Seputar Aturan dan Sistem Barat Tentang HAM (Hak Asasi Manusia)
SEPUTAR ATURAN DAN SISTEM BARAT TENTANG HAK ASASI MANUSIA DAN BAGAIMANA HUKUM MENJADIKANNYA SEBAGAI LANDASAN HUKUM
Pertanyaan
Aturan dan sistem Hak Asasi Manusia di dunia menyeru kepada keadilan dan persamaan sesama manusia, dan mencegah kedzaliman serta permusuhan antar sesama manusia dengan melindungi Ras dan Gen manusia, maka dalam hal ini dari sisi manakah penolakanserta pertentangan dengan prinsip-prinsip etika dan keluhuran, maka apakah ada pelarangan untuk bekerja sama dengannya? Meskipun sudah jelas bahwa prinsip-prinsipnya luhur dan mulia??
Jawaban
Alhamdulillah.
Yang pertama : Seyogyanya seorang Muslim tidak tergoda dan terpengaruh dengan sistem atau aturan negara Barat dan Eropa yang mengatas namakan “Hak Asasi Manusia” meskipun nampak dan secara kasat mata programnya untuk mengentaskan penderitaan orang-orang yang lemah dan tertindas, berjuang untuk melawan dan menghentikan penghinaan kemuliaan manusia didalam sel-sel penjara -dan secara umum program ini sangatlah bagus dan mulia- Akan tetapi sesungguhnya dibalik itu semua ada tujuan lain yang terselubung dan mengandung prinsip-prinsip serta pemikiran yang berusaha memporak-porandakan keutuhan keluarga, berupaya memojokkan Islam dan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam serta segenap para Nabi-Nabi Alaihimus Salaam yang lain, berusaha merongrong hukum Syari’at Islam yang menuntut penegakan dan pelaksanaan hukuman rajam bagi pezina, memerangi orang-orang yang murtad, dan potong tangan bagi pencuri dan koruptor—padahal penerapan hukum ini dilihat dari sisi penegakan Syari’ah dan penerapan pelaksanaan dilapangan amat minim sekali.
Kemudian sistem dan aturan inipun menggempur hukum-hukum syari’at Islam yang berkaitan dengan kaum wanita, diantaranya; didalam syari’at Islam seorang wanita harus mendapat persetujuan dari walinya apabila hendak melangsungkan pernikahan, perintah berhijab bagi para wanita muslimah, pelarangan ikhtilath dengan lawan jenis, dan banyak lagi hal lainnya yang diantara prinsip-prinsipnya berdalih pembebasan ummat manusia dari belenggu dan kekangan Syari’at Islam yang menjadikan mereka bebas menempuh dan menjalankan apa yang mereka kehendaki tidak terikat dengan adat-adat yang mulia juga tidak dengan hukum-hukum syari’at yang luhur.
Sesungguhnya ringkasan dari apa yang diseru oleh sistem dan aturan ini adalah :
- Agar ummat manusia melakukan apa yang mereka kehendaki dan menerapkan budi pekerti yang buruk; berkumpul dengan para kaum lesbi, para kaum homo dan para waria.
- Menganulir ajaran agama. Misal mereka mengatakan sesungguhnya di antara Hak Asasi manusia adalah kebebasan keluar dari agama jika ia menghendaki keluar dari ikatan agama dan menjadi kafir.
- Menyimpulkan segala sesuatu dengan akal fikirannya- meski hal itu berkaitan dengan cerita para Nabi-Nabi- dengan tanpa ada rasa takut dan malu.
- Mereka juga punya andil yang teramat besar dalam membebaskan kaum wanita khususnya wanita-wanita muda dari ikatan orang tua, suami dan agama mereka, agar menjadi orang yang sebebas-bebasnya seperti kebiasaan wanita muda di negara barat apabila umur mereka sudah mencapai tujuh belas tahun mereka bebas keluar rumah bahkan tinggal di apartemen sendiri.
Yang kedua : Ini sebagian pasal-pasal yang menjadi acuan media Internasional tentang hak asasi manusia, dan ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal : 10/12/1948 masehi, kami telah menukilkannya dari pernyataan-pernyataan mereka :
Pasal ke 2 :
“Setiap manusia memiliki hak untuk menikmati seluruh hak-hak dan kebebasannya yang disebutkan didalam pemberitaan ini, dengan tanpa membedakan dari jenis apapun, tanpa membedakan; dari kultur mana dia berasal, warna kulit, ras dan keturunan, bahasa, agama yang dianut, pendapat dan inisiatif, dari unsur politik atau non politik, pribumi atau non pribumi, status sosial, hartawan atau miskin, asal kelahiran atau dari kondisi apapun…
Pasal ke 18 :
“Setiap individu memiliki hak dalam kebebasan berfikir, mengutarakan pendapat, kebebasan beragama, dan terkandung dalam hak-hak ini : kebebasan dalam berganti agama atau ideologinya, kebebasan dalam menampakkan agama dan keyakinannya, menampakkan penghambaannya, mengekspresikan hobi dan kesukaannya, kebebasan menuntut ilmu apakah secara individu ataukah bersama komunitas, ditempat keramaian atau tempat yang sepi” .
Pasal ke 19 :
“Setiap individu memiliki hak untuk menikmati kebebasan berpendapat dan mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya. Termasuk dalam hak-hak ini : kebebasan dalam mengambil pendapat orang lain tanpa adanya tekanan dan keterpaksaan, kebebasan mencari dan menampung berita-berita, pemikiran-pemikiran ( meski berita dan pemikiran ini baik atau buruk ) lalu mentransformasi kepada orang lain tanpa memperhatikan batasan-batasan pelarangan dengan berbagai macam sarana.
Anggapan tentang Hak-hak dan kebebasan yang menyeru agar manusia medapatkan kepuasan sebebas-bebasnya dengan tanpa memandang asal agamanya, menjadikan orang yang bertauhid dan musyrik seimbang dalam Hak-hak dan kebebasan, menjadikan antara hamba Allah dan budak Syaitan dalam langkah dan tujuan yang sama, setiap penyembah batu atau berhala atau setiap individu sama dalam memberikan hak dan kebebasannya secara sempurna agar menikmati dan merasakan kepuasan akan kekufurannya dan penyelewengannya, dan hal ini dalam syari’at Allah jelas ditolak baik didunia maupun diakhirat. Allah Ta’ala berfirman :
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ . مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
“Apakah patut kami memperlakukan kaum Muslimin itu seperti orang-orang yang berdosa ( orang kafir ). Mengapa kalian (berbuat demikian) bagaimana kalian mengambil keputusan?” [Al Qalam/68 : 35-36]
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
“Layakkah kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan dimuka bumi? Atau pantaskah kami menganggap orang-orang yang bertaqwa sama dengan orang-orang yang jahat?” [Shaad/38 : 28].
أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِناً كَمَنْ كَانَ فَاسِقاً لا يَسْتَوُونَ
“Maka apakah orang yang beriman sama dengan orang yang fasik (kafir)? Tentu mereka tidak sama.” [As Sajdah/32 ; 18]
Jelas ini adalah seruan untuk menghapus hukum murtad dan kewajiban mengusung orang-orang yang murtad, seruan untuk menampakkan sifat dan syiar-syiar orang kafir dan menyeleweng, seruan untuk membuka peluang bagi siapa saja yang menginginkan untuk mengkritik Islam atau Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, dan dia juga memiliki kebebasan dalam mengkritik dan mengungkapkan apa yang ada dalam benak pikirannya tanpa adanya beban dan perlawanan.
Ini semua adalah prinsip-prinsip yang rusak meski semua ini sesuai dengan kehidupan, penilaian dan ideologi mereka; maka jelas sekali hal ini tidak layak dan tidak sesuai dengan kita, bertentangan dengan syari’at kita yang suci yang telah datang dengan hukum-hukum yang sesuai dan selaras dengan kehidupan individu atau masyarakat, pelopor akhlak dan budi pekerti yang mulia, menjaga; akal, kehormatan, badan dan harta benda, dan menuntun ummat manusia kepada agama yang dicintai dan diridloi oleh Allah Ta’ala.
Pasal ke 3 :
“Setiap individu memiliki hak hidup, hak kebebasan dan hak keamanan untuk dirinya”
Dapat dipahami dari konten materi ini bahwasannya sistem dan aturan-aturan itu menyeru untuk melindungi pelaku kejahatan dari hukuman mati, dan negara-negara yang menjalankan hukum rajam bagi para suami atau istri yang berzina, memerangi mereka yang berbuat kerusakan dimuka bumi mejadi senang dengan diberlakukannya aturan ini, maka timbullah kebanggaan tersendiri bagi aturan atau sistem ini karena telah memberikan banyak kepuasan bagi negara-negara tertentu dengan menghapuskan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan, perampasan dan kejahatan, dan hal ini sangat bertentangan dengan fitrah, akal sehat dan juga Syari’at, sebuah aturan dan sistem yang membuat nyaman bagi para pelaku kejahatan karena kehidupan mereka tidak terancam hukuman mati karena perbuatan mereka dan hal tersebut merupakan kerusakan dimuka bumi.
Mereka menyeru bahwa setiap individu “memiliki hak hidup dan hak kebebasan” apapun bentuk kehidupan dan kebebasannya meski kehidupannya bagaikan kehidupan binatang dan kebebasannya mengarah pada kerusakan, menebar penyakit, merongrong keamanan baik dalam tatanan keluarga maupun masyarakat.
Pasal ke 16 :
“1. Bagi pasangan muda dan mudi ketika keduanya sudah mendapati usia baligh keduanya memiliki hak bersuami-istri dan membina rumah tangga, tanpa adanya ikatan apapun; sebab gen, kebangsaan maupun agama, keduanya mempunyai kesamaan hak dalam bersuami-istri baik pada saat masih berlangsung perkawinannya maupun ketika sudah berpisah”.
Ini berarti membatalkan peran wali bagi mempelai perempuan yang dapat menjaga hak-hak perempuan tersebut dalam perkawinan, juga hak ikut serta bersama puterinya atau saudara perempuannya agar baik dalam memilih atau mempertanyakan tentang agama si lelaki dan akhlak yang dimodalkan untuk menikah. Karena hikmah yang besar inilah Allah Ta’ala menurunkan Syari’at ini.
Seandainya dilangsungkan perkawinan bagi si perempuan tanpa persetujuan walinya pasti engkau akan melihat kebanyakan wanita-wanita muda akan menikah dengan orang-orang yang hanya perayu dan penggoda saja. Mereka adalah dari jenis srigala-srigala yang berwujud manusia, mereka hanya peduli untuk merampas kehormatannya semata lalu para wanita muda itu dilemparkan ke dalam jurang kehinaan !.
Mereka yang membuat aturan dan sistem ini menjadikan hak talak juga dimiliki istri sebagaimana yang berlaku kepada suami ! Dan ini yang menyebabkan kerusakan pergaulan para wanita terhadap suami mereka dan memberikan andil terbesar dalam menghancurkan mahligai rumah tangga mereka. Barang siapa yang mengetahui tabiat lelaki dan wanita tidak mungkin dia mengigau dengan igauan semacam ini, dan kalau kita perhatikan mereka sama sekali tidak pernah membangun mahligai rumah tangga yang ada seringkali mereka menghancurkan rumah tangga mereka sendiri dan menjadi rumah tangga yang pecah. Maka siapakah yang menyeru kepada pernikahan ideal kalau hak perempuan dan lelaki disetarakan sebagaimana diberikan hak mentalak bagi istri yang semestinya itu adalah hak seorang suami? Dimanakah ada rumah tangga yang dibangun dan dibina dengan berlandaskan prinsip-prinsip picisan dan murahan semacam ini? Dan keluarga macam apa yang bisa berkembang dengan landasan seperti itu?
Perlu untuk diperhatikan sesungguhnya ketentuan-ketentuan didalam aturan-aturan ini sarat dengan nuansa politis untuk melemahkan dan mendiskriditkan negara-negara Islam yang senantiasa menjaga dan menerapkan kemuliaan, keutamaan, kesopanan dan budi pekerti yang luhur, atau menerapkan hukum-hukum syari’at Islam.
Dengan adanya peraturan dan sistem semacam ini beberapa negara-negara Islam menghapuskan hukuman mati bagi orang yang melakukan kejahatan dengan tingkatan tertentu, diletakkanlah undang-undang untuk mempersulit pernikahan dini bagi pasangan muda-mudi, memberikan perlindungan bagi kaum perempuan dalam hal khulu’ dan nafkah dan lain sebagainya yang menyebabkan kerusakan dan keburukan yang komplek dalam tatanan kehidupan.
Disalin dari islamqa
- Home
- /
- A8. Politik Pemikiran Tasyabuh...
- /
- Seputar Aturan dan Sistem...