Hukum Meletakkan Bunga Di Atas Kubur

HUKUM MELETAKKAN BUNGA DI ATAS KUBUR DAN BERDIRI SESAAT SAMBIL DIAM

Pertanyaan.
Di sebagian Negara sosialis –padahal ia adalah negara Islam- mengikuti kebudayaan   dengan meletakan karangan bunga di makam para pahlawan atau di atas makam pahlawan yang tidak dikenal. Apakah pendirian Islam terhadap perbuatan ini? Apakah ada dalil yang menunjukkan haramnya atau halalnya? Ataukah hal itu hanya disadur dari Barat saja?

Demikian pula banyak negara –padahal ia adalah negara Islam- dan yang tumbuh dan muncul serta di adaptasi dalam penghormatan terhadap para pahlawan  revolusi melawan penjajahan, yaitu melakukan kebiasaan yang dikenal dalam rangkaian kegiatan upacara nasional, meminta kepada para hadirin untuk berdiri yang dinamakan mengheningkan cipta untuk mengenang arwah para pahlawan. Bagaimanakah pendirian Islam dari sisi halal dan haram? Ataukah ada yang mengisyaratkan atas hal itu dari al-Qur`an dan Sunnah? Apakah ini bertentangan bersama membaca al-Fatihah untuk mayit? Ataukah hal itu pengganti darinya? Ataukah ia merupakan bid’ah yang lain?

Jawaban.
Pertama : Meletakkan karangan bunga di atas makam para pahlawan atau makam selain mereka, atau terhadap kubur tentara yang dikenal atau tidak dikenal – termasuk perbuatan bid’ah yang dilakukan sebagian kaum muslimin di negara-negara yang sangat kuat ikatannya dengan negara-negara kafir, karena menganggap baik perbuatan orang-orang kafir terhadap yang mati dari mereka. Ini dilarang secara syara’ karena termasuk menyerupai orang-orang kafir dan mengikuti perbuatan bid’ah mereka dalam mengagungkan orang-orang yang sudah wafat. Padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi ancaman terhadap hal itu dengan sabdanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلُّ وَالصِّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ) رواه أحمد والطبراني وغيره

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :  “Aku diutus di depan hari kiamat dengan pedang sehingga hanya Allah subhanahu wa ta’ala saja yang disembah tiada sekutu bagi -Nya, dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan terhadap orang yang menyalahi perintah ku, dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka.”[1]

Baca Juga  Mengetahui Siksa Dan Nikmat Kubur

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Ya’la, dan ath-Thabrani dalam al-Kabir. Dan dengan sabdanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (لَتَرْكَبُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ دَخَلَ جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمْ, وَحَتَّى لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ جَامَعَ امْرَأَتَهُ بِالطَّرِيْقِ لَفَعَلُتُمُوْهُ) رواه البزار والحاكم

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :  “Sungguh kamu akan mengikuti jalan generasi sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai jika seseorang dari mereka memasuki lobang dhabb niscaya kamu memasukinya, dan sehingga jika seseorang dari mereka menjima’ istrinya di jalan niscaya kamu akan melakukannya.”[2]

Diriwayatkan oleh al-Hakim dan ia berkata : atas syarat Muslim dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Diriwayatkan pula oleh al-Bazzar, al-Haitsami berkata : Perawinya tsiqat.

Sungguh dari generasi sahabat, tabiin dan semua salaf banyak para syuhada dan tentara, mereka punya kedudukan dan yang lain tidak dikenal, kendati demikian tidak dikenal di sisi mereka meletakkan karangan bunga atasnya. Maka meletakkannya di atas kubur adalah bid’ah, segala kebaikan adalah dalam mengikuti generasi salaf dari umat ini dan keburukan dalam bid’ah kaum khalaf.

Kedua :  Melaksanakan upacara untuk para pahlawan dan berdirinya para hadirin selama satu menit sambil berdiam (mengheningkan cipta) untuk menghormati arwah para pahlawan adalah bid’ah mungkar yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula para khalifah rasyidah, dan tidak pula semua sahabat, tidak pula para pemimpin kaum muslimin di abad-abad pertama, yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersaksi bahwa ia adalah abad terbaik. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi rahmat kepada mereka.

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدَّ)) وفي رواية: ((مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ) متفق عليه

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :  “Barangsiapa yang membuat-buat dalam perkara kami ini yang bukan darinya maka ia ditolak.[3]

Dalam satu riwayat: ‘Barangsiapa yang melakukan satu amal yang tidak ada perintah kami atasnya maka ia ditolak.[4]

Baca Juga  Hikmah Dimasukkannya Kuburan Rasulullah Ke Dalam Masjid

Segala kebaikan adalah dalam mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang rasyidah, berjalan di atas manhaj mereka yang lurus dan tidak mengikuti perbuatan orang-orang kafir yang menyalahi petunjuk Islam.

Ketiga: Tidak diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membaca surah al-Fatihah dan surah lainnya dari al-Qur`an untuk arwah para syuhada atau selain mereka yang meninggal dunia, sedangkan beliau sangat penyayang terhadap orang-orang yang beriman. Beliau sering ziarah kubur dan beliau tidak pernah membaca al-Qur`an untuk yang ada padanya. Beliau hanya memohon ampunan untuk orang-orang yang beriman dan berdoa untuk memohon rahmat serta mengambil pelajaran dengan kondisi orang-orang yang telah meninggal dunia.

Wabillahit taufiq, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

(Fatawa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa 9/89-92)

[Disalin dari حكم وضع الزهور على القبور والوقوف دقيقة صمت  Penulis Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa, Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2011 – 1432]
______
Footnote
[1] HR. Ahmad 2/50, 92, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya 19401, ath-Thabrani dalam Musnad Syamiyin 1/135 (216). Al-Haitsami dalam Majma’ Zawaid 5/267 dan 6/49: dan padanya ada Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban: ditsiqahkan oleh Ibnul Madini, Abu Hatim, dan selain keduanya. Didha’ifkan oleh Ahmad dan selainnya, dan perawi lainnya adalah tsiqah. Isnadnya hasan –sebagaimana dikatakan oleh al-Manawi dalam ‘at-Taisir Syarh Jami’ Ash-Shaghir 1/434. Al-Bukhari menyebutkan secara mu’allaq dalam Shahihnya dalam kitab Jihad sebelum (2914).
[2] Al-Bazzar ‘Kasyfurl Astar…4/98 (3285), al-Hakim 4/455 (8404), ia menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Asalnya dalam Shahihain: al-Bukhari 3456, 7320, dan Muslim 2669.
[3] HR. al-Bukhari 2697 dan Muslim 1718.
[4] Al-Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq dalam kitab buyu’ dan I’tisham, dan dimaushulkan oleh Muslim no. 1718.

  1. Home
  2. /
  3. B1. Topik Bahasan3 Ibadah...
  4. /
  5. Hukum Meletakkan Bunga Di...