Agar Amal Kita Diterima

AGAR AMAL KITA DITERIMA

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalalahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:

Didalam kitab -Nya yang mulia Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman kepada kita semua selaku umat pembawa risalah terakhir:

إِنَّ ٱلَّذِينَ هُم مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِم مُّشۡفِقُونَ ٥٧ وَٱلَّذِينَ هُم بِ‍َٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُونَ ٥٨ وَٱلَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُونَ ٥٩ وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ ٦٠ أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ ٦١

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”.  [al-Mu’minuun/23: 57-61].

Imam Tirmidzi membawakan sebuah hadits tentang tafsir ayat ini didalam sunannya yang diriwayatkan sampai pada Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan: “Diriku pernah bertanya kepada Rasulallah Shalalahu ‘alaihi wa sallam tentang maksud firman Allah ta’ala:

وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”.  [al-Mu’minuun/23: 60].

Aisyah bertanya: ‘Apakah mereka orang-orang yang dahulunya minum khamr dan mencuri? Maka beliau menjawab:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لا يا بنت الصديق ولكنهم الذين يصومون ويصلون ويتصدقون وهم يخافون أن لا يقبل منهم أولئك الذين يسارعون في الخيرات » [أخرجه الترمذي]

Bukan, wahai puterinya ash-Shidiq. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, sholat dan bersedekah, lalu dibarengi rasa takut sekiranya amalannya tidak diterima, mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk berlomba-lomba dengan kebaikkan“. HR at-Tirmidzi no: 3175. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih at-Tirmidzi 3/79 no: 2537.

Sungguh para sahabat Rasulallah Shalalahu ‘alaihi wa sallam, dengan ketamakan mereka dalam mengerjakan amal shaleh, selalu saja rasa takut menghampiri mereka kalau sekiranya amalan yang mereka lakukan gugur sia-sia, mereka takut amalannya tidak diterima. Hal itu, tentu timbul karena kedalaman ilmu yang mereka miliki serta keimanan yang begitu kuat. Sampai kiranya Abdullah bin Mulaikah mengatakan: “Aku telah menjumpai tiga puluh orang sahabat Nabi lebih dan mereka semua takut sifat nifak dalam dirinya, dimana tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengatakan: ‘Sesungguhnya keimananan saya seperti keimanannya Jibril dan Mikail’.[1]

Abu Darda pernah mengatakan: “Kalau seandainya aku bisa yakin seratus persen bahwa Allah Shubhanahu wa ta’ala menerima satu sholat saja yang aku kerjakan, maka itu lebih aku cintai dari pada dunia dan isinya, karena Allah ta’ala telah berfirman:

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

“Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. [al-Maa’idah/5: 27].[2]

Sahabat Ali bin Thalib pernah mengatakan: “Hendaknya kalian menjadi orang yang lebih memperhatikan apakah amalnya diterima dari hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian mendengar firman Allah tabaraka wa ta’ala:

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

“Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. [al-Maa’idah/5: 27].

Maksud takwa dalam ayat diatas, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Athiyah adalah: “Takut perbuatan syirik berdasarkan kesepakatan ahlu sunah wal jama’ah. Maka barangsiapa yang takut terhadap perbuatan syirik dia adalah seorang muwahid (yang bertauhid), sehingga amalan sedekah yang ia lakukan niatnya bisa diterima. Oleh karenanya, keadaan orang yang takut terhadap perbuatan syirik dan maksiat maka mereka mempunyai kesempatan terbesar untuk diterima amalannya serta mendapat stempel rahmat dari Allah Shubhanahu wa ta’ala, hal tersebut bisa diketahui dari berita-berita yang telah Allah Shubhanahu wa ta’ala kabarkan dalam firman -Nya”. [3]

Allah Shubhanahu wa ta’ala pernah berfirman dalam kitab suci -Nya:

ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.   [al-Mulk/67: 2]

Fudhail bin Iyadh menjelaskan: “Makna firman Allah: “Yang lebih baik amalnya“. Maksudnya amalan yang paling ikhlas dan benar. Ikhlas kalau sekiranya untuk Allah Shubhanahu wa ta’ala semata dan benar jikalau sesuai diatas sunah”. [4]

Syarat Diterimanya Amal
Para ulama mengatakan; ‘Bahwa amal shaleh tidak mungkin diterima oleh Allah Shubhanahu wa ta’ala melainkan bila terpenuhi padanya dua syarat:

Pertama: Hendaknya amal shaleh tersebut sesuai dengan syari’at yang telah Allah Shubhanahu wa ta’ala tentukan didalam kitab -Nya, atau sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasul -Nya. Disebutkan dalam haditsnya Aisyah radhiyallahu ‘anha oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ » [أخرجه البخاري و مسلم]

Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang tidak ada dalam dalam urusan (agama) kami maka ia tertolak“. HR Bukhari no: 2697. Muslim no: 1718.

Artinya amalan tanpa pijakan agama tersebut tertolak, tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.

Dalam hadits lain diterangkan kita diperintah supaya memegangi sunah Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dalam haditsnya Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

Baca Juga  Mungkinkah Kaum Muslimin Akan Berjaya?

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فعليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين المهديين فتمسكوا بها و عضوا عليها بالنواجذ » [أخرجه أبو داود و الترمذي]

Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunahku dan sunahnya para Khulafaur Rasidhin yang mendapat petunjuk, pegangilah sunah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian“.  HR Abu Dawud no: 4607. at-Tirmidzi no: 2676. Beliau berkata hadits hasan shahih.

Kedua: Hendaknya amal shaleh tersebut dikerjakan secara ikhlas karena mengharap wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla. Berdasarkan haditsnya Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, dimana Nabi  Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

Hanyalah segala amal itu sesuai dengan niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang mendapat sesuai dengan apa yang diniatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa hijrahnya untuk mencari dunia atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkan“. HR Bukhari no: 1. Muslim no: 1907.

Dan yang mendukung serta membenarkan ucapan tadi adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam kitab -Nya:

قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. [al-Kahfi/18: 110].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Menurut ahlu sunah wal jama’ah amalan akan diterima dari orang yang bertakwa kepada Allah Shubhanahu  wa ta’alla, dikerjakan ikhlas karena Allah Shubhanahu  wa ta’alla dan sesuai dengan perintah -Nya. Oleh karena itu, barangsiapa bertakwa kepada -Nya ketika beramal maka kemungkinan diterima lebih banyak, walaupun dirinya melakukan perbuatan maksiat pada tempat lain, dan siapa yang tidak menetapi ketakwaan tatkala beramal maka peluang tidak diterimanya lebih besar, walaupun disatu sisi dia mentaati Allah Shubhanahu  wa ta’alla “. [5]

Dan Allah ta’ala telah menegaskan kalau kebaikkan akan menghapus kejelekkan, seperti yang tertera dalam firman -Nya:

وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِۚ

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk”.  [Huud/11: 114].

 Kalau sekiranya kebajikan tidak diterima dari para pelaku kejelekan maka peluang untuk menghapusnya sangat sedikit sekali.

Jangan Remehkan Kebaikan Sekecil Apapun
Dan tidak sepantasnya bagi seorang mukmin untuk meremehkan amal shaleh biarpun nilainya sedikit, dimana Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti supaya kita jangan sampai berbuat semacam itu. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ » [أخرجه مسلم]

Janganlah kalian sekali-kali meremehkan kebajikan sedikitpun, walau hanya sekedar bertemu dengan saudaranya dengan wajah berseri“.  HR Muslim no: 2626.

Dalam Kisah Mereka Ada Teladan
Karena bisa jadi amal yang ringan ini diterima oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, lalu sebagai penyebab dirinya masuk ke dalam surga. Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam pernah menuturkan sebuah kisah:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

Pernah ada seekor anjing yang sedang mengelilingi sebuah sumur, hampir-hampir dirinya mati karena kehausan. Pada waktu itu ada wanita pelacur dikalangan Bani Israil melihatnya, maka dia turun mengambil air dengan sepatunya, kemudian diberikan pada anjing tersebut, (dengan) sebab itu dirinya diampuni“.  HR Bukhari no: 3467. Muslim no: 2245.

Dalam shahih Muslim dibawakan sebuah kisah yang patut kita camkan baik-baik, dimana Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dalam sebuah sabdanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِى الْجَنَّةِ فِى شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِى النَّاسَ » [أخرجه مسلم]

“Sungguh aku pernah menyaksikan ada seseorang yang  keadaannya tak menentu disurga gara-gara satu batang pohon yang dulu dia tebang lalu (ia biarkan) menganggu orang lain“.  HR Muslim no: 1914.

Al-Hafidh Ibnu Hajar memberi petuahnya: “Seharusnya bagi seseorang untuk tidak meremehkan perkara kebajikkan yang mendatanginya walaupun sedikit, tidak pula untuk menjauhi perbuatan jelek biarpun ringan. Karena dirinya tidak mengetahui kebaikkan yang mana akan mendapat rahmat Allah Shubhanahu wa ta’alla, demikian juga dirinya tidak tahu amal kejelekkan mana yang mendatangkan murka -Nya”. [6]

Bisa jadi sebuah amalan tidak diterima, biarpun dimata pelakunya sangat besar nilainya, bisa karena faktor ujub, atau pamer, bangga atas dirinya, atau menyebut-nyebut amalan ditersebut dimata umum, sehingga faktor-faktor itu menjadi sebab amalannya tertolak. Seperti salah satu contoh yang Allah Shubhanahu wa ta’alla telah sebutkan dalam firman -Nya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”.  [al-Baqarah/2: 264].

Baca Juga  Adakah Isi dan Kulit Dalam Ajaran Islam?

Tembok Penghalang
Dan penghalang terbesar tidak diterimanya amal ialah perbuatan syirik. Berdasarkan firman Allah azza wa jalla:

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كُفَّارٞ فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡ أَحَدِهِم مِّلۡءُ ٱلۡأَرۡضِ ذَهَبٗا وَلَوِ ٱفۡتَدَىٰ بِهِۦٓۗ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, Maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu”.  [al-Imran/3: 91].

Sehingga siapapun orangnya yang menyembah Allah Shubhanahu wa ta’alla bukan dengan cara agama Islam maka tidak akan mungkin amalannya bisa diterima walaupun jumlah banyak. Seperti yang Allah ta’ala tegaskan dalam firman -Nya:

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. [al-Imran/3: 85].

Sebab Diterimanya Amal
Diantara sebab diterimanya amal adalah do’a. Allah ta’ala mengkisahkan tentang Nabi -Nya Ibrahim dalam firman -Nya:

وَإِذۡ يَرۡفَعُ إِبۡرَٰهِ‍ۧمُ ٱلۡقَوَاعِدَ مِنَ ٱلۡبَيۡتِ وَإِسۡمَٰعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. [al-Baqarah/2: 127].

Salah satu faktor diterimanya amal adalah beristighfar, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنۡ حَيۡثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ وَٱسۡتَغۡفِرُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [al-Baqarah/2: 199].

Adalah kebiasan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salalm yang dilakukan setelah usai dari sholat adalah mengucapkan: ‘Astaghfirullah‘ (Aku memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sebanyak tiga kali lalu membaca:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ » [أخرجه مسلم]

Ya Allah, Engkaulah as-Salamm, dari –Mu lah keselamatan itu. Sungguh Maha Suci Engkau, wahai pemilik Keagungan dan Kemuliaan“. HR Muslim no: 591.

Tanda Diterimanya Amal Shaleh
Diantara salah satu tanda diterimanya amal shaleh ialah giat untuk terus melanjutkan dari satu amal kebajikan pada amal kebajikan yang lainnya. Berkata sebagian salaf: “Kebaikan menyeru saudaraku, saudaraku. Begitu pula maksiat juga menyeru saudaraku, saudaraku”.

Dan yang membenarkan hal tersebut ialah sabda Nabi Muhammad Shalalahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ » [أخرجه البخاري و مسلم]

Wajib atas kalian untuk jujur, sesungguhnya kejujuran mengantarkan pada kebajikan dan kebajikan mengantarkan pada surga“.  HR Bukhari no: 6094. Muslim no: 2607.

Salah satu tanda yang lain ialah pelakunya merasa, kalau masih banyak sekali kekurangan dalam beramal dibanding dengan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala padanya, serta taufik     -Nya, yang sekiranya kalau  Allah  Shubhanahu wa ta’ala tidak menghendaki tentu tidak akan tercapai. Allah Shubhanahu wa ta’ala berfirman:

يَمُنُّونَ عَلَيۡكَ أَنۡ أَسۡلَمُواْۖ قُل لَّا تَمُنُّواْ عَلَيَّ إِسۡلَٰمَكُمۖ بَلِ ٱللَّهُ يَمُنُّ عَلَيۡكُمۡ أَنۡ هَدَىٰكُمۡ لِلۡإِيمَٰنِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”.  [al-Hujuraat/49: 17].

Diantara tanda diterima amalnya ialah seorang hamba merasakan kelezatan dalam beribadah, senang dan menyukainya. Sebagaimana yang terjadi pada diri Rasul, bila ingin tenang beliau menyeru:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ » [أخرجه أبو داود]

Wahai Bilal, berdirilah jadikan kami tenang dengan sholat“. HR Abu Dawud no: 4986. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Abi Dawud 3/941 no: 4171.

Dan Allah ta’ala telah menyebutkan akan hal itu dalam firman -Nya:

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِين

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.  [al-Baqarah/2: 45].

Sebagian ulama mengatakan: “Ringannya untuk mengerjakan ketaatan merupakan dampak dari kecintaan orang yang taat serta bentuk pengagungannya. Sesungguhnya penyejuk pandangan mata orang yang mencintai sebagai bentuk ketaatan pada Dzat yang dicintainya. Didalam hadits disebutkan:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ » [أخرجه النسائي]

Dan dijadikan sholat sebagai penyejuk pandanganku“. HR an-Nasa’i no: 3939. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan an-Nasa’i 3/827 no: 3680.

 Karena didalam sholat ada ketenangan jiwa, merasa lebih dekat kepada Penciptanya serta kelezatan untuk bermunajat.

Inilah akhir dari kajian kita kali ini, kita panjatkan segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari شروط قبول العمل Penulis  Syaikh  Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
______
Footnote
[1] Disebutkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya secara mu’alaq (tanpa sanad).
[2] Tafsir Ibnu Katsir 5/166. Dan sanadnya hasan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
[3] Tafsir al-Qurthubi 7/411.
[4] Madaarijus Saalikin oleh Ibnu Qoyim 2/69.
[5] Majmu’ Fatawa 10/322.
[6] Fathul Bari 11/321.

  1. Home
  2. /
  3. A4. Kesempurnaan Agama Islam
  4. /
  5. Agar Amal Kita Diterima