Tafsir Surat al-Kafirun
TAFSIR SURAT AL-KAFIRUN
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:
Pada intinya Allah azza wa jalla menurunkan kitab suci -Nya adalah supaya dipahami makna serta diamalkan isi kandungannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta’ala dalam firman -Nya:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ أَمۡ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقۡفَالُهَآ [ محمد: 24]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”. [Muhammad/47: 24].
Dan diantara sekian banyak surat-surat pendek yang sering kali kita dengar dan sangat butuh untuk kita pahami maknanya dan diketahui hukum serta pelajaran yang terkandung didalamnya ialah surat al-Kafirun. Yaitu firman Allah tabaraka wa ta’ala:
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١ لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣ وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥ لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ [ الكافرون: 1-6]
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. [al-Kafiruun/109 : 1-6].
Keutamaan surat al-Kafirun
Surat ini termasuk surat agung yang terdapat didalam al-Qur’an, dimana telah datang begitu banyak penjelasan akan keutamaan serta kedudukannya. Disebutkan bahwa surat ini kedudukannya bagaikan seperempat al-Qur’an. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ومن قرأ (قل يا أيها الكافرون) عدلت له بربع القرآن ومن قرأ (قل هو الله أحد) عدلت له بثلث القرآن» [أخرجه الترمذي]
“Barangsiapa yang membaca: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ, sepadan baginya dengan membaca seperempat al-Qur’an. Dan bagi siapa yang membaca: قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ, maka sepadan baginya dengan membaca sepertiga al-Qur’an”. [HR at-Tirmidzi no: 293. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 3/6 no: 2317]
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau seringkali memperbanyak membaca surat ini. seperti apa yang dijelaskan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam membaca dengan surat ini: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ, dan membaca: قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَد , pada sholat dua raka’at setelah thowaf”. HR Muslim no: 1218. Dalam shahih Muslim dibawakan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam membaca dua surat tadi pada dua raka’at (sebelum) shubuh”. HR Muslim no: 726.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Aku pernah memperhatikan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dua puluh empat kali atau dua puluh lima kali, beliau selalu membaca pada dua raka’at sebelum shubuh dan seusai maghrib, surat: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ , dan surta: قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَد “. HR Ahmad 9/509-510 no: 5699. Diantara moment yang dianjurkan untuk membaca surat ini adalah ketika ingin tidur, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Farwah bin Naufal dari Ayahnya radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepadanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اقْرَأْ عِنْدَ مَنَامِكَ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) قَالَ ثُمَّ نَمْ عَلَى خَاتِمَتِهَا فَإِنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنْ الشِّرْكِ » [أخرجه أحمد]
“Bacalah ketika engkau hendak tidur: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ , beliau melanjutkan: “Kemudian tidurlah setelah engkau selesai membacanya. Sesungguhnya surat tersebut sebagai pelepas dari kesyirikan”. [HR Ahmad 39/224 no: 23807. Dihasankan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Nata’ijil Afkaar 3/61-62].
Salah satu keutamaan dari surat ini adalah Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa meruqyah dirinya dengan membaca surat ini. seperti dijelaskan oleh at-Thabarani didalam Mu’jamu Shaghir dari haditsnya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَعَنَ اللهُ الْعَقْرَبَ لا تَدَعُ مُصَلِّيًا وَلاَ غَيْرَهُ ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ وَمِلْحٍ وَجَعَلَ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَيَقْرَأُ بِ ( قُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ) وَ (قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ) » [أخرجه الطبراني في معجم الصغير]
“Semoga Allah melaknat kalajengking yang tidak membiarakan seseorang mengerjkan sholat tidak pula yang lainnya”. Kemudian beliau meminta diambilkan air dan garam, lalu beliau mengusapkan pada bekas sengatannya sambil membaca: قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ . dan: قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلۡفَلَقِ . dan: قُلۡ أَعُوذُ بِرَبِّ ٱلنَّاسِ “. [HR ath-Thabarani dalam Mu’jamu Shaghir hal: 117. dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah 2/80 no: 548].
Tafsir Rinci
Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan dalam ayat -Nya yang pertama dengan firman -Nya:
قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ [ الكافرون: 1]
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir”. [al-Kafiruun/109: 1].
Panggilan ini mencakup bagi seluruh orang kafir yang ada dimuka bumi. Namun, pembicaraan yang ada dalam ayat ini ditujukan kepada kafir Quraisy.
Sebab Turunnya Ayat.
Sahabat Ibnu Abbas menjelaskan, “Sesungguhnya kafir Quraisy mereka menjanjikan kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam akan memberi harta kekayaan yang banyak. Dan di daulat menjadi orang terkaya dikota Makah, lalu mereka akan menikahkan dengan wanita mana saja yang dikehendaki, namun dibalik itu semua mereka ada maunya. Mereka mengatakan, “Semua ini adalah persembahan dari kami untukmu wahai Muhammad. Dan sekarang berhentilah kamu dari mencela tuhan-tuhan kami dan jangan menyebutnya dengan kejelekan. Jika kamu tetap tidak mau, maka kami tawarkan satu lagi padamu, yaitu perjanjian antara kami dan kamu. Maka Nabi bertanya, “Apa perjanjianya? Mereka menjawab, “Engkau ikut menyembah tuhan-tuhan kami selama satu tahun, yaitu pada Latta dan Uzza, setelah itu kami ikut menyembah tuhanmu selama satu tahun pula”. Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla menurunkan surat ini”. [1]
Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla ta’ala melanjutkan firman dengan menegaskan:
لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ [ الكافرون: 2]
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”. [al-Kafiruun/109: 2].
Maksudanya aku tidak akan turut menyembah berhala serta tandingan-tandingan -Nya yang kalian miliki.
Sebaliknya Allah Shubhanahu wa ta’alla juga menegaskan pada mereka dengan mengatakan:
وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ [ الكافرون: 3]
“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”. [al-Kafiruun/109: 3].
Yaitu Allah yang Maha Esa tidak sekutu bagi-Nya.
Lalu Allah ta’ala menjelaskan:
وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ [ الكافرون: 4]
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah”. [al-Kafiruun/109: 4].
Maksudnya dimasa yang akan datang aku tidak akan menyembah sesembahan kalian, artinya aku tidak menempuh tidak pula meniru cara penyembahan kalian kepada patung-patung tersebut, karena aku hanya menyembah Allah Shubhanahu wa ta’alla sesuai dengan apa yang diridhoi dan dicintai oleh -Nya.
Kemudian -Dia mengatakan dalam ayat berikutnya dengan berfirman:
وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ [ الكافرون: 5]
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”. [al-Kafiruun/109: 5]
Maksudnya kalian tidak usah mengikuti perintah-perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla serta syari’at -Nya didalam beribadah. Namun, ibadah yang kalian kerjakan hanyalah inovasi yang kalian perbuat berdasarkan hawa nafsu dari dalam diri kalian, sebagaimana disebutkan oleh Allah ta’ala dalam firman -Nya:
إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ [ النجم: 23]
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka”. [an-Najm/53: 23].
Maka Allah berlepas diri dari mereka didalam semua perbuatan dan aktifitas mereka. Dikarenakan seorang yang ingin beribadah sudah barang tentu dirinya harus memiliki sesembahan yang disembahnya terlebih dahulu, setelah itu baru peribadatannya mengikuti dibelakangnya. Dan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam serta para pengikutnya mereka semua adalah para menyembah Allah Shubhanahu wa ta’alla sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan, oleh karena itu, kalimat Islam itu baru tersemat manakala dirnya mengucapkan dua kalimat syahadat: Laa ilaha ilallah, Muhammad Rasulallah.
Artinya tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sehingga tidak ada jalan yang dapat mengantarkan kepada -Nya melainkan jalan yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun orang-orang musyrik maka mereka beribadah kepada selain Allah azza wa jalla didalam peribadatan yang sama sekali tidak dibenarkan oleh Allah ta’ala. Allah ta’ala menjelaskan dalam firman -Nya:
أَمۡ لَهُمۡ شُرَكَٰٓؤُاْ شَرَعُواْ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمۡ يَأۡذَنۢ بِهِ ٱللَّهُۚ [ الشورى: 21]
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”. [asy-Syuura/42: 21].
Selanjutnya Allah ta’ala menutup surat ini dengan firman -Nya:
لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ [ الكافرون: 6]
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. [al-Kafiruun/109: 6].
Ayat ini senada dengan firman Allah ta’ala dalam surat lain, yaitu:
وَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل لِّي عَمَلِي وَلَكُمۡ عَمَلُكُمۡۖ أَنتُم بَرِيُٓٔونَ مِمَّآ أَعۡمَلُ وَأَنَا۠ بَرِيٓءٞ مِّمَّا تَعۡمَلُونَ [ يونس: 41]
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. [Yunus/10: 41].
Dan semakna pula dengan firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam ayat ini:
لَنَآ أَعۡمَٰلُنَا وَلَكُمۡ أَعۡمَٰلُكُمۡ [ القصص: 55]
“Bagi Kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu”. [al-Qashash/28: 55].
Imam Bukhari menjelaskan, “Dikatakan dalam ayat ini, “Untukmu agamamu”. Agama kafir, “Dan untukku agamaku”. Yaitu agama Islam. Dan idak dikatakan dalam ayat: دِينيِ . karena mengacu pada ayat-ayat sebelumnya yang berakhiran huruf nun dan dihilangkan huruf ya’. Hal ini semisal firman Allah ta’ala yang bunyinya فَهُوَ يَهۡدِينِ . Dalam surat asy-Syu’araa/26: 78″. [2]
Pelajaran yang Bisa Kita Petik dari Surat Ini.
Pertama: Didalam surat terkandung penjelasan tentang pentingnya ikhlas kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla didalam ibadah serta tidak berbuat syirik kepada -Nya. Sebagaimana hal ini didukung oleh firman Allah Shubhanahu wa ta’alla lainnya, yaitu:
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ [ الأنعام: 162-163]
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi -Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’am/6: 162-163].
Kedua: Berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta’ala tentang Nabi -Nya Ibrahim ‘alaihi sallam yang berlepas diri terhadap mereka. Allah ta’ala firman -Nya:
قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذۡ قَالُواْ لِقَوۡمِهِمۡ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ وَبَدَا بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةُ وَٱلۡبَغۡضَآءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَحۡدَهُۥٓ [ الممتحنة: 4]
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja”. [al-Mumthanah/60: 4].
Ketiga: Menerangkan pada kenyataannya bahwa orang kafir, yang mereka inginkan dari orang muslim ialah bersikap lunak, menjilat serta menipu didalam cara beragamanya. Akan tetapi, bagi tiap muslim dirinya harus punya prinsip dan teguh pendirian serta istiqomah, sebagaimana diterangkan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
وَدُّواْ لَوۡ تُدۡهِنُ فَيُدۡهِنُونَ [ القلم: 9]
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)”. [al-Qolam/68: 9].
Dan lebih tegas lagi, kita dilarang bersikap lembek terhadap mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain, Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَرۡكَنُوٓاْ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ [ هود: 113]
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka”. [Huud/11: 113].
Allah ta’ala juga menjelaskan dalam beberapa ayat tentang hal ini, -Dia berfirman:
وَلَوۡلَآ أَن ثَبَّتۡنَٰكَ لَقَدۡ كِدتَّ تَرۡكَنُ إِلَيۡهِمۡ شَيۡٔٗا قَلِيلًا ٧٤ إِذٗا لَّأَذَقۡنَٰكَ ضِعۡفَ ٱلۡحَيَوٰةِ وَضِعۡفَ ٱلۡمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيۡنَا نَصِيرٗا [ الإسراء: 74-75]
“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami”. [al-Israa’/17: 74-75].
Keempat: Sebagian ulama menyangka jika ayat ini mansukh (dihapus hukumnya) dengan ayat pedang (istilah ayat yang berisikan perintah jihad) disebabkan keyakinan mereka kalau ayat ini terkandung didalamnya pengakuan terhadap agama yang dianut oleh orang-orang kafir.
Sebagian kalangan lagi mengira bahwa surat ini hukumnya khusus bagi siapa saja yang menetapkan agamanya dan mereka adalah dari kalangan ahli kitab. Imam Ibnu Qoyim membantah dua pendapat di atas sambil menjelaskan, “Dan kedua pendapat diatas sangat keliru sekali, karena surat ini tidak di mansukh bukan pula dibawa pada hukum khusus. Namun, yang benar surat ini tetap muhkamah (terus berlaku hukumnya) serta terjaga isi kandungannya dari makna keumuman.
Dan surat ini termasuk dari surat yang tidak mungkin masuk naskh didalam isi kandungan globalnya, karena hukum-hukum yang berkaitan tentang tauhid yang telah disepakati sebagai muatan dakwahnya para Rasul juga mustahil masuk naskh didalamnya. Sebab surat ini menunjukan tentang kemurnian tauhid, oleh sebab itu surat ini juga dinamakan sebagai surat ikhlas sebagaimana telah lalu penjelasannya.
Sehingga sangatlah tidak mungkin, jikalau ayat ini mengandung pengakuan terhadap perbuatan mereka, atau menetapkan terhadap agama yang mereka anut, sama sekali tidak ada sisi yang mengarah pada hal itu, selamanya. Dikarenakan, Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam semenjak memulai dakwahnya senantiasa dirinya serta para pengikutnya berlaku keras terhadap kafir Quraisy dengan mencela dan menjelekkan agama mereka serta melarang supaya tidak mengikuti ajaran agama kafir. Sambil mengancam serta menakut-nakuti mereka pada setiap saat, dan setiap perselisihan.
Yang mana mereka memohon supaya kaum muslimin menahan tidak menyebut kejelekan atas sesembahan yang mereka buat, tidak menyebut keburukan agamanya serta meminta supaya ditinggalkan urusannya supaya dibiarkan jangan diganggu. Namun, beliau tidak menuruti dan tetap mengingkari serta mencela agama yang mereka anut. Lantas bagaimana dikatakan kalau ayat ini terkandung didalamnya bentuk pengakuan terhadap apa yang mereka lakukan. Sungguh sangat jauh persangkaan yang bathil ini!? karena yang sejalan, bahwa ayat ini menerangkan kandungan bentuk berlepas diri secara murni sebagaimana telah lewat penjelasannya.
Yaitu, bahwa apa yang sekarang sedang kalian kerjakan dari kegiatan keagamaan kami sama sekali tidak menyetujuinya, sebab agama kalian adalah agama yang tidak benar. Maka hal ini khusus bagi kalian kami tidak turut serta didalam keagamaan kalian, demikian pula, tidaklah kalian ikut serta dalam beragamanya kami yang benar ini.
Inilah bentuk berlepas diri yang paling sempurna dan bebas dari persetujuan terhadap agama mereka secara sempurna, lantas, dimana bentuk pengakuannya? Sampai akhirnya mengklaim ayat ini dinasikh atau berlaku secara khusus. Tidakkah kalian berpendapat jika mereka diperangi dengan pedang sebagaimana diperanginya dengan menggunakan hujah, tidak dibenarkan untuk berdalil dengan mengatakan:
لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ [ الكافرون: 6]
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. [al-Kafiruun/109 : 6].
Namun, ayat ini tetap muhkam dan tegas yang menunjukkan hukum pada orang-orang beriman dengan orang-orang kafir sampai Allah Shubhanahu wa ta’alla mensucikan hamba dan negeri -Nya dari keburukan mereka. Begitu pula masuk dalam hukum berlepas diri ini ialah antara orang-orang yang mengikuti sunah-sunah Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan ahli bid’ah dari kalangan orang-orang yang menyelisihi apa yang dibawa oleh beliau. Demikian pula berlepas diri dari para penyeru kepada selain sunahnya.
Dan jika para penerus serta pewaris Rasul mengatakan pada mereka, “Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami”. Maka ini tidak melegalitas sebagai bentuk pengakuan terhadap bid’ah yang mereka lakukan, bahkan mereka mengatakan kepada ahli bid’ah tadi, inilah bentuk berlepas diri dari mereka serta perbuatan bid’ahnya. Namun, bersamaan dengan ini mereka tetap berusaha untuk membantah serta memerangi mereka sebatas kemampuannya”.[3]
Kelima: Penjagaan Allah Shubhanahu wa ta’alla terhadap nabi -Nya agar tidak terjatuh pada peribadahan terhadap berhala, Serta bentuk tidak mengabulkan usulan batil orang-orang kafir.
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[Disalin dari وقفات مع سورة الكافرون Penulis : Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
________
Footnote
[1] Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari 10/8813.
[2] Tafsir Ibnu Katsir 14/486-487.
[3] Bada’i al-Fawaid 5/355.
- Home
- /
- A8. Qur'an Hadits3 Tafsir...
- /
- Tafsir Surat al-Kafirun