Bersiwak dan Bersalaman Saat Khutbah, Do’a Muadzin, Yasinan
BERSIWAK PADA SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG
Oleh
Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
Sebagian jama’ah ada juga yang mengeluarkan siwak dari sakunya yang kemudian bersiwak pada saat dia tengah mendengarkan khutbah Jum’at. Dan ini merupakan suatu hal yang salah, karena ia dapat melengahkan diri dari khutbah. Dan tindakan sia-sia pada saat itu benar-benar dilarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَـا
“Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah lengah (berbuat sia-sia)”[1]
Dan diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَـى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ، وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa berwudhu’ lalu dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian dia mendatangi shalat Jum’at, dilanjutkan dengan mendengar dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa yang dilakukan antara hari itu sampai pada hari Jum’at berikutnya dan ditambah dengan tiga hari. Dan barangsiapa memegang (bermain-main kerikil) maka sialah-sialah Jum’at-nya.”[2]
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang jayyid dan dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib, dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, ‘Abdullah bin Mas’ud pernah memasuki masjid ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berkhutbah. Lalu ia duduk di samping Ubay bin Ka’ab. Kemudian dia bertanya kepada Ubay tentang sesuatu atau mengajaknya berbicara tentang sesuatu, tetapi Ubay tidak menjawabnya. Ibnu Mas’ud mengira Ubay marah. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalatnya, Ibnu Mas’ud berkata, “Wahai Ubay, apa yang menghalangimu untuk memberi jawaban kepadaku?”
Dia menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak menghadiri shalat Jum’at bersama kami.”
“Memangnya kenapa?” tanya Ibnu Mas’ud.
Ubay menjawab, “Engkau telah berbicara sementara Nabi tengah berkhutbah.”
Maka Ibnu Mas’ud berdiri dan masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menceritakan hal tersebut kepada beliau, maka beliau pun bersabda, “Ubay benar, Ubay benar, taatilah Ubay.”[3]
BERSALAMAN SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG
Di antara kesalahan yang tersebar luas di antara kaum muslimin adalah bersalaman saat khutbah Jum’at tengah berlangsung. Di mana Anda bisa dapatkan seseorang yang menyalami orang di sampingnya. Dan jika dia melihat orang yang dikenalnya, maka dia akan memberikan isyarat tangan kepadanya. Semuanya itu dilakukan saat khatib tengah berada di atas mimbar sehingga dikhawatirkan hal itu dapat melengahkan dan dapat mengurangi pahala Jum’at dan berubah menjadi shalat Zhuhur saja. Hal tersebut didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah yang dinilai hasan oleh al-Albani dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
مَنْ لَغَا وَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا.
“Barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka shalat Jum’atnya itu menjadi shalat Zhuhur baginya.”[4]
DO’A MUADZIN YANG DIUCAPKAN DENGAN SUARA KERAS DI ANTARA DUA KHUTBAH[5]
Di antara bid’ah-bid’ah lama dan yang masih tetap ada sampai sekarang di beberapa masjid adalah tindakan muadzin yang mengangkat suaranya tinggi-tinggi untuk mengucapkan do’a saat khatib duduk di antara dua khutbah. Padahal semuanya itu salah, dan sebagai bid’ah yang diada-adakan serta tidak boleh dilakukan.
Di antara orang yang secara lantang menyebut hal tersebut sebagai bid’ah adalah Ibnu Najim al-Hanafi[6], Syaikh Muhammad Sa’ad al-Hanafi[7], dan Syaikh Muhammad Abduh al-Mishri.[8]
MEMBACA SURAT AL-IKHLAS SERIBU KALI PADA HARI JUM’AT
Di antara umat Islam ada orang yang membaca surat al-Ikhlash sampai 1000 kali pada hari Jum’at. Dalam melakukan hal tersebut, dia menyebutkan satu hadits: “Barangsiapa yang membaca: Qul Huwallaahu Ahad seribu kali berarti dia telah membeli dirinya dari Allah.”[9] Ini adalah hadits makdzub (dusta). Al-Albani telah menghimpun jalan-jalan hadits ini di dalam kitab, Sil-silah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah. Dia mengatakan, “Maudhuu’ (palsu).”
MEMBACA AL-MU’AWWIDZAAT SETELAH SHALAT JUM’AT SEBANYAK TUJUH KALI
Di antara mereka ada juga yang membaca al-mu’awwidzaat (surat al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Naas) setelah shalat Jum’at sebanyak 7 kali. Dalam melakukan hal tersebut, mereka menyebutkan satu hadits, yaitu: “Barangsiapa membaca setelah shalat Jum’at: Qul Huwallaahu Ahad, Qul A’uudzu bi Rabbil Falaq, dan Qul A’uudzu bi Rab-bin Naas sebanyak 7 kali, maka dengannya Allah akan melindunginya dari keburukan sampai datang Jum’at berikutnya.”
Ini merupakan hadits dha’if dan mengamal-kannya merupakan bid’ah.
Di dalam kitab, Dha’iiful Jaami’, Syaikh al-Albani mengatakan, “Dha’if.” Diriwayatkan oleh Ibnus Sunni dari ‘Aisyah.[10]
MEMBACA SURAT YAASIIN PADA MALAM JUM’AT
Yang juga termasuk perbuatan bid’ah adalah berkeinginan untuk selalu membaca surat Yaa-siin pada malam Jum’at. Dalam hal itu, mereka menyebutkan satu hadits: “Barangsiapa membaca surat Yaasiin pada malam Jum’at, maka akan diberikan ampunan kepadanya.”
Syaikh al-Albani rahimahullahu mengatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Ashbahani dan ia dha’if jiddan (sangat lemah sekali).”[11]
MEMBACA SURAT ALI ‘IMRAN PADA HARI JUM’AT
Yang juga termasuk bid’ah adalah upaya mereka untuk selalu membaca surat Ali ‘Imran pada hari Jum’at. Dalam hal itu mereka mendasarkan pada hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa membaca surat yang di dalamnya disebut Ali ‘Imran pada hari Jum’at, maka Allah dan Malaikat-Nya akan bershalawat atas dirinya sampai terbenam matahari.”
Al-Albani rahimahullahu mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Ausath dan al-Kabiir, yang ia berstatus maudhu’.” [12]
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa’ asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 857).
[2] Diriwayatkan Muslim di dalam kitab al-Jumu’ah, bab Fadhli man Istama’a wa Anshata fil Khuthbah (no. 857).
[3] Hasan: Diriwayatkan Abu oleh Ya’la dan dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 721).
[4] Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah. Dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 720).
[5] Lihat kembali kitab Akhthaa’ al-Mushalliin lil Munsyawi (no. 151).
[6] Di dalam kitab, al-Bahrur Raa-iq (II/156).
[7] Ahsanul Ghaayaat (no. 129).
[8] Al-Fataawaa yang dinukil dari ad-Diinul Khaalish (IV/311).
[9] Maudhuu’, kitab Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (VI/332, no. 2812).
[10] Dha’iiful Jaami’ (5764).
[11] Dha’if jiddan. Hal itu disampaikan oleh Syaikh al-Albani di dalam kitabnya, Dha’iif at-Targhiib (no. 450).
[12] Maudhuu’: Dha’iif at-Targhiib (no. 451).
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
- /
- Bersiwak dan Bersalaman Saat...