Tekanan Jiwa (Stress)

TEKANAN JIWA (STRESS)

Kehidupan Manusia di masa lalu relatif stabil. Ketenangan adalah keseharian dalam mayoritas kehidupan mereka karena minimnya faktor-faktor yang mempengaruhi kejiwaan ketika itu.

  1. Tanggung jawab yang ditanggung ketika itu belum mengacaukan pikiran atau mempengaruhi aktivitasnya yang sederhana di perkebunan, rumah produksi atau di tempat perniagaan.
  2. Krisis kependudukan dan kemanusiaan ketika itu belum seperti keadaannya yang sekarang, di mana realita memaksa manusia menggunakan pola baru dalam berinteraksi dan memikul tanggung jawab.
  3. Rumah hunian dan perabotannya tidaklah seperti sekarang yang menghimpit, di mana sebagiannya bertumpuk dengan sebagian yang lain. Sebagaimana kondisi yang ada dibanyak negara di dunia.
  4. Bahkan musibah yang menimpa manusia  belumlah sehebat dan sedahsyat sekarang ini. Penyakit ketika itu belum lagi sekomlek dan dengan nama yang beraneka macam, yang menghantui manusia dan mengganggu kehidupannya, yang menjadikannya dibayang-bayangi ketakutan dan kecemasan, seiring lambatnya ditemukan obat penawarnya.
  5. Ketika itu peperangan tidak dapat membunuh ribuan manusia dalam waktu sekejap, sebagaimana teknologi dan instrumen perang yang ada seperti sekarang ini.
  6. Belum ada kejadian yang menelan korban mengerikan akibat kecelakaan lalu lintas baik darat, udara, air atau alat transportasi lain ketika itu.
  7. Dan di atas semua itu, krisis keuangan dan ekonomi membatasi manusia dan membalikkan keadaan berbagai umat dan bangsa dari kenikmatan dan kemewahan menjadi terpuruk dalam kefakiran dan kekurangan.

Serta perkara-perkara lain dari perubahan-perubahan, halangan-halangan dan problem yang berdampak negatif pada kehidupan manusia, yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan dan kekuatan potensialnya.

Itu artinya bahwa kemajuan teknologi yang disaksikan oleh dunia dan banyak berperan dalam memfasilitasi manusia, pada waktu yang sama justru memberatkan manusia itu sendiri dengan lebih banyak tanggung jawab dan kewajiban yang menyedot umur dan waktu mereka. Bahkan tak jarang datang bertubi-tubi sehingga tidak sanggup menghadapinya atau menyerah karena kontinuitasnya.

Dari sinilah mulai muncul tekanan kejiwaan (stres): yang berwujud pada ketidakmampuan dalam menghadapi tantangan atau memikul tanggung jawab yang sebenarnya terfasilitasi dan memiliki kemungkinan yang terbuka.

Dampak Stress (Tekanan Jiwa)
Sesungguhnya stres pada banyak keadaan menyebabkan penderitanya tidak stabil, yang pada akhirnya memunculkan dampak dan efek negatif dalam kehidupan dan pergaulannya. Di antara dampak yang terpenting adalah:

  1. Ada kalanya stres pada penderitanya melahirkan semacam prilaku kasar, keradikalan, kemarahan akan realita dan melihatnya dengan gelap mata. Ia berharap dapat keluar dari permasalahannya dan terkurangi tanggung jawabnya. Akan lebih parah jika tidak ada pendampingan yang dapat mengurangi sebagian beban dan kepedihannya.
  2. Stres menyebabkan menarik diri dan menjauh dari kehidupan, menjauh dari kenyataan, bahkan menjadikan penderitanya tenggelam dalam dunia khayal, terkendala dalam metode berpikir dan mencari solusi. Engkau dapati ia mendebat perkara dengan solusi filosofis yang rumit atau penafsiran yang ganjil yang tidak diterima oleh para pemikir dan orang kebanyakan.
  3. Tekanan jiwa mempengaruhi dalam bergaul dengan orang lain atau menjalin hubungan dengan mereka. Dimana penderita tekanan jiwa akan sulit membangun hubungan dalam bertetangga, persahabatan dengan teman kerjanya, atau dengan siswa lain jika itu di sekolah, dengan orang banyak jika dia seorang pegawai, dengan para pegawai jika dia seorang kepala bagian atau direktur, juga dengan seluruh strata masyarakat di lingkungannya. Ia merupakan ancaman dalam membangun masyarakat, kepribadian dan lembaga sosial yang lebih maju, meningkat dan mumpuni.
  4. Stres (tekanan jiwa) memiliki pengaruh yang besar pada anggota tubuh penderita. Penyakit yang di derita kebanyakannya adalah cerminan dari hakikat kondisi kejiwaan yang tengah dialami penderita. Karenanya para dokter menyarankan pasiennya untuk menjauhi hal-hal yang menimbulkan gejolak kejiwaan. Terutama mereka yang terkena liver, gangguan jiwa, kolesterol, gangguan lambung, usus dan lain sebagainya. Karena kejiwaan memiliki peran yang penting dalam mengontrol penyakit-penyakit tersebut, baik dalam penyembuhan atau dalam memperburuk dan membuatnya semakin parah.
  5. Stres (tekanan jiwa) berpengaruh negatif dalam produktivitas kerja dan kreasi. Karena penderitanya kehilangan penyelaras dalam berinteraksi dengan berbagai hal. Buyar kekuatan dan kemampuan. Terlebih lagi tidak dapat konsekuen dalam mencapai tujuan dan mencapai target.
Baca Juga  Fatwa MUI : Hukum Alkohol Dalam Minuman

Obat Stres (Tekanan Jiwa)
Dikarenakan siapa pun dapat terkena tekanan jiwa, yang berdampak pada timbulnya masalah atau penyakit, sudah seharusnya diberikan terapi penyembuhan dan pengobatan yang dapat mencegah atau membatasi agar tidak menjangkit pada diri. Di antara penyembuhan dan terapinya:

1. Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan amal shaleh.
Firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.” [At-Thalaq/65: 2]

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” [At-Thalaq/65: 4]

Kisah tiga orang yang terjebak di dalam goa tidak asing bagi kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengeluarkan mereka dari keterjebakan ketika setiap mereka menyebutkan amalan saleh yang dikerjakan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan amal mereka itulah mereka bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong.
Karena dua hal ini dapat menguatkan dalam menghadapi berbagai problema dan tanggung jawab sehingga dapat tegar dan sukses menghadapinya. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Baqarah/2: 153]

Seorang sahabat Nabi, Hudzaifah Radhiyallahu anhu berkata, “Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi perkara pelik, beliau melaksanakan shalat.” [HR.Ahmad]

3. Husnuzon (berbaik sangka) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sadarilah bahwa Allah sematalah yang mengangkat kesulitan manusia. Sesungguhnya kesulitan meskipun berlangsung berlarut-larut senantiasa Allah iringkan dengan solusi dan kemudahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melalui lisan Nabi Ya’kub Alaihissallam:

 وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

Ÿ“…Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” [Yusuf/12: 87]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi:

أَنَا عِنْدَ ظَنَّ عَبْدِيْ بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” [HR.Turmudzi]

Benarlah perkataan seorang penyair:

Begitu pelik, tapi ketika aku kembalikan kepada Penciptaannya
Ia teratasi, padahal aku sangka tidak akan teratasi

4. Berzikir kepada Allah (mengingat Allah) dengan keyakinan, ucapan dan amal
Merupakan sebab untuk dapat keluar dari kemelut, memberi ketegaran jiwa dan ketenangan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra’d/13:28]

5. Kontinu senantiasa beristigfar (meminta ampun kepada Allah).
Sesungguhnya hal ini adalah salah satu dari sebab kebahagiaan dan ketenangan; sebagaimana ia dapat pula mengeluarkan dari bencana, menghilangkan kegalauan dan kegelisahan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ لَزِمَ الاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

“Siapa yang kontinu beristigfar, Allah akan jadikan pada setiap kegalauannya solusi dan dari setiap kesulitan jalan keluar serta akan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkan.” [HR.Abu Dawud, Ahmad dan Hakim]

Baca Juga  Hukum Mengkhususkan Diri Untuk Meruqyah Dan Menjadikannya Sebagai Pekerjaan Tetap

6. Kembali kepada Allah dengan berdoa, karena doa dapat menghilangkan kegelisahan dan mengeluarkan dari kesusahan.
Hal ini sebagaimana hadits Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu:
“Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk masjid. Beliau mendapati seorang lelaki Anshar, yang dipanggil Abu Umamah. Beliau berkata,
“Wahai Abu Umamah, aku tidak melihatmu duduk di masjid melainkan sedang shalat.”
“Kegelisahan dan hutang melilitku, wahai Rasulullah.” Jawabnya.
“Maukah aku ajarkan suatu kalimat, jika engkau katakan Allah akan menghilangkan kegelisahanmu dan melunaskan hutangmu?!” Tawar Rasulullah.
“Tentu wahai Rasulullah!” Jawab lelaki itu.
“Bacalah ketika pagi dan petang:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan. Aku berlindung kepadamu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepadamu dari kepengecutan dan kebakhilan. Aku berlindung kepadamu dari dari lilitan hutang dan penindasan orang.”  [HR.Abu Dawud]

Di antara doa Nabi Musa Alaihissallam kepada Allah agar dilapangkan dadanya, dimudahkan urusannya, dihilangkan kegelisahan dan kesedihannya, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui lisan Nabinya:

قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ – وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ

“Musa berkata: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku.” [Thâhâ/20:25-26]

7. Mengerjakan sebab-sebab yang dapat membantunya sukses dalam kehidupan lalu bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Meminta kepada-Nya agar dapat mencapai dan memperoleh hasil yang terbaik. Amal dan tawakal adalah dua hal yang saling berkaitan untuk menangkal tekanan jiwa dan efek negatif yang ditimbulkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ

“Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” [At-Thalaq/65: 3]

Siapa yang mencukupkan diri dengan Allah, tidak akan tersesat dan tidak akan celaka selamanya.

8. Tidak mengapa meminta bantuan para ahli dari dokter ahli jiwa atau selain mereka.
Terkadang keadaan seseorang terasa begitu menghimpit, ia dikuasai rasa gundah, gelisah, sedih dan merana yang mengakibatkan tekanan pada dirinya. Jika berkonsultasi kepada yang lain, itu akan membantunya membuka pintu penting yang membuka cercahan cahaya dengan izin Allah.

Ringkas pembicaraan: Bahwa tekanan jiwa pada akhirnya adalah buatan dan buah amal tangannya sendiri.

ذٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْكُمْ وَاَنَّ اللّٰهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِۚ

“(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Nya.” [ Ali Imrah/3: 182]

Karena timbulnya tekanan jiwa ini merupakan akibat dari kesalahan masa lalu yang bertumpuk dan membesar pada penderitanya. Dia tidak dapat mengolahnya dengan jalan yang benar hingga sampai pada puncaknya. Terasa begitu hebat di dalam diri dan memorak-porandakan harapan serta angan-angannya.

Setiap orang dapat mengalahkan tekanan ini dan menghindari pengaruh negatif yang timbul karenanya ketika sejak semula ia telah siap menghadapi berbagai tantangan yang dihadapinya. Hal itu diperoleh dari pendidikan imaniah (pendidikan keimanan) yang benar bagi generasi putra dan putri di rumah, masjid, sekolah, lembaga-lembaga bimbingan dan pusat-pusat pendidikan.

Karena seorang hamba ketika bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dapat merasakan keagungan serta penguasaan-Nya atas sesuatu pada satu sisi, juga merasakan akan kelembutan dan rahmat-Nya terhadap hamba-Nya dari sisi yang lain, dia tidak akan merasa khawatir akan kesulitan dan tantangan, bahkan menjalani dan menghadapinya dengan ketegaran dan kesuksesan.

[Disalin dari الضغوط النفسية Penulis Prof. Dr.Falih bin Muhammad As-Shaghir, Penerrjemah : Syafar Abu Difa, Editor : Eko Abu Ziyad, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 20102 – 1431]


  1. Home
  2. /
  3. A7. Wabah Penyakit dan...
  4. /
  5. Tekanan Jiwa (Stress)