Keutamaan Adzan dan Imam

KEUTAMAAN ADZAN DAN IMAM

Alhamdulillah segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon, minta ampun kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari segala kejahatan diri dan kejelekan amal perbuatan kita. Siapa saja yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan siapa saja yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.

Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa tidak Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan sampai hari kiamat. Wa ba’du:

Diantara keutamaan yang diberikan Allah kepada para Imam dan Muazzin adalah ketika Allah memberikan kepada mereka pahala yang sangat besar sebagaimana akan dijelaskan nantinya.

Pertama : Pengertian Adzan dan Qomat
1. Azan secara etimologi berarti : memberitahukan sesuatu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَاَذَانٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖٓ

” Dan (Inilah) suatu pemberitahuan dari Allah dan rasul-Nya”. [At-Taubah/9 : 3].

Dan juga firman Allah Ta’ala :

 اٰذَنْتُكُمْ عَلٰى سَوَاۤءٍۗ

“Aku Telah menyampaikan kepada kamu sekalian (ajaran) yang sama (antara kita)”. (Al-Anbiya’/21 : 109 ), maksudnya aku telah memberitahukan kepada kalian, jadi kita pengetahuan kita sekarang sama [1].

Azan secara terminologi berarti : pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan lafaz-lafaz tertentu sesuai dengan syari’at [2]. Disebut demikian karena orang yang azan memberitahukan orang lain tentang waktu-waktu shalat. Dan dinamakan juga dengan An-Nida (panggilan/seruan) karena muazzinnya memanggil orang untuk melaksanakan shalat [3]. Allah berfirman :

وَاِذَا نَادَيْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوْهَا هُزُوًا وَّلَعِبًا ۗذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal” . [Al-Maidah/5 : 58]

Dan juga firman Allah Ta’ala :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ

“Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah”. [Al-Jumu’ah/62 : 9]

2. Qomat (Iqamah) secara etimologi berarti : mendirikan sesuatu apabila dia telah menjadi lurus.
Qomat secara terminologi berarti : memberitahukan tentang pendirian/ pelaksanaan shalat fardhu dengan zikir (lafaz) tertentu yang disyari’atkan[4]). Jadi azan adalah pemberitahuan tentang waktu shalat, sedangkan Qomat adalah pemberitahuan tentang pekerjaan (shalat), Qomat disebut juga Azan yang kedua, atau panggilan yang kedua [5]).

3. Hukum adzan dan qomat adalah Fardhu Kifayah bagi kaum laki-laki saja (tidak termasuk wanita) pada shalat lima waktu, shalat jum’at. Adzan dan Qomat disyari’atkan berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun dari Al-Qur’an adalah sebagai berikut :

وَاِذَا نَادَيْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ اتَّخَذُوْهَا هُزُوًا وَّلَعِبًا ۗذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَ

“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”  [Al-Maidah/5 : 58].

Dan Firman Allah Ta’ala :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah”. [Al-Jumu’ah/62 : 9]

Adapun dari Sunnah Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – adalah sebagai berikut :‏

عن مالك بن الحويرث: (( فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ ‏))

” Dari Malik bin Huwairits : Apabila telah masuk waktu shalat maka hendakalah salah seorang diantara kalian melakukan azan dan hendaklah orang yang paling tua diantara kalian menjadi imam” [6].

Perkataan Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – “salah seorang diantara kalian” menunjukkan bahwa adzan itu hukumnya adalah fardhu kiyafah. [7]

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan : dalam sunnah yang mutawatir disebutkan bahwa panggilan (adzan) telah ada semenjak zaman Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam -, demikian juga berdasarkan ijma’ umat Islam dan amalan mereka secara turun temurun. [8]

Adzan diwajibkan bagi kaum laki-laki ketika sedang bermukim, ketika melakukan perjalanan jauh, ketika sendiri, ketika melakukan shalat pada waktunya ataupun karena mengqadhanya, wajib bagi orang merdeka dan juga hamba sahaya[9]

Kedua : Keutamaan Adzan
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

” Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri ” [Fushshilat/41 : 33]

Di dalam hadits juga banyak disebutkan keutamaan adzan dan muazzin (orang yang adzan), diantaranya :
1. Muazzin lebih panjang lehernya pada hari kiamat, berdasarkan hadits :

عن معاوية بن أبي سفيان – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (( المُؤَذِّنونَ أطولُ النّاسِ أعنَاقاً يَومَ القِيَامَةِ ))

” Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan – Radiyallahu ‘Anhu – dia berkata : Saya mendengar Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Orang-orang yang azan ( muazzin ) adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat” [10].

2. Adzan itu mengusir syetan, berdasarkan hadits :

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((‏ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قُضِيَ التَّأْذِينُ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ لَهُ اذْكُرْ كَذَا وَاذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ مِنْ قَبْلُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ مَا يَدْرِي كَمْ صَلَّى))

” Dari Abu Hurairah – Radiyallahu ‘Anhu – bahwasanya Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Apabila azan dikumandangkan maka syetan akan lari sambil terkentut-kentut sampai dia tidak mendengarkan azan lagi, ketika azan sudah selesai maka dia kembali lagi. Ketika Qomat dikumandangkan untuk shalat dia kembali pergi, ketika qamat sudah selesai dia kembali lagi supaya bisa mengganggu orang yang shalat, dia mengatakan: ingatlah ini dan ini… yang mana hal tersebut tidak teringat olehnya sebelum shalat sehingga akhirnya seseorang tidak menyadari lagi sudah berapa raka’atkah dia shalatnya [11].

3. Kalaulah seandainya manusia mengetahui pahala yang didapatkan ketika panggilan (adzan) yang pertama maka mereka pasti akan mengundi (untuk mendapatkannya), ini berdasarkan hadits :

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ ما في النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأوَّلِ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عليه لَاسْتَهَمُوا، ولو يَعْلَمُونَ ما في التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ، ولو يَعْلَمُونَ ما في العَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُما ولو حَبْوًا))

” Dari Abu Hurairah – Radiyallahu ‘Anhu – bahwasanya Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Kalau seandainya manusia mengetahui pahala yang ada pada panggilan (adzan) dan shaf pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan undian maka pasti mereka akan mengundinya, dan kalaulah mereka mengetahui pahala yang akan didapatkan karena sudah hadir pada waktu takbiratul ihram maka mereka pasti akan berlomba-lomba (untuk menghadirinya), dan kalaulah seandainya mereka mengetahui apa yang akan didapatkan ketika shalat isya dan shalat subuh pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan merangkak” [12].

4. Tidak satupun yang mendengarkan suara muazzin melainkan dia pasti akan menjadi saksi baginya nanti. Abu Sa’id Al-Khudri – Radiyallahu ‘Anhu – berkata kepada Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sha’sha’ah Al-Anshari :

إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ، فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاَةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ وَلاَ شَىْءٌ إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ‏”‏‏.‏ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم‏

Baca Juga  Media Tayammum

“Saya perhatikan kamu sangat menyukai kambing dan kampung, kalau kamu bersama kambingmu atau sedang berada di kampungmu kemudian kamu azan untuk melaksanakan shalat maka tinggikanlah suaramu ketika azan itu, karena sesungguhnya tidaklah suara muazzin itu didengarkan oleh jin, manusia dan yang lainnya melainkan dia akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat. Kemudian Abu Sa’id berkata : Saya mendengarkan (hadits) ini dari Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam [13]

5. Muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan mendapatkan pahala sama dengan pahala orang-orang yang shalat bersamanya. Ini berdasarkan hadits :

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ  أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ((إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مَدَّ صَوْتِهِ! وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَابِسٍ! وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ))!

” Dari Barra’ bin ‘Azib – Radiyallahu ‘Anhu – bahwasanya Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – bersabda : Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya akan bershalawat untuk orang-orang di shaf yang terdepan, dan muazzin akan diampuni dosanya sepanjang suaranya, dan dia akan dibenarkan oleh segala sesuatu yang mendengarkannya, baik benda basah maupun benda kering, dan dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya” [14].

6. Nabi mendo’akan untuk muazzin supaya mendapatkan ampunan dari Allah, ini berdasarkan hadits :

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((الْإِمَامُ ضَامِنٌ ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ ، اللَّهُمَّ أَرْشِدْ الْأَئِمَّةَ ، وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ ))

“Dari Abu Hurairah – Radiyallahu ‘Anhu – dia berkata : Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Seorang Imam Penjamin (pelaksanaan shalat) dan Muazzin orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaganya, Ya Allah tunjukilah para Imam dan berilah ampunan untuk para muazzin” [15].

7. Adzan akan menyebabkan diampuninya dosa dan dimasukkan ke dalam sorga, berdasarkan hadits :

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ،رضي الله عنه  قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏ “‏ يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةِ الْجَبَلِ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّي فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

“Dari ‘Uqbah bin ‘Amir – Radiyallahu ‘Anhu – dia berkata : saya mendengar Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Tuhan kalian ( Allah ) sangat kagum dengan seorang pengembala kambing di puncak bukit ( gunung ) ketika dia adzan dan shalat sendiri. Kemudian Allah Azza wa Jalla berfirman : lihatlah hamba-Ku ini, dia azan dan mendirikan shalat karena takut kepada-Ku, maka sungguh aku telah mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam sorga” [16].

8. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar bahwasanya Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda:

مَنْ أَذَّنَ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ سَنَةً وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِينِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ سِتُّونَ حَسَنَةً وَلِكُلِّ إِقَامَةٍ ثَلاَثُونَ حَسَنَةً ‏

“Siapa saja yang melakukan adzan sebanyak dua belas kali dalam setahun maka dia berhak masuk sorga, dan akan dicatatkan baginya enam puluh kebaikan setiap hari dia azan, dan untuk setiap qomat (dicatatkan ) tiga puluh kebaikan” [17] .

Ketiga : Pengertian Imamah dan Imam
Kata Imamah adalah bentuk masdar dari kalimat : Amma an-naasa apabila dia menjadi Imam yang mereka ikuti dalam shalatnya [18]. Maksudnya seorang laki-laki maju di hadapan orang-orang yang akan shalat supaya mereka bisa mengikutinya dalam shalat mereka.

Imamah adalah kepemimpinan orang-orang Islam. Imamah Kubra adalah kepemimpinan umum (universal/pemerintahan) dalam urusan agama dan dunia sebagai pelanjut kepemimpinan Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

Khilafah adalah Imamah Kubra. Pemimpin orang-orang Islam adalah Khalifah dan orang-orang yang sederajat dengannya [19]. Imamah Shughra adalah penghubung/pengikat antara shalat seorang makmum dengan imam berdasrkan syarat-syarat tertentu [20] .

Imam adalah orang yang diikuti dan didahulukan dalam berbagai urusan. Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – adalah Imamnya para Imam. Khalifah adalah Imam masyarakat, Al-Qur’an adalah Imam orang-orang Islam. Imam tentara adalah komandannya.

Kata-kata Imam dijama’ (pluralnya) adalah Aimmah. Imam dalam shalat adalah orang yang (berdiri) didepan orang-orang yang shalat dan mereka mengikutinya dalam gerakan-gerakan shalat.

Imam adalah orang yang diikuti oleh manusia seperti seorang ketua dan lainnya, (diikuti) secara benar ataupun salah, seperti imam dalam shalat. Imam adalah orang yang berilmu yang ditauladani.  Imam segala sesuatu adalah orang yang meluruskan dan memperbaikinya [21].

Keempat : Keutamaan Imamah dalam Shalat
1. Imamah dalam shalat termasuk ke dalam wilayah syar’iyah yang mempunyai keutamaan, sebagaimana sabda Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam :

((ؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ))

” Orang yang menjadi imam untuk suatu kaum adalah orang yang paling bagus bacaan terhadap Kitabullah (Al-Qur’an)” [22] .

Orang yang paling bagus bacaannya tentulah orang yang paling utama, itu menunjukkankan keutamaan imamah [23].

2. Seorang imam dalam shalat akan ditauladani dalam kebaikan. Ini berdasarkan keumumam firman Allah ta’ala ketika menyebutkan tanda-tanda Ibadurrahman (Hamba-hamba Allah), dimana mereka mengatakan dalam do’a mereka :

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

” Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. [Al-Furqan/25 : 74]

Maksudnya jadikan kami sebagai imam yang ditauladani dalam kebaikan. Ada juga yang mengatakan : jadikan kami sebagai petunjuk bagi mereka, penyeru mereka kepada kebaikan [24]). Mereka meminta kepada Allah  supaya menjadikan mereka sebagai imam ketaqwaan yang dicontoh oleh orang-orang yang bertaqawa. Ibnu Zaid mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim : ” Sesungguhnya Aku menjadikan kamu sebagai imam untuk manusia” [25].

Allah memberikan nikmat kepada orang yang dikehendaki-Nya untuk menjadi Imam dalam urusan agama, sebagaimana Allah berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ اَىِٕمَّةً يَّهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْاۗ وَكَانُوْا بِاٰيٰتِنَا يُوْقِنُوْنَ

” Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami”  [Sajadah/32 : 24].

Maksudnya tatkala mereka bersabar menghadapi perintah-perintah Allah ta’ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, mereka bersabar ketika belajar, mengajar dan berdakwah kepada Allah, dan keimanan mereka sampai kepada taraf keyakinan – yaitu ilmu yang sempurna yang dibarengi dengan amal – maka mereka menjadi imam-imam yang menunjuki (manusia) kepada kebenarana sesuai dengan perintah Allah, mengajak mereka kepada kebaikan, memerintahkan mereka untuk melaksanakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari kemunkaran [26] .

3. Do’a Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – untuk para imam supaya mendapatkan bimbingan, dan do’a untuk orang-orang yang beriman supaya mendapatkan ampunan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang akan datang.

4. Keutamaan Imamah sudah sangat masyhur. Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – sendiri sudah mempraktekkannya langsung, demikian juga dengan para Khalifah Rasyidin, dan ini terus dilanjutkan oleh orang-orang Islam yang terbaik ilmu dan amalnya. Keutamaan yang sangat besar ini tidak membatasi adanya pahala yang sangat banyak untuk azan, karena azan merupakan pemberitahuan untuk mengingat Allah ta’ala, apalagi azan itu mempunyai kesulitan.

Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat tentang azan dan imamah, manakah yang lebih utama ?. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Imamah lebih utama berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Dan ada juga yang berpendapat bahwa azan lebih utama, berdasrkan sabda Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – :

(( الْإِمَامُ ضَامِنٌ، وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ، اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ، وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ ))

” Seorang Imam Dhamin ( Penjamin pelaksanaan shalat) dan Muazzin Mu’taman ( orang yang diberikan amanah dan kepercayaan menjaganya ), Ya Allah tunjukilah para Imam dan berilah ampunan untuk para muazzin” [27]

Baca Juga  Kafirkah Orang Yang Meninggalkan Shalat

Kedudukan amanah di atas kedudukan jaminan dan lebih tinggi darinya, dan orang yang dido’akan dengan ampunan lebih utama dibandingkan orang yang hanya sekedar dido’akan supaya diberi petunjuk, ampunan lebih tinggi dari petunjuk karena ampunan merupakan tujuan akhir dari kebaikan [28].

Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa azan lebih utama dibandingkan dengan Imamah [29].

Adapun Imamah Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – dan para Khulafaurrasyidin – Radiyallahu ‘Anhum –, itu adalah sebuah kepastian bagi mereka karena itu merupakan tugas yang sangat besar, tidak mungkin disandingkan dengan azan. Oleh karena itu imamah mereka lebih utama dibandingkan dengan azan karena kondisi mereka yang seperti itu, meskipun banyak orang yang berpendapat bahwa azan lebih utama [30].

5. Besarnya keutamaan Imamah dan bahaya bagi orang yang meremehkannya kelihatan jelsas dalam hadits berikut ini :

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنه قال: ((يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ , وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ))

“Dari Abu Hurairah – Radiyallahu ‘Anhu – dari Nabi – Shalallahu ‘Alaihi Wasallam – beliau bersabda : mereka ( para imam ) shalat untuk kalian, kalau mereka benar maka pahalanya adalah untuk kalian dan mereka, dan kalau mereka bersalah maka kamu mendapatkan pahalamu dan salahnya menjadi tanggung mereka ” [31].

Maksudnya kalau mereka (para imam) benar dalam shalatnya dengan melengkapi syarat, rukun, wajib dan sunnah-sunnah shalat maka kalian akan mendapatkan pahala shalat kalian dan mereka mendapatkan pahala shalat mereka, dan kalau mereka bersalah dalam shalat mereka seperti kalau mereka shalat padahal mereka berhadats maka kalian akan mendapatkan pahala shalat kalian sementara mereka akan mendapatkan iqabnya [32].

عن عقبة بن عامر – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول: ((مَنْ أَمَّ النَّاسَ فَأَصَابَ الْوَقْتَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعَلَيْهِ وَلاَ عَلَيْهِمْ ))

” Dari ‘Uqbah bin ‘Amir – Radiyallahu ‘Anhu – dia berkata : Saya mendengar Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda: Siapa saja mengimami orang lain kemudian dia benar dengan waktunya maka dia dan mereka akan dapat pahala, dan apabila dia menguranginya ( tidak menyempurnakan shalat) maka dia akan menanggung dosanya dan mereka akan mendapatkan pahala (shalat) mereka” [33]

عن سهل بن سعد – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول: ((الإِمَامُ ضَامِنٌ فَإِنْ أَحْسَنَ فَلَهُ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءَ – يَعْنِي – فَعَلَيْهِ وَلاَ عَلَيْهِمْ))

” Dari Sahal bin Sa’ad – Radiyallahu ‘Anhu – dia berkata : Saya mendengar Rasulullah – Shalallahu ‘Alaihi wa Aalihi Wasallam – bersabda : Seorang imam menjadi penjamin ( shalat ), kalau seandainya dia melaksanakan dengan baik maka dia dan makmum akan mendapatkan pahala, dan kalau dia merusakknya maka dia akan mendapatkan iqabnya dan mereka akan mendapatkan pahala mereka” [34] .

Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabanya.

Ditulis oleh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthany Sabtu, 12 / 6 / 1427 H

[Disalin dari فضل الأذان والإمامة Penulis Syekh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthany, Penerjemah Abu Mushlih MT, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] Lihat buku : An-Nihayah fi Gharib al-Hadits karangan Ibnu Atsir : 1/34, dan Buku Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/53
[2] Lihat buku Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/53, Ta’rifaat karangan Al-Jurjani, dan Subulussalam karangan Shan’ani : 2/55
[3] Lihat buku : Syarah Al-‘Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/95
[4] Lihat buku : Ar-Raudhu Al-Murbi’ ma’a Hasyiyah Ibnu Qasim : 1/428, dan Asy-Syarhu Al-Mumti’ karangan Syekh Ibnu Utsaimin : 2/36
[5] Lihat buku : Syarhu Al-‘Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/95
[6] Muttafaqun ‘Alaihi, Bukhari : 628 dan Muslim : 674
[7] Ibnu Hajar mengatakan: terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang tahun difardhukannya azan, pendapat yang rajih (kuat) adalah yang mengatakan bahwa itu terjadi pada tahun pertama Hijriyah, meskipun ada juga yang mengatakan pada tahun kedua hijriyah. Lihat Fathul Bari : 2/78
[8] Lihat buku : Syarhu Al-‘Umdah karangan Ibnu Taimiyah : 2/96 dan Fatawa Ibnu Taimiyah : 22/64
[9] Syekh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa azan wajib bagi laki-laki merdeka ataupun hamba sahaya meskipun sendiri, ataupun sedang dalam safar ( dalam perjalanan). Saya mendengarkan pendapat beliau ini ketika beliau menjelaskan Syarah Ar-Raudhu Al-Murbi’ : 1/430, tanggal 30/11/1418 H. Lihat juga buku: Al-Mukhtaarat Al-Jaliyyah karangan As-Sa’di : 37, dan Fatawa Muhammad bin Ibrahim : 2/224, Asy-Syarhu Al-Mumti’ karangan Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin : 2/41
[10] HR. Muslim : 387
[11] Muttafaqun ‘Alaihi, Bukhari : 608 dan Muslim : 389
[12] Muttafaqun ‘Alaihi, Bukhari : 615 dan Muslim : 437
[13] HR. Bukhari : 609
[14] HR. An-Nasa’i : 2/13 nomor : 646, Ahmad : 4/284, Almunziri mengatakan dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib : 1/243: Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa’i dengan sanad Hasan Jayyid. Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib : 1/99
[15] HR. Abu Daud : 1/143 nomor : 517, Tirmizi : 1/402. Hadits ini dishahihkan oleh Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib : 1/100. Hadits ini dikuatkan oleh hadits oleh ‘Aisyah – Radiyallahu ‘Anha yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan Sanad yang Shahih : 1669
[16] HR. Abu Daud : ?
[17] HR. Ibnu Majah : 723, Hakim dalam Al-Mustadrak : 1/205 dan dia mengatakan hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan pendapat ini disetujui oleh  Adz-Dzahabi. Al-Munziri mengatakan dalam At-Targhib wa At-Tarhib : 1/111: “Hadits ini sebagaimana dikatakannya (Hakim). Hadits ini juga dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilah Hadits Shahih : 42, dan di Shahih Ibnu Majah : 1/226
[18] Hasyiyah ar-raudhu al-murbi’ karangan Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim : 2/296
[19] Lihat : Al-Qaamuus al-Fiqhi lughatan wa ishthilaahan karangan Sa’di Abu Habib : 24
[20] Op.cit : 24
[21] Lihat : Mu’jam Maqayis al-Lughah karangan Ibnu Faris : 48, Lisan al-‘arab karangan Ibnu Manzhur : 12/25, Mufradat Alfaazh al-Qur’an karangan Ar-Raghib al-Asbahani : 87, Mu’jam Lughah Al-Fuqahaa’ karangan Prof. Dr. Muhammad Rawwas : 68-69
[22] HR. Muslim : 673
[23] Lihat : Asy-Syarhu al-Mumti’ karangan Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin : 2/36
[24] Lihat : Jami’u al-Bayan ‘an Takwiili Aayi al-Qur’an karangan Imam Thabari : 19/319, dan Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim karangan Ibnu Katsir : 966
[25] Lihat : Jami’u al-Bayan ‘an Takwiili Aayi al-Qur’an karangan Imam Thabari : 19/319
[26] Lihat : Jami’u al-Bayan ‘an Takwiili Aayi al-Qur’an karangan Imam Thabari : 20/194, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim karangan Ibnu Katsir : 1019, dan Taisiir Al-Kariim Ar-Rahman karangan As-Sa’di : 604, serta Fatawa Syaikul Islam Ibnu Taimiyah : 23/340
[27] Takhrij haditsnya sudah terdahulu
[28] Lihat Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah : 2/55, Syarah al-‘Umdah karangan Ibnu Taimiyah: 2/136-140, Hasyiyah Abdurrahman al-Qasim ‘ala ar-raudhu al-murbi’ : 2/296, dan Asy-Syarhu al-mumti’ karangan Ibnu Utsaimin : 2/36
[29] Lihat Syarhu al-‘Umdah : 2137, Al-Ikhtiyaraat al-fiqhiyah karangan Ibnu Taimiyah : 56. Syekh Utsaimin menguatkan pendapat ini dalam Asy-Syarhu al-Mumti’ : 2/36
[30] Al-Ikhtiyaraat al-fiqhiyah karangan Ibnu Taimiyah : 56, Syarhu al-‘umdah : 2/139
[31] HR. Bukhari : 694, Ahmad : 2/355
[32] Lihat Fathul Bari : 2/187 dan Irsyad as-saari karangan al-qisthlani : 2/341
[33] HR. Ahmad : 4/154, Ibnu Majah : 983, Abu Daud : 580. Albani mengatakan dalam shahih Sunan Abi Daud : 1/115 “Hadits ini Hasan Shahih”, dan juga disahihkannya dalam Shahih Sunan Ibnu Majah : 1/293
[34] HR. Ibnu Majah : 981 dan dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah : 1/292

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah3 Shalat
  4. /
  5. Keutamaan Adzan dan Imam