Menawarkan Anak Perempuan Kepada Orang yang Baik

Bab I
HAK-HAK ANAK PEREMPUAN ATAS AYAHNYA

Pasal 14
Menawarkan Anak Perempuan kepada Orang yang Baik
Imam al-Bukhari rahimahullah telah membuat satu bab tersendiri, yaitu: bab ‘Ardhil Insaan Ibnatahu au Ukhtahu ‘alaa Ahlil Khair (bab Seseorang yang Menawarkan Puteri atau Saudara Perempuannya kepada Orang yang Baik).

‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah memberitahu kami, ia berkata: Ibrahim bin Sa’ad memberitahu kami dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab, dia berkata, Salim bin ‘Abdillah memberitahuku bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma menceritakan hadits bahwa ‘Umar bin al-Khaththab ketika Hafshah menjanda dari Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, dia merupakan salah satu Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Khunais meninggal dunia di Madinah, maka ‘Umar bin al-Khaththab berkata, “Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan, lalu aku menawarkan Hafshah kepadanya. Maka ‘Utsman menjawab, ‘Aku akan pikirkan dulu masalahku ini.’

Kemudian aku menunggu beberapa malam, lalu dia menemuiku seraya berkata, ‘Sudah kuputuskan bahwa aku tidak hendak menikah pada saat ini.’”

‘Umar pun berkata, “Kemudian aku mendatangi Abu Bakar ash-Shiddiq, maka kukatakan, ‘Jika berkenan, aku akan menikahkan dirimu dengan Hafshah binti ‘Umar.’ Tetapi Abu Bakar diam saja dan tidak memberikan jawaban apa-apa. Dan aku lebih tersinggung padanya daripada yang dilakukan ‘Utsman.

Maka aku menunggu beberapa malam, hingga kemudian Hafshah dilamar oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga aku menikahkannya dengan beliau.

Selanjutnya Abu Bakar menemui ‘Umar, maka dia berkata, ‘Barangkali engkau merasa tersinggung olehku saat engkau tawarkan Hafshah kepadaku tetapi aku tidak memberikan jawaban apa-apa kepadamu?’”

Lebih lanjut, ‘Umar berkata, “Maka kukatakan, ‘Ya.’

Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk memberikan jawaban kepadamu mengenai apa yang engkau tawarkan kepadaku, hanya saja aku telah mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut namanya, sehingga aku tidak berani menyebarkan rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, pasti aku akan menerimanya.’”

Baca Juga  Mencampuri Isteri pada Bagian Dubur

Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab Shahiihnya (no. 5107), dari hadits Ummu Habibah, dia berkata, “Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, nikahilah saudara perempuanku, binti Abi Sufyan.’ Beliau bertanya, ‘Dan engkau suka?’ ‘Ya. Dan aku tidak akan (pernah) sendirian jika engkau tidak ada. Dan orang yang mengikutiku dalam kebaikan yang paling aku sukai adalah saudariku,’ kataku. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‘Sesungguhnya hal itu tidak diperbolehkan untukku. Kukatakan, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, kami benar-benar akan berbicara bahwa engkau hendak menikahi Durrah binti Abi Salamah.’ Beliau bertanya, ‘Bintu Ummu Salamah?’ ‘Ya,’ jawabku. Beliau berkata, ‘Demi Allah, seandainya dia tidak berada dalam pangkuanku, maka tidak dibolehkan untukku. Sesungguhnya dia adalah anak perempuan saudara sepersusuanku, dimana aku dan Abu Salamah telah disusui oleh Tsuwaibah. Oleh karena itu, janganlah engkau menawarkan kepadaku anak-anak perempuan dan saudara-saudara perempuan kalian kepadaku.’”

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahiihnya (no. 1446): Dari ‘Ali, dia berkata, “Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau lebih memilih wanita dari suku Quraisy dan meninggalkan kami?’ Beliau bersabda:

وَعِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ قُلْتُ نَعَمْ بِنْتُ حَمْزَةَ فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِي إِنَّهَا ابْنَةُ أَخِي مِنَ الرَّضَاعَةِ.

Apakah ada seorang wanita di antara kalian?’ Aku menjawab, ‘Ya, ada, puteri Hamzah.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya dia tidak halal bagiku, karena sesungguhnya dia adalah puteri dari saudara sepersusuanku.’”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku pernah berada bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ada seseorang yang mendatangi beliau seraya memberitahu beliau bahwa dia ingin menikahi seorang wanita dari kalangan Anshar, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau telah melihatnya?’ Dia menjawab, ‘Belum.’ Lalu beliau bersabda, “Kalau begitu pergi dan lihat ia, karena pada mata wanita kaum Anshar itu terdapat sesuatu.” (HR. Muslim).

Baca Juga  Kewajiban Memberi Nafkah dan Tempat Tinggal

Dengan demikian, melihat wanita yang dilamar merupakan petunjuk yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa orang wanita yang malu dan salah tingkah dalam menghadapi hal itu. Tetapi, sang pelamar tidak boleh berlebihan, dimana dia bisa mengirimkan seorang wanita yang dapat dipercaya kepadanya yang akan menyebutkan ciri-cirinya. Demikian juga seorang ayah, tidak boleh keras dan berlebihan dalam masalah ini.

Melihat wanita yang dilamar ini memiliki batasan-batasan tertentu. Karenanya, seorang gadis tidak boleh ditinggalkan seorang diri bersama laki-laki asing yang mengakibatkan mereka berkhulwah (berduaan) dan berpergian bersama-sama, menciumnya, dan bercanda dengannya. Semuanya itu tidak boleh, karena ia masih berstatus ajnabiyah (bukan mahram) dari laki-laki tersebut.

Pada masing-masing pihak harus menyampaikan aib yang ada pada mereka serta tidak menyembunyikannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.

Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.” [HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah].

Menjelaskan aib dan berpenampilan alamiah merupakan tindakan yang lebih aman dari menjauhnya hati setelah pernikahan.

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Umu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Wanita dan Keluarga...
  4. /
  5. Menawarkan Anak Perempuan Kepada...