Hutang Tidak Menghalangi Zakat
HUTANG TIDAK MENGHALANGI ZAKAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada seorang yang berjualan barang-barang dagangan dengan cara mengambil barang-barang tersebut di sebuah perseroan asing secara kredit (hutang). Ketika barang-barang tersebut sudah mencapai haul (sudah tiba saatnya di zakati), dia masih punya hutang kepada perseroan tersebut dalam jumlah yang sangat besar, tapi belum jatuh tempo. Beberapa hari sebelum haulnya tiba, dia melunasi seluruh hutangnya dengan niat agar dia tidak membayar zakat dari hutang tersebut. Berdosakah niat yang ia lakukan tersebut?
Bagaimana cara pembayaran zakatnya apabila saat jatuh haul :
1. Jumlah seluruh barang dagangan yang disimpan sebesar 200.000 real
2. Jumlah hutang 300.000 real
3. Jumlah piutang 200.000 real
4. Uang simpanan di bank sebanyak 100.000 real
Apabila dia menunda pembayaran hutang tersebut sampai akhirnya tiba saat haul, lalu dia membayar hutangnya dengan uang simpanannya sendiri (bukan dengan uang hasil penjualan barang-barang terebut). Apakah pembayaran hutang tersebut bisa dianggap sebagai zakat?
Jawaban
Orang yang membayar hutang sebelum hutang tersebut tiba masa haulnya, maka dia tidak wajib membayar zakatnya dan hal itu diperbolehkan. Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahuanhu pernah memerintahkan kepada orang yang berhutang agar membayar hutangnya sebelum hutang tersebut mencapai haul. Begitu juga orang yang berhutang boleh menyegerakan membayar sebagian hutangnya setelah jatuh tempo. Ini merupakan pendapat yang paling shahih diantara pendapat para ulama. Karena hal ini mengandung maslahat (kebaikan) bagi orang yang berhutang dan yang berpiutang, serta hal itu jauh dari riba.
Adapun barang-barang dagangan yang berada di tangan anda, maka anda wajib mengeluarkan zakatnya apabila sudah sampai haul. Begitu juga tabungan anda yang berada di bank, anda wajib menzakatinya ketika tabungan tersebut sudah mencapai haul. Sedangkan harta anda yang berada di tangan orang lain (piutang) maka hal ini masih membutuhkan perincian lebih lanjut : Apabila anda masih mempunyai harapan bahwa harta tersebut akan kembali ke tangan anda, maka anda wajib menzakatinya apabila sudah sampai haul, karena harta tersebut tidak ubahnya seperti uang yang anda tabung di bank atau di tempat lain. Tetapi apabila anda tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan harta tersebut misalnya karena yang berhutang mengalami kebangkrutan, maka dalam hal ini anda tidak wajib menzakatinya. Demikianlah pendapat yang shahih di antara pendapat para ulama.
Sebagian ulama dalam hal ini berpendapat bahwa dia wajib menzakati piutangnya selama satu kali haul saja. Ini adalah pendapat yang bagus karena pendapat ini mengandung kehati-hatian akan tetapi hal ini tidak wajib, karena zakat itu merupakan kelebihan (dari suatu harta). Oleh karena itu tidak wajib zakat terhadap suatu harta yang belum diketahui apakah harta tersebut masih ada atau sudah hilang, misalnya seperti harta yang berada di tangan orang yang mengalami kebangkrutan atau dicuri orang, atau hilang atau binatang ternak yang tersesat dan lain-lain.
Adapun hutang yang menjadi tanggungan anda, maka anda harus mengeluarkan zakatnya apabila sudah mencapai haul, demikianlah pendapat yang lebih shahih dari para ulama. Dan harta (hutang) yang berada di tangan anda yang akan anda serahkan kepada orang yang berpiutang, lalu harta tersebut mencapai haul sebelum anda serahkan kepada orang yang berpiutang, maka harta tersebut masih harus dizakati dan anda-lah yang wajib mezakatinya. Karena harta tersebut telah mencapai haul ketika masih berada di tangan anda. Dan Allah tempat meminta tolong
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Abdillah Abdul Aziz, Penerbit At-Tibyan-Solo]
BOLEHKAH ORANG YANG BERHUTANG DENGAN CARA RIBA MENGAMBIL ZAKAT UNTUK MELUNASI HUTANGNYA
Pertanyaan
Aku telah mengambil pinjaman yang mengandung riba untuk membeli rumah, semoga Allah memaafkan aku. Aku sekarang sedang berusaha untuk melunasi hutangku melalui kerabat yang bersedia memberikan pinjamannya kepadaku. Tapi bantuan dari saudaraku terhenti setelah dia mengetahui bahwa pinjaman saya mengandung riba, apakah hal ini benar? Dia katakan bahwa dirinya akan terkena hukuman karena telah membantu saya. Saya sekarang menghadapi masa yang sulit karena hutang tersebut. Apakah kerabat saya itu akan dihukum karena memberikan pinjaman kepada saya untuk melunasi hutang riba saya?
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama: Kami mohon kepada Allah semoga mengampuni anda dan memaafkan apa yang pernah anda kerjakan. Karena riba termasuk dosa besar, ancaman terhadapnya tidak pernah diberikan kepada selainnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ . فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ .
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu”.[Al-Baqarah/2: 278-279]
Dari Jabir Radhiyallahu anhu dia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ ، وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang diberi makan, pencatat dan saksinya. Beliau berkata, “Mereka semuanya sama.” [HR. Muslim, no. 1598]
Kedua: Jika telah jelas anda melakukan transaksi riba dan telah bertekad untuk tidak kembali melakukannya serta menyesali hal tersebut, dan tidak mungkin anda menghindari bunganya karena peraturan menuntut anda untuk melunasi hutang anda dengan bunganya, maka tidak mengapa kerabat anda membantu anda untuk melunasi hutang tersebut, dan tidak ada dosa dalam hal ini, karena hal tersebut adalah tindakan mengatasi kesulitan saudara yang termasuk dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
من فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang mengatasi kesulitan seorang muslim, Allah akan atasi kesulitannya dengan sebab itu dari kesulitan hari kiamat” [HR. Bukhari, no. 2442 dan Muslim, no. 2580]
Karena, apabila pelunasannya terlambat, akan semakin bertambah bunga pinjamannya lebih besar. Membantu orang yang telah bertaubat untuk melunasinya bukan kemunkaran, juga bukan termasuk membantu kemungkaran sama sekali. Bahkan orang yang menolongnya dapat menyalurkan zakat hartanya kepada orang yang terlilit hutang, jika orang itu tidak memiliki apa-apa untuk melunasi hutangnya dari kelebihan kebutuhannya.
Para ulama telah menjelaskan bahwa orang yang berhutang karena sesuatu yang haram, jika dia bertaubat kepada Allah, tidak mengapa diberikan harta zakat untuk melunasi hutangnya.
Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang yang berhutang dengan cara haram, apakah boleh kita berikan zakat?”
Jawab: Jika dia bertaubat, maka boleh kita berikan. Tapi jika tidak, maka tidak boleh, karena hal itu berarti membantu orang dalam perkara haram. Karena kalau kita bantu dia akan berhutang lagi (dengan cara haram).” [Asy-Syarhul Mumti, 6/235]
Umar Sulaiman Al-Asyqar berkata, “Siapa yang meminjam dengan cara riba, maka tidak boleh melunasi utangnya dari jalur orang yang terlilit hutang dari harta zakat, kecuali jika dia bertaubat dan tidak akan kembali melakukan praktek riba.” [Abhats An-Nadwah Al-Khamisah Liqadaya Al-Mu’ashirah, hal. 210]
Wallahua’lam.
Disalin dari islamqa
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah8 Zakat
- /
- Hutang Tidak Menghalangi Zakat