Meraih Ampunan Allah Di Bulan Ramadhan
MERAIH AMPUNAN ALLAH AZZA WA JALLA AL-GHAFUR DI BULAN RAMADHAN YANG MULIA
Di antara nama Allah Azza wa Jalla adalah al-Ghafûr, dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allah Azza wa Jalla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُوْنَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. [HR. Muslim, no. 2749]
Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.
Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhan, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas. [az-Zumar/39:10]
Kesabaran adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّنَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَجِبْرِيْلُ يَدْعُوْ قَالَ الصَّحَابَةُ : أَمَّنْتَ يَا رَسُوْلَ الله قَالَ:جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ : بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ قُلْتُ: آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّانِيَةَ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ: آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الثَّالِثَةَ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ قُلْتُ آمِيْن
Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril berdoa. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah! Engkau telah mengucapkan amîn”. Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata: “Celakalah orang yang menjumpai Ramadhan lalu tidak diampuni”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata: “Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata: “Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya, lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”. Maka aku jawab: “Amîn”.[1]
Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shaleh agar Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan.
Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:
1. Tauhid
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. [an-Nisâ`/4:48]
Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi dosa bersama tauhid, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allah Azza wa Jalla. Apabila Dia Azza wa Jalla berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Azza wa Jalla berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allah Azza wa Jalla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan. ‘Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah akan mengambil seorang dari umatku (untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat. Lalu Allah menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran catatan amal miliknya. Setiap lembaran seperti sepanjang mata memandang. Kemudian Allah berfirman: “Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”. Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”. Lalu Allah berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?” ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”. Lalu Allah berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami, tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”. Lalu keluarlah satu kartu berisi syahadatain. Kemudian Allah berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!” Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?” Maka Allah berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain. Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat. Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allah”. [2]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Qudsi menyatakan:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Allah berfirman: Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa sepenuh bumi dosa kemudian kamu menjumpai-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik) tentu saja aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan. [HR Muslim].
Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allah Azza wa Jalla dengan adanya pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allah Azza wa Jalla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allah Azza wa Jalla menggantikannya dengan ampunan.
2. Doa dengan Pengharapan.
Allah Azza wa Jalla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. [Ghâfir/40:60]
Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena tidak terpenuhinya sebagian syarat atau adanya sebagian penghalangnya.
Di antara syarat terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allah Azza wa Jalla , sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allah (Ya Allah Azza wa Jalla , kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allah Azza wa Jalla dan salawat, berusaha memilih makanan dan minuman yang halal dan lain-lain.
Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabbnya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui doamu dengan perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz,” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ
Permohonan kami di seputar itu [3]
Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka. Abu Muslim al-Khaulâni mengatakan: “Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku, kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”
3. Istigfâr (Memohon Ampunan)
Karena permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab, penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit. Dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli; Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukanKu dengan apapun juga, maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.(HR. at-Tirmidzi)
Membaca istighfâr adalah penutup terbaik bagi berbagai amalan dan umur serta penutup majlis.
4. Berpuasa di siang hari dan shalat malam karena iman, mengharapkan balasan pahala dari Allah Azza wa Jalla , ikhlas serta dalam rangka taat kepada Allah Azza wa Jalla .
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang banyak, juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk melestarikan adat atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta tidak untuk mensukseskan urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk mendoakan keburukan yang tidak pantas buat seorang Muslim. Dia melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat beriman kepada Allah Azza wa Jalla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadits dinyatakan :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.[al-Bukhâri dan Muslim]
Alangkah luar biasanya (fantastis) seorang yang melaksanakan ibadah puasa dan menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika dilahirkan oleh dia ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati suci. Dalam hadits yang lain :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.[4]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَيْكُمْ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar (diampuni) dari dosa-dosanya sebagaimana dia dilahirkan oleh ibundanya.[5]
Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya dengan shalat terawih serta berusaha mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla .
5. Melaksanakan shalat malam pada Lailatul Qadar karena iman dan ingin mendapatkan pahala.
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang Allah Azza wa Jalla muliakan, melebihi semua malam lainnya, suatu malam saat Allah Azza wa Jalla menurunkan kitab-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur`ân) pada malam kemuliaan [al-Qadr/97:1]
Allah Azza wa Jalla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allah Azza wa Jalla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencari Lailatul Qadar ini pada seluruh hari pada bulan Ramadhan, karena beliau n pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, kemudian sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang ingin mendapatkan keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan shalat malam pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat bulan.
Dalam hadits, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat [6]
Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.
6. Bersedekah
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allah Azza wa Jalla . Dengannya, seorang hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla berikut:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allah mengetahuinya. [Ali Imrân/3:92].
Dalam hadits Mu’âdz, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ
Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam …[at-Tirmidzi no: 2541]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (ifthârus shâim). Disebutkan dalam hadits:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun. [HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni]
Pahala orang yang bersedekah dilipatgandakan sampai tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan Ramadhan, penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan yang sangat menarik, berbondong-bondongnya orang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhan.
7. Melakukan Umrah
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Ibadah umrah ke ibadah umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya. Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga. [al-Bukhâri no: 1650]
Umrah di bulan Ramadhan pahalanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehabis pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu Sinân : “Apa yang menghalangimu untuk berhaji (denganku).” Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta. Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِيْ حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِيْ
Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan dapat mengganti haji bersamaku. [HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028]
Betapa besar keberuntungan orang yang umrah di bulan Ramadhan. Ia bagaikan berhaji bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seperti orang yang menyertai beliau dalam ihram, sai dan thawaf dan seluruh manasik haji beliau.
8. Menyempurnakan Puasa Sebulan Penuh
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api neraka di bulan Ramadhan, dan itu terjadi di setiap malam. Allah Azza wa Jalla menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus. Ada Ulama yang mengatakan:
مَنْ صَامَ الشَّهْرَ وَاسْتَكْمَلَ اْلأَجْرَوَأَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ فَقَدْ فَازَ بِجَائِزَةِ الرَّبِّ
Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna, dan berjumpa dengan malam lailatul qadar, sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allah
Semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.
(Diambil dari kitab Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, hlm 265-272, karya Syaikh Sa`d bin Sa`îd al-Hajuri, Dâr Ibnul Jauzi)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Penulis kitab Nadhratun Na’îm (10/5014) berkata : hadits ini dikeluarkan al-Hâkim dalam Al-Mustadrak (4/154) dan berkata: hadits ini shahîh sanadnya, namun imam al-Bukhâri dan Muslim tidak mengeluarkannya. Imam adz-Dzahabi menyetujui hal ini. (Dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb).
[2] HR at-Tirmidzi kitab Iman bâb Mâ Jâ`a Fîman Yamûtu Wahuwa Yasyhadu An Lâ Ilâha Illallâh dan dishahîhkan al-Albâni dengan no. 2639
[3] Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ no. 3163
[4] HR Imam Muslim, Kitâb Shalâtil Musâfirîn, bab At-Targhîb Fî Qiyâmi Ramadhân Wa Huwa Shalâtut Tarâwîh, no. 1778
[5] Penyusun kitab Nadhratun Na’îm mengatakan : Diriwayatkan oleh Imam an-Nasâ’i 4/158 dan lafazh ini adalah lafazh imam an-Nasâ’i; diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad 1/191. Syaikh Ahmad Syâkir mengatakan : “Sanad hadits ini shahîh.”
[6] HR Imam Muslim, Kitâb Shalâtil Musâfirîn, bab At-Targhîb Fî Qiyâmi Ramadhân Wa Huwa Shalâtut Tarâwîh, no. 1778
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah5 Puasa
- /
- Meraih Ampunan Allah Di...