Penguasa yang Tidak Berhukum Kepada Kitabullah

HUKUM TAAT KEPADA PENGUASA YANG TIDAK BERHUKUM KEPADA KITABULLAH DAN SUNNAH RASULNYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Tentang apakah hukum taat kepada penguasa yang tidak berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jawaban.
Ketaatan kepada penguasa yang tidak berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya hanya wajib dilakukan pada selain berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya namun tidak wajib memeranginya karena hal itu bahkan tidak boleh kecuali bila sudah mencapai batas kekufuran, maka ketika itu wajib menentangnya dan dia tidak berhak ditaati kaum muslimin.

Dan berhukum kepada selain apa yang ada di dalam Kitabullah dan Sunnah RasulNya mencapai tingkat kekufuran bila mencukupi dua syarat:

  1. Mengetahui hukum Allah dan RasulNya. Jika dia tidak mengetahuinya, maka tidak kafir karena menyelisihinya.
  2. Faktor yang mendorongnya berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah adalah keyakinan bahwa ia adalah hukum yang tidak relevan lagi dengan masa dan yang selainnya lebih relevan lagi darinya dan lebih berguna bagi para hambaNya.

Dengan dua syarat ini, berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah adalah merupakan kekufuran yang mengeluarkan dari agama ini. Hal ini berdasarkan firmanNya,

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” [Al-Ma’idah/5 : 44]
.
Wewenangnya sebagai penguasa menjadi batal, manusia tidak boleh lagi taat kepadanya, wajib memerangi dan mendongkel kekuasaannya.

Sedangkan bila dia berhukum kepada apa yang diturunkan Allah sementara dia meyakini bahwa berhukum kepadanya adalah wajib dan lebih memberikan maslahat bagi para hambaNya akan tetapi dia menyelisihinya karena terdorong hawa nafsu atau ingin berbuat kezhaliman terhadap orang yang dijatuhi hukuman; maka dia bukan kafir akan tetapi sebagai orang yang fasiq atau zhalim, wewenangnya masih berlaku, menaatinya pada selain berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya masih wajib, tidak boleh memerangi atau mendongkel kekuasaannya dengan paksa (kekuatan) dan tidak boleh pula membangkang terhadapnya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang pembangkangan terhadap para pemimpin umat kecuali kita melihat kekufuran yang nyata sementara kita memiliki bukti berdasarkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala

Baca Juga  Apakah Wanita Dibolehkan Menjadi Pemimpin?

(Majmu’ Fatawa Wa Rasa’ il Syaikh ibn Utsaimin, Juz.ll, h. 147-148)

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama. Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia, Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]

  1. Home
  2. /
  3. A8. Politik Pemikiran Salafiyyun...
  4. /
  5. Penguasa yang Tidak Berhukum...