pohon yang tumbuh membesar dengan penuh ketenangan, kepercayaan diri, keridhaan, disertai rasa mendapat rahmat Allah Ta’ala yang terus-menerus dan kehendak-Nya adalah kemudahan, bukan kesulitan terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman…”

Pengantar Tentang Beberapa Alasan yang Membolehkan Seseorang untuk Tidak Berpuasa
Puasa merupakan ibadah yang cukup berat, dalam menjalankannya membutuhkan ketegaran dan kesabaran. Sebagian orang tidak sanggup menjalankannya. Dan untuk menjalankan Sunnah Islam yang berdiri di atas kemudahan dan peniadaan kesulitan dari umat manusia, maka Allah Azza wa Jalla memberikan keringanan kepada sebagian hamba-Nya untuk meninggalkan puasa serta membolehkan mereka untuk tidak berpuasa sebagai bentuk kasih sayang yang Dia berikan kepada mereka sekaligus sebagai upaya memberikan keringanan kepada mereka.

Baca Juga  Lailatul Qadar

Allah Ta’ala berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Allah جل وعلا telah memberikan keringanan kepada orang yang sakit, orang yang sedang melakukan perjalanan (musafir), orang yang sudah tua, wanita haidh, wanita yang sedang nifas, wanita hamil, wanita menyusui, dan lain-lain. Mereka itulah orang-orang yang boleh untuk tidak berpuasa dengan sengaja pada siang hari di bulan Ramadhan. Bahkan di antara mereka ada yang harus berbuka dan diharamkan baginya berpuasa, seperti wanita yang sedang haidh dan wanita yang sedang menjalani masa nifas. Ditambah lagi dengan orang yang makan dan minum karena lupa pada saat sedang berpuasa dan juga yang lainnya. Hal tersebut akan kami jelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, insya Allah.

[Disalin dari buku “Meraih Puasa Sempurna”,  Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
_____
Footnote
[1] Ash-Shaum wal Ifthaar li Ash-haabil A’dzaar, Dr. Faihan al-Muthiri, hal. 21.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat kitab Shahiih Muslim (I/151).
[3] Diriwayatkan oleh Muslim. Lihat Shahiih Muslim (II/42).

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah5 Puasa...
  4. /
  5. Kemudahan Ajaran Islam Dalam...