Menghindari Hubungan Badan yang Diharamkan

BAB II
HAK-HAK ISTERI ATAS SUAMINYA

Pasal 5
Hak Menginap dan Digauli
Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dia berkata, ‘Ada tiga orang datang ke rumah isteri-isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberi tahu, seakan-akan mereka merasa bahwa ibadah mereka selama ini belum ada apa-apanya dibanding ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seraya bertanya, ‘Di manakah posisi kita dibandingkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal Allah telah memberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosa beliau yang telah berlalu maupun yang akan datang.’

Seorang di antara mereka berkata, ‘Aku akan menegakkan qiyamul lail selamanya.’ Seorang lainnya berkata, ‘Aku akan berpuasa selamanya sepanjang tahun dan tidak berbuka.’ Dan yang ketiga berkata, ‘Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.’” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang seraya bersabda:

أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُـمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللهِ إِنِّي َلأَخْشَاكُـمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُـمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُـدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.

Kaliankah yang mengatakan ini dan itu? Demi Allah, sesung-guhnya aku adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, tetapi aku masih tetap berpuasa, dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak menyukai Sunnahku, berarti dia bukan termasuk golonganku.”

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia berkata, “Ayahku pernah menikahkan diriku dengan wanita terhormat. Dia pernah mendekati menantunya sambil menanyakan kepadanya tentang suaminya, maka sang menantu berkata, ‘Dia merupakan suami terbaik. Dia belum pernah menggauliku dan belum pernah memberikan perlindungan kepada kami sejak kami mendatanginya, ketika masalah ini terus berlarut, maka diajukan kepada Nabi lalu beliau bersabda: ‘Pertemukan aku dengannya.’ Kemudian bertemulah keduanya. Beliau bertanya, ‘Bagaimana engkau berpuasa?’ ‘Aku berpuasa setiap hari,’ jawabku. ‘Bagaimana pula engkau mengkhatamkan al-Qur-an?’ tanya beliau. ‘Aku menghantamkannya, setiap malam,’ jawabku. Dia berkata, ‘Hendaklah engkau berpuasa tiga kali setiap bulannya, dan hendaklah membaca (mengkhatamkan) al-Qur-an satu kali pada setiap bulannya…’” [HR. Al-Bukhari].

Dalam riwayat al-Bukhari lainnya juga disebutkan, “‘Abdullah bin ‘Amr berkata, “Telah sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku puasa terus-menerus serta mengerjakan shalat sepanjang malam, baik ketika itu Nabi telah mengirimkan padaku utusan maupun aku harus menemuinya, lalu beliau bersabda:

أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ وَلاَ تُفْطِرُ وَتُصَلِّي؟ فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِنَفْسِكَ وَأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا…

Bukankah aku telah diberitahu bahwa kamu telah berpuasa dan tidak pernah berbuka serta selalu mengerjakan shalat malam? Oleh karena itu, berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, karena sesungguhnya kedua matamu memiliki hak atas dirimu dan dirimu serta keluargamu juga mempunyai hak atas dirimu…’”

Dari ‘Aun bin Abi Juhaifah dari ayahnya, dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abud Darda’. Maka Salman mengunjungi Abud Darda,’ lalu dia melihat Ummud Darda’ memakai pakaian yang tidak bagus, dia pun berkata kepadanya, ‘Mengapa keadaanmu seperti ini?’ Ummud Darda’ menjawab, ‘Saudaramu, Abud Darda’ tidak memiliki kebutuhan terhadap dunia (tidak menggauli isterinya).’ Kemudian Abud Darda’ datang, maka Salman membuatkan makanan untuknya seraya berkata, ‘Makanlah.’ ‘Aku tengah berpuasa,’ jawabnya. Salman berkata, ‘Aku tidak akan makan sehingga engkau makan.’” Abu Juhaifah melanjutkan, “Maka Abud Darda’ pun makan. Dan ketika malam tiba, Abud Darda’ bangun. Lalu Salman berkata, “Tidurlah.” Maka Abud Darda’ pun tidur, tetapi setelah itu dia bangun kembali. Maka Salman berkata, ‘Tidurlah.’ Dan ketika akhir malam tiba, Salman berkata, ‘Sekarang, bangunlah.’ Kemudian keduanya mengerjakan shalat. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak atas dirimu, dirimu juga memiliki hak atas dirimu sendiri, demikian juga dengan keluargamu yang memiliki hak atas dirimu. Oleh karena itu, berikanlah hak itu kepada pemiliknya.’ Selanjutnya, dia (Abud Darda’) mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menceritakan hal tersebut kepada beliau, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, ‘Salman benar.” [HR. Al-Bukhari].

Baca Juga  Seorang Suami Tidak Boleh Berjima' dengan Seorang Isteri di Luar Waktu Gilirannya

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan di dalam kitab Fat-hul Baari (IV/212), “Di dalam hadits tersebut terkandung ketetapan hak seorang isteri atas suaminya dalam mempergaulinya secara baik. Dan ketetapan hak ‘nafkah bathin’ diambil dari ucapan Salman, ‘Dan isterimu juga mempunyai hak atas dirimu.’ Setelah itu, beliau berkata, ‘Maka campurilah isterimu.’ Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengakui hal tersebut.”

Pasal 6
Menyebarluaskan Rahasia Isteri
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا.

Sesungguhnya  orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat kelak adalah suami yang berjima’ dengan isterinya dan isterinya juga demikian, kemudian dia menyebarluaskan rahasia isterinya.” [HR. Muslim].

Dan dalam riwayat yang lain juga milik Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu  bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ اْلأَمَانَةِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا.

Sesungguhnya (bencana) amanat yang paling besar di sisi Allah pada hari Kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang berjima’ dengan isterinya dan isterinya juga demikian, kemudian menyebarkan rahasianya.

Pasal 7
Menghindari Hubungan Badan yang Diharamkan
Allah Ta’ala berfirman:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ – ٢٢٢ نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Mereka bertanya kepada kalian tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isteri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”  [Al-Baqarah/2: 222-223]

Baca Juga  Kewajiban Menyamaratakan Semua Isteri dalam Hal Pemberian Nafkah

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan di dalam Tafsirnya (I/477), “Fir-man-Nya: فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيْضِ  ‘Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,’ yakni kemaluan. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah:

اِصْنَعُوْ كُلَّ شَيْئٍ إِلاَّ النِّكَاحَ.

Lakukanlah segala sesuatu, kecuali berjima’ (campur).’

Oleh karena itu, banyak ulama atau sebagian besar dari mereka berpendapat, dibolehkan mencumbui wanita yang sedang haid, kecuali pada bagian kemaluan.”

Diriwayatkan oleh Muslim (no. 302) di dalam kitab Shahiihnya dari hadits Anas bahwasanya di kalangan orang-orang Yahudi, jika ada seorang wanita yang mengalami haid, maka mereka tidak akan mengajak mereka makan, tidak juga bersama-samanya di dalam rumah. Lalu para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga Allah Ta’ala menurunkan ayat:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Mereka bertanya kepada kalian tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.’ [Al-Baqarah/2: 222]

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lakukan segala sesuatu, kecuali berjima’.’ ‘Lalu hal tersebut terdengar oleh orang-orang Yahudi, maka mereka pun berkata, ‘Apa yang diinginkan oleh orang ini (Nabi) untuk meninggalkan sesuatu dari urusan kami, melainkan dia menyelisihi kami.’ Kemudian Usaid bin Hudhair dan ‘Abbad bin Bisyir, keduanya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi mengatakan begini dan begitu, apakah kita tidak mencampuri mereka (para isteri)?’ Maka wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah sehingga kami mengira beliau marah kepada keduanya sehingga keduanya keluar. Lalu tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau mengirimkan utusan untuk mencari jejak mereka, lalu memberi minum keduanya sehingga mereka mengetahui bahwa beliau tidak marah kepada keduanya.”

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Wanita dan Keluarga...
  4. /
  5. Menghindari Hubungan Badan yang...