Merelakan Hutang Dengan Niat Zakat
ZAKAT PIUTANG (UANG YANG DIPINJAMKAN KEPADA ORANG LAIN)
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya mempunyai piutang pada salah seorang kawan, apakah saya harus menzakatinya?
Jawaban
Jika piutang milikmu berada pada orang-orang yang mudah membayar, kapanpun anda memintanya dia akan meberikan kepadamu apa yang menjadi hakmu, maka anda harus menzakatinya setiap kali genap setahun. Seolah-olah uang itu ada padamu, padahal ada pada mereka sebagai amanat. Adapun jika orang yang memiliki utang tersebut kesulitan sehingga tidak dapat membayarnya kepadamu, atau tidak mengalami kesulitan tetapi mengulur-ngulur pembayaran dan anda tidak dapat mengambil darinya, maka pendapat ulama yang shahih ialah bahwa anda tidak wajib membayar zakatnya hingga anda menerimanya dari pihak pengutang yang mengulur-ngulur pembayaran atau mengalami kesulitan tersebut.
Jika anda telah menerimanya, anda menunggu setahun dan membayar zakat sesudah genap setahun sejak anda menerimanya. Jika anda menunaikan zakat untuk setahun saja dari sekian tahun sebelumnya yang berada pada orang yang kesulitan atau orang yang menunda-nunda pembayaran, maka tidak mengapa. Ini pendapat sebagian ahli ilmu. Tetapi anda tidak wajib, melainkan pada masa yang akan datang, sejak anda menerima harta tersebut dari orang yang kesulitan atau orang yang menunda-nunda membayar utang, dan anda menunggu setahun. Setelah genap setahun anda wajib menzakatinya. Inilah pendapat yang dipilih.
TIDAK BOLEH MENGGUGURKAN HUTANG DAN MENGHITUNGNYA SEBAGAI ZAKAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya mempunyai kerabat yang fakir serta sangat membutuhkan, dan kami memberikan kepadanya dari zakat harta kami setiap tahun. Beberapa waktu yang lalu saya telah memberikan kepadanya sejumlah uang diluar waktu zakat (sebagai pinjaman), tetapi sampai sekarang ia tidak mampu mengembalikannya kepada kami kendatipun telah berlangsung sekian tahun lamanya.
Pertanyaan kami : “apakah boleh kami membebaskan utangnya tersebut, dengan menganggapnya sebagai zakat yang akan kami berikan tahun ini insya Allah?.
Jawaban
Yang benar tidak boleh membebaskan utang yang menjadi tanggungan si peminjam, ketika merasa putus asa terhadapnya atau keterlambatannya, disertai dengan niat bahwa penghapusan tersebut sebagai zakat. Karena zakat adalah harta yang dibayarkan kepada kaum fakir karena kekafirannya dan kebutuhan mereka. Tetapi jika dia diberi zakat lalau ia mengembalikannya kepada orang yang berhak, untuk melunasi tanggungannya, maka itu boleh… jika disitu tidak ada kesengajaan atau pemihakan (nepotisme).
[Disalin dari buku Fatawa Az-Zakah, edisi Indonesia Fatwa Seputar Zakat, Penyusun Muhammad Al-Musnid, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag, Penebit Darul Haq, Cetakan I Sya’ban 1424H]
HUKUM MERELAKAN HUTANG DENGAN NIAT ZAKAT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Pertanyaan.
Bolehkah merelakan hutang kepada yang berhutang dan apakah hal itu termasuk zakat?
Jawaban
Hukumnya tidak boleh, karena Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka.. [at-Taubah/9:103]
Dan mengambil harus ada yang diserahkan dari orang yang diambil darinya. Dan disebutkan dalam hadits:
قال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ إِلَى فُقَرَائِهِمْ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang yang kaya dari mereka, lalu diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka.”[1]
Sabda nabi : “yang diambil dari orang-orang yang kaya dari mereka, lalu diberikan…” maka harus ada serah terima, dan dalam merelakan hutang tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut. Karena apabila seseorang menggugurkan hutang dari zakat benda yang ada di tangannya, maka seolah-olah ia mengeluarkan yang rusak sebagai pengganti yang baik, karena nilai hutang pada jiwa seseorang bukan seperti nilai benda. Sesungguhnya benda adalah miliknya dan ada di tangannya, dan hutang yang ada dalam tanggungan orang lain bisa datang dan bisa pula tidak pernah datang. Maka jadilah hutang itu bukan benda. Dan apabila kurang darinya maka tidak sah zakat dikeluarkan darinya karena nilainya yang kurang. Firman Allah Shubhanahu wa ta’alla :
قال الله تعالى : وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya...[al-Baqarah/2:267]
Dan contoh yang anda tanyakan: Jika seseorang harus mengeluarkan zakat sebanyak sepuluh ribu riyal, dan ia menagih hutang kepada seseorang yang fakir sebanyak sepuluh ribu riyal. Lalu ia pergi kepada laki-laki yang fakir itu seraya berkata: Saya merelakan hutangmu sepuluh ribu riyal dan ia adalah zakatku untuk tahun ini. Kami katakan: Ini tidak sah, karena tidak boleh menggugurkan hutang dan menjadikannya sebagai pengganti zakat benda karena alasan yang telah kami jelaskan. Masalah ini banyak yang salah dan melewati batas karena jahil (tidak tahu) darinya. Syaikhul Islam berkata: ‘Sesungguhnya tidak boleh menggugurkan hutang sebagai pengganti zakat benda tanpa ada perbedaan.’[2]
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Majmu’ Fatawa Wa Rasail 18/377.
[Disalin dari حكم الإعفاء من الدين بنية الزكاة Penulis Syaikh Muhammad al-Utsaimin Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2011 – 1432]
______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhari 1395 dan Muslim 19.
[2] Lihat: Majmu’ Fatawa 25/84.
ZAKAT PIUTANG PADA ORANG YANG KESULITAN MEMBAYAR
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Saya meminjamkan sejumlah uang kepada seseorang dan telah genap setahun, tetapi ia belum membayar, apakah saya membayar zakatnya ataukah menunggu sampai dia membayarnya, kemudian saya mengeluarkan zakat setahun saat menerima uang tersebut?
Jawaban
Selama piutang atau pinjaman anda pada seseorang yang kecukupan dan mendapat kemudahan serta anda dapat mengambilnya darinya kapan pun anda mau, maka harus dizakati setiap tahunnya. Karena uang tersebut tidak ubahnya sebagai amanat, baik anda menitipkan uang tersebut untuk meluaskannya atau karena anda tidak membutuhkannya.
Adapun jika piutang atau pinjaman tersebut ada pada orang yang kesulitan, orang yang suka menunda-nunda pembayaran, atau tidak mampu menetapi janjinya, maka yang dipilih dan yang rajih (kuat) ialah tidak ada zakatnya sampai anda menerimanya. Jika anda telah menerimanya, maka keluarkan zakatnya untuk setahun, meskipun berada di tangan-tangan peminjam selama beberapa tahun lamanya. Wallahu a’lam
[Disalin dari buku Fatawa Az-Zakah, edisi Indonesia Fatwa Seputar Zakat, Penyusun Muhammad Al-Musnid, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag, Penebit Darul Haq, Cetakan I Sya’ban 1424H]
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah8 Zakat
- /
- Merelakan Hutang Dengan Niat...