Hukum Membunuh Serangga Dengan Sengatan Listrik dan Konsumsi Bayi Lebah
HUKUM MEMBUNUH SERANGGA DENGAN MENGGUNAKAN SENGATAN LISTRIK
Pertanyaan.
Pada masa sekarang ini telah banyak ditemukan penggunaan perangkap serangga, dan secara khusus untuk lalat. Diantara jenis perangkap itu adalah jenis perangkap listrik yang biasa digunakan di rumah-rumah dan beberapa pertokoan atau yang sejenisnya, yang perangkap itu berupa sebuah cahaya biru untuk memikat serangga. Alat tersebut dikelilingi dengan sejenis kawat bermuatan listrik, yang bila kawat itu dihinggapi atau tersentuh serangga maka serangga akan tersengat dengan arus listrik yang mengalir dan menyebabkan kematiannya. Sementara saya pernah mendengar dari sebagian orang yang mengatakan bahwa dalam Islam tidak diperbolehkan menggunakan jenis alat tersebut. Karena dalam Islam tidak ada yang boleh menyiksa dengan api kecuali Allâh k semata. Pertanyaan saya adalah apakah benar ini termasuk dalam larang tersebut? Dan apa hukum penggunaan alat semacam ini?
Jawaban[1] :
Tidak selayaknya seseorang menggunakan perangkap serangga jenis ini kecuali dalam kondisi sangat mendesak, misalnya ketika populasi lalat sangat banyak sehingga bisa mengganggu, begitu juga saat nyamuk atau serangga-serangga lainnya sangat banyak sehingga mengganggu. Apabila serangga itu banyak maka tidak apa-apa menggunakan alat tersebut dan ini tidak termasuk menyiksa dengan menggunakan api. Karena kematian serangga-serangga ini dengan perangkap tersebut disebabkan oleh sengatan listrik bukan karena terbakar, sebagai bukti, seandainya kita meletakkan selembar kain atau secarik kertas pada alat tersebut maka tidak akan menempel dan tidak terbakar. Jadi, sengatan listrik yang mengakibatkan kematian serangga tersebut. Dan ini bukan termasuk menyiksa dengan api.
Kemudian yang perlu kita pahami, bahwa penggunaan api tidak dilarang atau tidak diharamkan secara mutlak. Penggunaannya menjadi haram apabila tujuannya adalah untuk menyiksa hewan. Maksudnya jika seseorang menyiksa hewan dengan menggunakan api. Inilah yang diharamkan. Adapun bila bertujuan untuk menghilangkan gangguan serangga atau hewan dan tidak ada cara lain untuk menghilangkan gangguannya kecuali dengan membakarnya maka ini tidak dianggap menyiksa dengan api, tetapi itu membunuh dengan api. Jadi, berbeda antara menyiksa yang tujuan untuk menyakiti hewan, dan antara membasmi hewan dengan menggunakan api.
Di riwayat dalam sebuah hadits bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَزَلَ نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ تَحْتَ شَجَرَةٍ فَلَدَغَتْهُ نَمْلَةٌ فَأَمَرَ بِجَهَازِهِ فَأُخْرِجَ مِنْ تَحْتِهَا ثُمَّ أَمَرَ بِبَيْتِهَا فَأُحْرِقَ بِالنَّارِ فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ فَهَلَّا نَمْلَةً وَاحِدَةً
Ada salah seorang nabi yang singgah atau berteduh di bawah sebuah pohon lalu ada seekor semut menggigitnya lalu ia memerintahkan untuk menyiapkan peralatan dan mengeluarkannya dari bawah pohon. Setelah itu dia memerintahkan agar rumah semut itu didatangkan lalu dia membakarnya. Setelah itu, Allâh k mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak satu semut saja?”[2]
Maksudnya, “Mengapakah engkau tidak membakar satu semut saja?”
Ini adalah dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan api apabila tidak ada cara lain untuk terhindar dari gangguan beberapa serangga kecuali api, sebagaimana contoh lain dari salaf yang menangkap belalang, membakarnya dengan api kemudian mengkonsumsinya.
Dan tidak diragukan lagi, membakarnya dengan api berarti membunuhnya dengan api, sedangkan yang tidak dibakar atau yang tidak dipanggang di atas api, maka dia direbus dalam air yang mendidih hingga matang yang kemudian dikonsumsi.
Yang penting, kita memahami perbedaan antara penggunaan api untuk menghalau gangguan hewan atau serangga juga penggunaan api agar kita bisa memanfaatkan (mengkonsumsi) hewan-hewan tertentu seperti belalang dan lain sebagainya, dengan penggunaan api untuk menyiksa atau menyakiti hewan.
Yang diharamkan adalah menyiksa hewan dengan menggunakan api, bukan untuk mencapai tujuan tertentu misalnya agar bisa dikonsumsi atau agar terbebas dari gangguannya.
Wallahu a’lam
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah dalam kitab Nûr ‘alad Darbi, 12/595
[2] HR. Al-Bukhâri, no. 3141 dan Imam Muslim, no. 2241
HUKUM MENGKONSUMSI BAYI LEBAH
Pertanyaan
Apakah boleh mengkonsumsi bayi lebah ?
Jawaban
Alhamdulillah.
Al Yarqah adalah bayi serangga pada masa pertumbuhan tertentu yang keluar dari telurnya, termasuk masa peralihan sebelum menjadi serangga sepenuhnya, bentuknya mirip ulat.
Tahapan menjadi yarqah pada lebah adalah pada saat pecahnya telur, lalu keluar yarqah kecil bulat lonjong bentuknya, belum punya kaki dan mata, warnanya putih, sebelum telur tersebut pecah para lebah pekerja menyemprotkan sedikit makanan ratu di sekitarnya, ketika yarqah keluar dari telurnya maka para lebah pekerja meneruskan untuk menyemprotkan makanan ratu kepada yarqah selama tiga hari, setelah selang beberapa waktu yarqah mulai berkembang dan lebih panjang pada hari keenam, lalu mulai menjadi kepompong, tahapan ini dinamakan dengan tahapan sebelum menjadi perawan.
Yarqah adalah tahapan pertumbuhan lebah, ada larangan untuk membunuh lebah, maka larangan untuk memakannya disimpulkan dari larangan untuk membunuhnya, sebuah kaidah mengatakan:
أن كل ما نهي عن قتله فلا يجوز أكله، إذ لو جاز أكله جاز قتله
“Bahwa semua yang dilarang membunuhnya maka tidak boleh dimakan, karena jika boleh memakannya maka boleh membunuhnya”.
Abu Daud (5267) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ: النَّمْلَةُ، وَالنَّحْلَةُ، وَالْهُدْهُدُ، وَالصُّرَدُ
“Sungguh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang untuk membunuh 4 binatang: semut, lebah, hud-hud dan burung jenis shurad”. [Dishahihkan oleh Albani]
Ulama Lajnah berkata:
“Ada riwayat tentang larangan membunuh Hud-hud, dan dari larangan membunuhnya diambil pendapat tentang haram untuk memakannya; berdasarkan bahwa hukum asal pada larangan adalah haram, dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:
نَهَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِن الدَّوَابِّ: النَّملةِ والنَّحْلَةِ والْهُدْهُدِ والصُّرَدِ
رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه، قال الحافظ ابن حجر في هذا الحديث: رجاله رجال الصحيح، وقال البيهقي: هو أقوى ما ورد في هذا الباب ” انتهى
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang untuk membunuh empat binatang: semut, lebah, hud-hud dan jenis burung shurad”. [HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hafidz Ibnu Hajar berkata mengenai hadits ini: para perawinya adalah shahih, Al Baihaqi berkata: “Inilah riwayat yang paling kuat dalam bab ini”].
[Fatawa Lajnah Daimah: 22/293]
Ketika yarqah tersebut adalah tahapan pertumbuhan lebah, maka membunuh yarqah sama dengn membunuh lebah, memakan yarqah sama dengan memakan lebah, maka tidak dibolehkan. Syeikh Sholih Al Fauzan –hafidzahullah- pernah ditanya tentang hukumnya mengkonsumsi yarqahnya dabbur, beliau menjawab: “Ad Dabbur termasuk jenisnya lebah, dan lebah ada larangan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk membunuhnya maka hukumnya haram”.
http://www.saif.af.org.sa/ar/node/549
Demikian juga bahwa mengkonsumsi yarqah termasuk dalam kategori mengkonsumsi ulat dan serangga, hukum asalnya adalah tidak boleh, apalagi jika diniatkan untuk dikonsumsi. Karena yarqah ini berbeda, tidak termasuk makanan atau buah yang tumbuh.
Kesimpulan jawaban:
Tidak boleh mengkonsumsi sarang lebah; karena termasuk mengkonsumsi jenis lebah itu sendiri dan mengkonsumsi ulat dan serangga, hukum asal dalam masalah ini adalah tidak boleh.
Wallahu Ta’ala A’lam
Disalin dari islamqa
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah9 Makanan...
- /
- Hukum Membunuh Serangga Dengan...