Di Antara Nama Allah Ta’ala Adalah Al-Qahhar dan Al-Qahir

DI ANTARA NAMA ALLAH TA’ALA ADALAH AL-QAHHAR DAN AL-QAHIR, TIDAK BERTENTANGAN DENGAN KASIH SAYANG-NYA

Pertanyaan
Saya ada pertanyaan tentang nama Allah Ta’ala Al-Qahir. Disebutkan bahwa maknanya adalah ‘Bahwa Dia yang memaksa hamba-Nya atas apa yang Dia ciptakan untuk mereka, seperti sakit, kematian, kefakiran, kehinaan. Tidak ada seorang pun yang dapat menolak pengaturannya dan keluar dari takdirnya” Ada juga penafsiran dari Syekh Ratib An-Nablusi tentang nama ini, yaitu bahwa Allah Ta’ala ‘Sempurna, tidak menghinakan kecuali orang-orang zalim dan sesat dan lalim.’ Pertanyaan saya adalah, ‘Apakah orang-orang yang terpaksa mendapatkan sakit, kematian, fakir, rendah, apakah mereka pada dasarnya orang-orang zalim, sesat dan lalim?’ Jika demikian halnya, bagaimana halnya dengan anak-anak yang sakit atau musibah yang menimpa kita di dunia ini. Apakah terjadi pada kita karena kezaliman dan kesesatan kita dari jalan yang benar, atau bahwa Allah Ta’ala memiliki hikmah yang lain. Nama-nama Allah seperti Al-Qahir dan Al-Qahhar, menyebabkan kebingungan yang sangat, karena di satu sisi Dia memaksakan kehendaknya, di sisi lain Dia adalah Maha bijaksana dan pengasih penyayang.

Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ   (سورة الأنعام: 18)

Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” [ Al-An’am/6: 18]

قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ  (سورة الرعد: 16)

Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. [Ar-Ra’d/13: 16]

قُلْ إِنَّمَا أَنَا مُنْذِرٌ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (سورة ص: 65)

Katakanlah (ya Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan, dan sekali-kali tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa dan Maha Mengalahkan.” [Shaad/38: 65]

Al-Qahhar (القهار) merupakan sighat mubalaghah (bentukan kalimat yang berarti sangat) dari isim fa’il Al-Qahir (القاهر). Dia adalah “Yang mengalahkan segala sesuatu dan mengaturnya sebagaimana Dia kehendaki dan bagaimana Dia kehendaki. Dia menghidupkan makhluknya jika Dia kehendaki, mematikannya jika dia kehendaki, tidak ada satupun yang dapat mengalahkan-Nya dan memaksa-Nya.” (Tafsir Ath-Thabary, 17/52)

Yang dapat memaksakan segala sesuatu adalah Yang Maha Esa dan tidak tandingan-Nya. Hanya Dia-lah yang berhak disembah, sebagaimana hanya Dia yang mengalahkan segala sesuatu. Dia memaksa dengan kekuasaan-Nya segala sesuatu, lalu langit dan bumi memenuhi perintahnya. Tidak ada yang tercipta kecuali dia tunduk di bawah kekuasaan dan ketentuan-Nya. Mereka lemah dalam genggaman-Nya.”

Dialah yang perkasa di atas seluruh makhluknya, maha tinggi dalam keperkasaan dan kekuatannya, tidak ada yang dapat mengalahkannya dan menandinginya. Segala sesuatu berada di bawah keperkasaannya dan kekuasaannya.

Al-Baihaqi rahimahullah  berkata, “Al-Qahhar adalah Al-Qahir dalam makna mubalaghah (sangat). Dia yang maha kuasa. Maka maknanya kembali kepada sifat qudrah (kuasa) yang merupakan sifat berdiri sendiri. Ada yang mengatakan bahwa Dialah yang menundukkan makhluk atas apa yang Dia kehendaki.” (Al-I’tiqad, hal. 56)

Al-Halimi berkata, “Dialah yang perkasa dan tidak ada yang mengalahkannya sama sekali.” Al-Khattabi berkata, “Dialah yang memaksa para penguasa lalim dan keras di antara makhluknya dengan menurunkan hukuman-Nya, dia memaksa makhluk-Nya dengan kematian.” (Al-Asma wa As-Sifat, Al-Baihaqi, 1/164)

Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “Al-Qahhar termasuk sifat Allah Azza wa Jalla.” Al-Azhari berkata, Allah adalah Al-Qahir Al-Qahhar. Dia menundukkan makhluk-Nya dengan kekuasaan-Nya dan ketetapan-Nya serta mengarahkan mereka atas apa yang Dia kehendaki, baik mereka suka maupun enggan. Al-Qahhar adalah mubalaghah. Ibnu Atsir berkata, “Al-Qahir adalah Yang mengalahkan seluruh makhluk.” (Lisanul Arab, 5/120)

Makna tersebut juga diisyaratkan oleh Ibnu Qayim rahimahullah dalam bait syairnya yang dikenal dengan istiah An-Nuniyah,

وكذلك القهار من أوصافه … فالخلق مقهورون بالسلطان
لو لم يكن حيا عزيزا قادرا … ما كان من قهر ومن سلطان

Demikian pula Al-Qahhar termasuk dalam sifat-Nya
Makhluknya dikalahkan dalam kekuasaan-Nya.
Seandainya Dia tidak hidup, mulia dan berkuasa
Maka Dia tidak kan dapat mengalahkan dan berkuasa.

Kedua: Al-Qahr merupakan salah satu sifat Allah Ta’ala. Dia bukan sinonim balas dendam terhadap musuh-musuhnya, maknanya bukan pula menyiksa para pendurhaka, agar jangan dikatakan bahwa yang Dia tundukkan hanyalah kaum yang zalim dan jumawa, sebagaimana ada yang mengatakan demikian. Itu pandangan keliru. Karena sifatnya yang menundukkan orang-orang zalim, itu termasuk sifat penundukannya terhadap makhluknya, akan tetapi tidak terbatas pada itu. Sifat penundukannya berlaku pada seluruh makhluk-Nya, baik yang taat atau yang bermaksiat kepada-Nya. Karena hal tersebut merupakan indikasi rububiyah-Nya terhadap makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya terhadap mereka serta petunjuk kekuasaan dan kekuatannya yang sempurna. Ini juga merupakan petunjuk keesan-Nya dalam uluhiyah-Nya terhadap hamba-hamba-Nya.

Baca Juga  Al-Ghâlib dan An-Nashîr (Allâh Maha Menang dan Maha Penolong)

Ibnu Jarir rahimahullah berkata dalam tafsirnya  (11/288) tentang firman Allah Ta’ala,

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ  (سورة الأنعام: 18)

Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya.  [Al-An’am/6: 18]

Maksud dari kata (القاهر) adalah yang menundukkan dan merendahkan makhluk-Nya, yang tinggi di atas mereka. Dikatakan ‘di atas hamba-Nya’, karena Dia mensifati dirinya menundukkan mereka, dan sifat setiap yang menundukkan sesuatu itu berarti dia berada di atasnya.

Makna ucapan ini jika demikian adalah “Allah menundukkan hamba-hamba-Nya, merendahkan mereka, Dia maha tinggi di atas mereka yang telah Dia tundukkan dan Dia ciptakan. Dia ada di atas mereka, karena Dia yang menundukkan mereka dan mereka dibawah-Nya.”

Ibnu Qayim rahimahullah berkata : “Al-Qahhar tidak akan ada pada sesuatu kecuali dia esa dan mustahil memiliki sekutu. Al-Qahr (menundukkan) dan Al-Wihdah (esa) adalah dua hal yang saling berkaitan. Al-Mulk (kerjaan), Al-Dudrah (kekuasaan), Al-Quwwah (kekuatan), Al-Izzah (kemuliaan), semuanya milik Allah yang Esa dan Menundukkan. Selain dari-Nya berarti dia makhluk dan ditundukkan, ada lawan, ada yang meniadakan dan ada tandingan. Allah menciptakan angin dan menundukkannya satu sama lain, menghantamnya dan menceraiberaikannya. Dia menciptakan air, lalu air ditundukkan oleh angin yang mengalirinya dan mencerai beraikannya. Dia menciptakan api, lalu api ditundukkan oleh air yang dapat memadamkannya. Dia menciptakan besi, lalu besi ditundukkan oleh api yang meleburnya dan menghilangkan kekuatannya. Dia menciptakan batu, lalu batu ditundukkan oleh besi yang dapat menghancurkannya berkeping-keping. Dia menciptakan Adam dan keturunannya, lalu Iblis dan keturunannya menguasainya. Dia ciptakan Iblis dan keturunannya, lalu Iblis ditundukkan malaikat yang mengusir dan mengejar-ngejar mereka. (Thariqul Hijratain: 233)

As-Sa’dy rahimahullah berkata, “Setiap makhluk diatasnya ada makhluk lagi yang mengalahkannya. Di setiap makhluk yang mengalahkan, adalagi yang lebih tinggi yang mengalahkannya. Hingga akhirnya yang menundukkan adalah yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Keperkasaan dan tauhid adalah dua perkara yang berkaitan dan ditentukan milik Allah semata.” (Tafsir As-Sa’dy, hal. 415)

Dengan demikian, hilanglah keraguan dalam masaah sakitnya anak kecil atau kematiannya, serta terjadinya musibah dan ujian bagi sang hamba, karena maknanya tidak terkait dengan hukuman, maksudnya bahwa Allah tidak bermaksud merendahkan mereka atau mengazab mereka, akan tetapi itu semua merupakan tanda kekuasaannya yang sempurna terhadap makhluk-Nya. Dia Allah subhanahu wa ta’ala maha bijaksana, tidak meletakkan sesuatu di tempatnya kecuali hal itu cocok baginya. Allah berfirman,

لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ  (سورة الأنبياء: 23)

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. [Al-Anbiya/21 : 23]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang maknanya, “Bukan sekedar karena kekuasaannya dan keperkasaannya, akan tetapi untuk menunjukkan kesempurnaan ilmunya, kekuasaannya dan, kasih sayang dan kebijaksanaanya. Dia adalah sebaik-baik yang bersikap bijak dan kasih sayang. Dia lebih sayang kepada hamba-Nya dari orang tua terhadap anaknya. Dia telah berbuat baik terhadap segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (Majmu Fatawa, 8/79)

Dengan demikian, jelaslah bagi kita, bahwa tidak ada masalah dalam masalah ini. Karena yang dimaksud Al-Qahr, tidak dikhususkan bagi orang-orang maksiat dan zalim saja. Demikian pula, kemaksiatan dan ujian, tidak berarti balasan dan azab terhadap makhluk yang mengalaminya. Boleh jadi Allah menurunkan penyakit kepada hambanya, untuk mengujinya, bukan untuk mengazabnya, justeru Dia hendak meninggikan derajatnya. Dia menguji seseorang dengan kefakiran, bukan agar dia terus fakir, tapi agar dia menjadi kaya.

وقد روى الترمذي (2398) وصححه عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً ؟ قَالَ : ( الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ ) صححه اللباني في “صحيح الترمذي

Tirmizi meriwayaktan (2398) dan dia menyatakan shahih, dari Saad bin Abi Waqqash Radhiallahu anhu dia berkata, aku berkata, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau bersabda, “Para Nabi, lalu berikutnya orang-orang yang mulia. Seseorang diuji berdasarkan kekuatan agamanya. Sebuah ujian menimpa seseorang dan baru meninggalkannya sehingga orang terebut berjalan dimuka bumi dalam keadaan tiada dosa.” (HR. Al-Albany dalam Shahih Tirmizi)

Baca Juga  Keindahan Asmaul Husna

وروى ابن ماجة (4024) عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً ؟ قَالَ الْأَنْبِيَاءُ . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ( ثُمَّ الصَّالِحُونَ ، إِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُهُمْ إِلَّا الْعَبَاءَةَ يُحَوِّيهَا ، وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالرَّخَاءِ ) صححه الألباني في “صحيح ابن ماجة” 

Ibnu Majah (4024) meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudry Radhiallahu anhu, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, siapa orang yang paling berat ujiannya?’ Beliau bersabda, “Para nabi” Aku berkata lagi, “Kemudian siapa?” Dia berkata, “Kemudian orang-orang saleh. Ada orang yang diuji dengan kefakiran, sehingga dia tidak memiliki kecuali baju yang dikenakan. Adapula orang yang senang dengan ujian sebagaimana dia senang dengan kesejahteraan.” Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah.

Ketiga: Tidak ada keraguan dan tidak ada masalah bahwa Allah Ta’ala Maha Esa, Maha Menundukkan. Dia kuat dan perkasa, agung, besar, tinggi hingga akhir nama-nama dan sifat-sifat yang mengagungkannya. Tidak ada problam pada semua itu dengan sifat Allah bahwa Dia yang paling memiliki kasih sayang dari pemiik kasih sayang, yang paling bijaksana di antara yang memiliki sifat bijaksana, Dia suka berbuat baik dengan penuh belas kasih, maha pengampun, maha penerima taubat, pemaaf, sabar, bersyukur, maha suci Dia. Bahkan itu semua menunjukkan kesempurnaan keesaan-Nya dan kekuasaannya. Sebab Allah Ta’ala meskipun kuat, menundukkan, seluruh makhluk berada di genggaman dan kekuasaan-Nya, namun dengan semua kekuatan tersebut Dia maha pemaaf, tidak segera menurunkan azab, Dia memberi penundaan kepada hamba-Nya, tidak segera menurunkan azabnya, padahal Dia mampu melakukannya. Dia membentangkan tangannya  di malam hari untuk menerima taubat orang yang berdosa di siang hari dan membentangkan tangannya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berdosa di malam hari. Dia bergembira dengan taubat makhuk-Nya, Dia tetap kasih sayang dengan orang yang keluar dari syariat-Nya, Dia sabar dengan keburukan, kemaksiatan dan kesyirikan serta cercaan hamba-Nya kepada-Nya. Mereka mengatakan bahwa Tuhannya memiliki isteri, memiliki anak, atau ada yang syirik dalam kekuasaannya, Maha suci Dia. Jika Allah menurunkan azabnya kepada sebagian makhluknya, tak lain karena mereka berhak mendapatkan itu, karena dosa dan kemaksiatannya. Meskipun demikian, banyak yang telah  Dia maafkan, akan tetapi maaf itu bersumber dari yang Maha Kuasa berkehendak dan menentukan, bukan maaf dari pihak yang lemah dan terkalahkan, Maha Agung kedudukannya.

Allah berfirman,

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ * وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ  (سورة الحجر: 49-50)

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahwa Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. [Al-Hijr/15: 49-50]

Syekh As-Sa’dy rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah, Allah telah mengabarkan kepada mereka dengan khabar yang kuat berdasarkan bukti-bukti “Sungguh Aku Maha Pengampun Maha Penyayang” Jika mereka mengetahui kesempurnaan kasih sayangnya, ampunan-Nya, niscaya mereka akan berusaha mencari sebab yang dapat mengantarkan mereka menuju rahmat-Nya dan meninggalkan dosa-dosa serta taubat untuk meraih ampunan-Nya.

Meskipun demikian, tidak layak bagi seseorang terus menerus raja’ (berharap) hingga pada kondisi telah merasa aman sama sekali, maka (orang seperti itu) kabarkan kepada mereka, “Sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih.” Maksudnya adalah bahwa tidak ada azab yang hakiki selain azab dari Allah yang kekuasaannya tidak terhingga dan tidak terkira. Kita berlindung dari azab-Nya. Jika mereka mengetahui bahwa.

فَيَوْمَىِٕذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهٗٓ اَحَدٌ ۙ ٢٥ وَّلَا يُوْثِقُ وَثَاقَهٗٓ اَحَدٌ

Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya. dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya.” [Al-Fajr/89: 25-26]

Niscaya mereka berhati-hati dan menjauh dari segala sesuatu sebab yang dapat mengundang azab kepada mereka. Maka seorang hamba, hendaknya hatinya berada di antara takut dan harap. Jika dia meihat kasih sayang-Nya, ampunan, kebaikan dan kedermawanan-Nya, maka hal tersebut akan melahirkan harap dan keinginan-Nya. Jika dia meihat dosa-dosanya dan kelalaiannya terhadap Tuhan-Nya, maka hal itu akan melahirkan sifat takut (khouf) dan meninggalkannya.” (Tafsir As-Sa’dy, hal. 431)

Disalin dari islamqa

  1. Home
  2. /
  3. A4. Allah al-Hakim, Ar-Rabb...
  4. /
  5. Di Antara Nama Allah...