Indikasi Al-Wala Wal Bara’
INDIKASI AL-WALA WAL BARA’
Oleh
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
Segala puji bagi Allâh Azza wa Jalla , shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga, Sahabatnya serta orang-orang yang menempuh jalan dengan petunjuknya.
Setelah cinta kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kewajiban setiap Muslim berikutnya adalah mencintai para wali Allâh dan membenci para musuh-Nya.
Termasuk dasar akidah Islam yaitu setiap Muslim yang beragama dengan akidah Islam ini wajib untuk berwala’ (sikap setia, loyal) kepada orang-orang yang berakidah Islam dan memusuhi para musuh akidah ini. Jadi, setiap Muslim wajib mencintai orang yang bertauhid, orang-orang yang ikhlas dan berwala’ kepada mereka, serta wajib membenci dan memusuhi orang-orang musyrik.
Ini termasuk bagian dari millah (agama) Nabi Ibrâhîm Alaihissallam dan para pengikutnya yang kita diperintahkan untuk mencontoh mereka, sebagaiman firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۖ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrâhîm dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allâh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allâh saja’. [Al-Mumtahanah/60:4]
Ini juga termasuk ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-peminpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin maka sesungguhnya Allâh tidak memberi petujuk kepada orang-orang yang zhalim. [Al-Mâidah/5:51]
Ayat ini berkenaan dengan haramnya berwala’ terhadap ahli kitab secara khusus, ada pula yang mengatakan (bahwa ayat ini berkenaan dengan-red) haramnya berwala’ kepada orang kafir secara umum. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia (pemimpin). [Al-Mumtahanah/60:1]
Bahkan Allâh Azza wa Jalla telah mengharam kepada kaum Mukminin untuk berwala kepada orang-orang kafir walaupun mereka itu keluarga terdekatnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Jangnlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran daripada keimanan dan barangsiapa diantara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpin maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. [At-Taubah/9:23]
Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allâh dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allâh dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara atau pun keluarga mereka. [Al-Mujâdalah/58:22]
Pokok akidah yang agung ini sudah tidak diketahui oleh banyak orang, sampai-sampai suatu ketika saya pernah mendengar orang yang mengaku ahli ilmu dan dakwah mengatakan dalam sebuah acara radio berbahasa arab tentang orang-orang Nasrani, “Sesungguhnya mereka itu adalah saudara-saudara kita.”
Ini adalah ungkapan yang berbahaya.
Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan kaum Mukminin untuk berwala’ terhadap kaum kafir, musuh-musuh akidah Islam, Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga telah mewajibkan berwala’ terhadap kaum Muslimin. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ﴿٥٥﴾ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk (kepada Allâh Azza wa Jalla ). Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allâh itulah yang pasti menang. [Al-Mâidah/5:55-56].
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Allâh dan orang-orang yang beriman yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka [Al-Fath/48:29]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, oleh karena itu damaikanlah (perbaikilah) antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allâh supaya kamu mendapat rahmat-Nya. [Al-Hujurat/49:10].
Jadi, kaum Mukminin itu saudara seagama dan seakidah, walaupun garis keturunan mereka, negara mereka maupun zaman mereka berjauhan. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (setelah kaum Muhajirin dan Anshâr), mereka berdoa, “Ya Rabb kami! berilah ampunan kepada kami dan kepada saudara-saudara kami yang telah beriman terlebih dulu daripada kami! dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman! Ya Rabb kami! Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al- Hasyr/59:10]
Oleh karena itu, kaum Muslimin itu bersaudara, mulai dari mereka yang diciptakan pertama kali sampai yang terakhir, meski tanah airnya berjauhan dan diantara mereka terbentang masa yang sangat panjang. Mereka itu bersaudara yang senantiasa saling mencintai. Kaum Mukminun yang datang berikutnya meneladani kaum Mukminin sebelumnya. Mereka saling mendo’akan dan saling memintakan ampunan kepada Allâh Azza wa Jalla .
Keberadaan akidah al-wala’ wal-bara’ ini dalam hati seseorang terlihat dari beberapa prilaku yang bisa menjadi indikator keberadaan al-wala’ wal-bara’ ini.
BENTUK SIKAP WALA’ KEPADA ORANG-ORANG KAFIR
Diantara prilaku yang mengindikasikan bahwa si pelaku berwala’ kepada orang-orang kafir:
1. Menyerupai atau meniru mereka dalam tata cara berpakaian, berbicara dan sebagainya.
Karena menyerupai mereka dalam berpakaian, berbicara dan lain sebagainya menunjukkan kecintaannya terhadap yang ditirunya itu. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.[1]
Oleh karena itu diharamkan menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, seperti tradisi atau adat kebiasaan, ibadah, simbol dan prilaku mereka, misalnya menyukur jenggot, mamanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka kecuali jika memang dibutuhkan, termasuk juga mengikuti cara mereka berpakaian, makan, minum dan sebagainya.
2. Menetap di negeri orang kafir dan tidak mau berpindah (hijrah) ke negeri kaum Muslimin dengan tujuan menyelamatkan agamanya.
Karena hijrah dalam pengertian semacam ini dan dengan tujuan seperti ini hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Menetapnya seseorang di negeri kafir menunjukkan wala’ orang tersebut kepada orang kafir. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla mengharamkan seorang Muslim tinggal di antara orang kafir bila dia mampu untuk hijrah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴿٩٧﴾ إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ﴿٩٨﴾ فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh Malaikat dalam keadaan menganiaya dirinya sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri itu (Mekah).’ Para Malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allâh itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya adalah neraka Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, wanita, dan anak-anak yang tidak memiliki berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allâh memaafkannya. Dan Allâh Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” [An-Nisâ’/4:97-99]
Allâh Azza wa Jalla tidak menerima udzur (alasan) menetap di negeri orang-orang kafir kecuali orang-orang lemah yang tidak mampu untuk hijrah. Termasuk dalam pengecualian yaitu orang yang menetapnya di negeri kafir itu mendatangkan kemaslahatan agama seperti dia menetap untuk berdakwah ke jalan Allâh dan menyebarkan Islam di negeri orang-orang kafir itu.
3. Bepergian ke negeri mereka dengan tujuan wisata dan refreshing
Bepergian ke negeri orang-orang kafir itu diharamkan kecuali jika sangat diperlukan, seperti untuk tujuan berobat, berdagang, mempelajari sesuatu yang bermanfaat yang tidak bisa dicapai kecuali dengan pergi ke negeri mereka, maka hal itu diperbolehkan sesuai dengan kadar kebutuhan saja. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ia wajib kembali ke negeri kaum Musllimin.
Disamping syarat di atas, ada syarat lain yang juga harus terpenuhi agar diperbolehkan melakukan perjalanan ke negeri orang-orang kafir yaitu ia mampu menampakkan keislamannya dan bangga dengannya, mampu menjauhi tempat-tempat keburukan dan tetap waspada terhadap tipu daya dan jebakan para musuh Islam itu.
Dan diperbolehkan juga untuk bepergian atau wajib pergi ke negeri mereka apabila tujuannya untuk berdakwah ke jalan Allâh dan menyebarkan Islam.
4. Membantu orang-orang kafir dan menolong mereka dalam menghadapi kaum Muslimin, memuji dan membela mereka.
Ini termasuk hal yang bisa membatalkan keislaman dan yang menyebabkan pelakunya menjadi murtad. Kita memohon perlindungan kepada Allâh dari yang demikian itu.
5. Menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan terdekat dan teman dalam bermusyawarah
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١١٨﴾ هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿١١٩﴾ إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.
Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka), “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allâh mengetahui segala isi hati.
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allâh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. [Ali Imran/3:118-120]
Ayat-ayat yang mulia ini mengungkapkan hakekat kaum kafir dan apa yang mereka pendam dalam hati mereka terhadap kaum Muslimin. Mereka menyimpan kebencian, terus mengatur siasat maker dan pengkhianatan untuk malawan kaum Muslimin. (Ayat-ayat ini juga-red) mengungkapkan tentang apa yang mereka inginkan dan senangi yaitu kaum Muslimin ditimpa bahaya dan mereka pun terus berupaya menyusahkan umat Islam. Orang-orang kafir itu memanfaatkan kepercayaan umat Islam kepada mereka untuk menyusun rencana jahat mereka terhadap kaum Muslimin.
Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu , dia berkata kepada Umar Radhiyallahu anhu, “Saya memiliki sekretaris yang beragama Nasrani.” Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Mengapa kamu berbuat demikian? Celaka engkau. Tidakkah engkau mendengar Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimin-pemimpinmu, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. [Al-Mâidah/5:51].
Mengapa engkau tidak mengangkat seorang Muslim sebagai sekretarismu?” Abu Musa Radhiyallahu anhu menjawab, “Wahai Amirul mukminin! Saya memerlukan tulisannya sedangkan urusan agama urusan dia.” Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Saya tidak akan memuliakan mereka karena Allâh telah menghinakan mereka. Saya tidak akan mengangkat derajat mereka karena Allâh telah merendahkan mereka dan saya tidak akan mendekatkan mereka kerena Allâh Azza wa Jalla telah menjauhkan mereka.”
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang keluar menuju Badar, tiba-tiba ada seorang dari kaum musyrikin mengikutinya dan berhasil menyusul Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sampai di Herat, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku ingin mengikuti kamu dan aku rela berkorban untuk kamu.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berimankah kamu kepada Allâh dan Rasul-Nya?” Dia berkata, “Tidak!” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah! Karena saya tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik.”
Dari nash-nash tersebut di atas, tampak jelas bagi kita tentang haramnya mengangkat orang-orang kafir untuk menangani pekerjaan-pekerjaan yang semestinya ditangani oleh kaum Muslimin. Karena dengan menangani pekerjaan-pekerjaan itu atau memangku jabatan itu, orang kafir akan berkesempatan untuk memantau keadaan kaum Muslimin dan bias mengetahui rahasia mereka, sehingga dengan demikian mereka dengan mudah bisa melancarkan tipu daya untuk menyusahkan kaum Muslimin.
Diantara praktik menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat yaitu apa yang banyak terjadi di negeri kaum Muslimin, misalnya negeri Haramain Syarîfain (Mekah dan Madinah), misalnya mendatangkan orang-orang kafir sebagai pekerja, sopir, pelayan rumah tangga, membiarkan mereka leluasa bergaul bersama keluarga Muslim atau membaur dengan kaum Muslimin di negerinya.
6. Menggunakan kalender mereka, khususnya kalender yang mencantumkan waktu perayaan keagamaan dan hari raya mereka, seperti kalender masehi.
Kalender mesehi ini merupakan peringatan kelahiran al-Masih. Kalender itu mereka buat-buat sendiri, tidak berasal dari al-Masih (Nabi Isa Alaihissallam ). Oleh karena itu, menggunakan kalender ini berarti ikut andil dalam menghidupkan syi’ar dan hari raya mereka.
Hendaknya kita menghindari ini! Ketika para Sahabat g ingin menetapkan penanggalan bagi kaum Muslimin pada masa pemerintahan Umar ibnul Khattab Radhiyallahu anhu mereka berpaling dari penanggalan orang-orang kafir. Mereka membikin kalender sendiri berdasarkan peristiwa hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Ini menunjukkan wajibnya menyelisihi orang-orang dalam masalah ini dan dalam ciri-ciri khas mereka. Semoga Allâh Azza wa Jalla menolong kita.
7. Ikut berpartisipasi dalam hari raya mereka atau membantu mereka dalam penyelenggaraannya atau memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka atau ikut hadir saat mereka merayakannya.
Dalam tafsir firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Mereka tidak menyaksikan az-zûr (persaksian palsu).” [Al-Furqân/25:72]
Firman Allâh Azza wa Jalla di atas ditafsirkan bahwa diantara sifat-sifat hamba Allâh adalah mereka tidak menghadiri hari-hari raya orang-orang kafir.
8. Memuji dan menyanjung mereka karena kagum terhadap peradaban, akhlak dan kemajuan teknologi mereka tanpa melihat akidah mereka yang bathil dan agama mereka yang rusak.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Dan janganlah kamu tunjukkan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya, dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal. [Thaha/20:131]
Namun ini bukan berarti bahwa kaum Muslimin tidak boleh melakukan semua sebab yang bisa menjadikan mereka kuat seperti mempelajari teknologi industri, mempelajari pilar-pilar kekuatan ekonomi dan kekuatan militer. teknik militer dan keberhasilan ekonomi mereka, akan tetapi yang demikian itu justru harus dituntut.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Bersiaplah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa yang kamu sanggupi. [Al-Anfal/8:60]
Pada dasarnya, semua yang berfaedah dari alam semesta ini untuk kaum Muslimin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Katakanlah,‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkannya untuk para hamba-Nya dan juga rezeki yang baik?’ Katakanlah, ‘Semua itu disediakan bagi orang-orang yang beriman di dunia, khusus untuk mereka saja di hari kiamat’. [Al-A’raf/7:32]
Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh) bagi kaum yang berfikir. [Al-Jâtsiah/45:13]
Firman Allâh Azza wa Jalla :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dialah Allâh yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. [Al-Baqarah/2:29]
Oleh karena itu, kaum Muslimin wajib saling berlomba dalam usaha mengeksploitasi semua yang bermanfaat dari alam ini, bukan menjadi penonton dan membiarkan atau bahkan meminta orang-orang kafir untuk menggali semua yang bermanfaat itu. Boleh memanfaat mereka agar kita memiliki industri-industri dan terkhnologi.
9. Memberi nama dengan nama-nama orang kafir
Sebagian kaum Muslimin memberi nama untuk anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapaknya, ibunya, kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di masyarakatnya. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
Sesungguhnya nama yang paling dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla yaitu Abdullah dan Abdurrahman[2]
Perubahan nama-nama ini bisa menyebabkan kemunculan satu ganerasi yang memiliki nama-nama yang aneh. Perubahan ini juga menyebabkan terputusnya hubungan antara generasi aneh ini dengan generasi sebelumnya. Ini juga menyebabkan sirnanya identitas keluarga-keluarga yang dahulunya dikenal dengan nama-nama khas mereka.
10. Berdo’a memohonkan ampunan untuk mereka dan merasa sayang terhadap mereka
Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan ini dalam firman-Nya :
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allâh Azza wa Jalla untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. [At-Taubah/9:11]
Karena perbuatan seperti ini mengindikasikan ada rasa cinta terhadap mereka dan ada indikasi yang menunjukkan bahwa dia membenarkan apa yang ada pada diri orang-orang kafir.
BENTUK SIKAP WALA’ TERHADAP KAUM MUSLIMIN
1. Hijrah menuju negeri kaum Muslimin dari negeri orang-orang kafir.
Hijrah itu adalah pindah dari negeri orang-orang kafir ke negeri orang-orang Muslim dengan tujuan menyelamatkan agamanya.
Hijrah dengan pengertian dan tujuan seperti ini adalah wajib dan senantiasa tetap ada sampai matahati terbit dari arah barat pada saat hari kiamat tiba. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari setiap Muslim yang menetap di tengah-tengah kaum musyrikin. Oleh karena itu, diharamkan atas setiap Muslim untuk menetap di negeri orang-orang kafir kecuali bila dia tidak mampu hijrah meninggalkan negeri orang-orang kafir atau keberadaannya di sana membawa manfaat agama, seperti untuk da’wah ke jalan Allâh Azza wa Jalla dan menyebarkan Islam.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴿٩٧﴾ إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا ﴿٩٨﴾ فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh Malaikat dalam keadaan menganiaya dirinya sendiri (kepada mereka) Malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri itu (Mekah).’ Para Malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allâh itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya adalah neraka Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, wanita, dan anak-anak yang tidak memiliki berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allâh memaafkannya. Dan Allâh Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” [An-Nisâ’/4:97-99]
2. Menolong dan membantu kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan lisan ketika mereka butuh, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka adalah menjadi penolong sebagian yang lain. [At-Taubah/9:71]
Juga firman-Nya:
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ
Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan) pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali atas kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. [Al-Anfâl/8:72]
3. Ikut merasakan sakit ketika mereka menderita atau ikut merasa senang dikala mereka juga gembira.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَالْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَىْ مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَى وَالسَّهْرِ
Perumpamaan kaum Mukminin dalam kasih sanyangnya, belas kasihnya dan sayang-menyayanginya bagaikan satu tubuh, apabila satu bagian tubuh merasa sakit (menderita) maka seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur karenanya.[3]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
Seorang Mukmin dengan Mukmin yang lainya bagaikan bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lainnya. Dan Nabi merapatkan jari-jarinya (memberi perumpamaan).[4]
4. Memberi nasehat kepada mereka, menginginkan kebaikan untuk mereka, tidak melakukan pengkhianatan dan penipuan terhadap mereka
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Salah seorang diantara kalian tidak beriman sampai ia mencintai buat saudaranya apa ia cintai untuk dirinya sendiri[5]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
المُسْلِمُ أخُو المُسْلم لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ بحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أنْ يَحْقِرَ أخَاهُ المُسْلِمَ كُلُّ المُسْلِمِ عَلَى المُسْلِمِ حَرَامٌ ،دَمُهُ ومَالُهُ وعرْضُهُ
Seorang Muslim itu saudara Muslim yang lain, dia tidak berlaku zhalim kepadanya, tidak menghinanya, tidak merendahkannya. Cukuplah sebagai sebuah kejahatan, seorang Muslim mengolok saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim bagi Muslim lainnya adalah haram; darahnya, hartanya dan kehormatannya.[6]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
لاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ يَبعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ الله إخْوَاناً
Janganlah kalian saling membenci, saling membelakangi, janganlah saling menawar dagangan dengan harga tinggi untuk menipu orang lain agar menawar dengan harga yang tinggi dan janganlah sebagian kalian menjual (dagangan) atas transaksi jual beli Muslim lainnya. Jadilah kalian sebagai para hamba Allâh yang bersaudara.[7]
5. Menghormati dan memuliakan kaum Muslimin serta tidak merendahkan dan mencela mereka
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿١١﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-galar yang buruk. Seburuk-buruk (panggilan) ialah panggilan yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak beriman, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari mencari kesalahan-kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allâh, sesungguhnya Allâh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang [Al-Hujurat/49:11-12]
6. Senantiasa bersama mereka, baik dalam keadaan sulit maupun lapang, dan dalam keadaan susah maupun senang
Ini jelas berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya akan bersama kaum Muslimin pada saat lapang dan senang, dan mereka akan bergegas meninggalkan kaum Muslimin ketika dalam keadaan susah.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Orang-orang yang menunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (wahai orang-orang beriman!), maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allâh, mereka berkata, ‘Bukankah kami turut berperang bersama kamu?’ Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata, ‘Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang Mukmin’. [An-Nisâ’/4:141]
7. Mengunjungi kaum Muslimin, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka
Dalam hadits qudsi disebutkan:
وَجَبَتْ مَحَبَّتِيْ لِلْمُتَزَاوِرِيْنِ فِيَّ
Aku pasti mencintai mereka yang saling mengunjungi karena-Ku.[8]
Dan dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أنَّ رَجُلاً زَارَ أَخَاً لَهُ – فِي اللهِ – في قَريَة أُخْرَى ، فَأرْصَدَ الله تَعَالَى لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكاً ، فَلَمَّا أتَى عَلَيهِ ، قَالَ : أيْنَ تُريدُ ؟ قَالَ : أُريدُ أخاً لِي – فِي اللهِ – في هذِهِ القَريَةِ . قَالَ : هَلْ لَكَ عَلَيهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا عَلَيهِ ؟ قَالَ : لا ، غَيْرَ أنِّي أحْبَبْتُهُ في اللهِ تَعَالَى ، قَالَ : فإنِّي رَسُوْلُ اللهِ إلَيْكَ بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أحْبَبْتَهُ فِيهِ
Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya karena Allâh di perkampungan yang lain, lalu Allâh Azza wa Jalla mengirimkan Malaikat (dalam wujud manusia) untuk menjaganya dalam perjalanannya itu. Ketika Malaikat itu mendatangi orang itu, dia bertanya, ‘Kamu mau kemana?’ Dia menjawab, ‘Saya akan pergi berkunjung kepada seorang saudaraku karena Allâh di kampong ini.’ Dia bertanya, ‘Apakah kamu punya kepentingan yang kamu harapkan darinya?’ dia menjawab,’Tidak, hanya aku mencintainya karena Allâh.’ Malaikat itu berkata, ‘Saya ini utusan Allâh kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allâh Azza wa Jalla telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena Allâh.’[9]
8. Menghormati hak-hak kaum Mukminin
Oleh karena itu, ia tidak akan menjual atas penjualan kaum Mukminin (tidak berebut pembeli), tidak menawar barang yang telah ditawar oleh Mukmin yang lain, tidak meminang wanita yang telah dipinang oleh Mukmin yang lain, dan tidak merebut perkara mubah yang telah dilakukan terlebih dahulu oleh Mukmin lainnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ لاَ يَبِعِ الرَّجُلُ عَلَى بَيِعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَتِهِ
Ketahuilah, tidak boleh bagi seseorang untuk menjual atas penjualan saudaranya, dan tidak boleh meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya.[10]
Dalam riwayat ini ditambahkan :
وَلاَيَسُمْ عَلَى سَوْمِهِ
Dan tidak boleh menawar barang yang telah ditawar oleh saudaranya.[11]
9. Bersikap lemah lembut terhadap kaum Muslimin yang lemah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا
Tidak termasuk golonganku orang-orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang lebih muda.[12]
Dalam hadits lain :
هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعُفَائِكُمْ
Bukankah kalian tidak diberikan kemenangan dan tidak diberikan rezeki kecuali dengan sebab orang-orang yang lemah diantara kalian?![13]
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi hari dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kahidupan dunia. [Al-Kahfi/18:28]
10. Mendoakan kaum Muslimin dan memintakan ampunan untuk mereka
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Dan mohonlah ampun bagi dosamu dan bagi dosa-dosa kaum Mukminin, laki-laki dan wanita. [Muhammad/47:19]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasyr/59:10]
PENTING UNTUK DIPERHATIKAN !!!
Terkait pergaulan dengan orang-orang kafir, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Allâh tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang berlaku adil. [Al-Mumtahanah/60:8]
Maksudnya, orang-orang kafir yang tidak mengganggu dan tidak menyakiti kaum Muslimin, tidak memerangi dan tidak mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, maka kaum Muslimin boleh membalas kebaikan mereka dengan kebaikan serta berlaku adil kepada mereka dalam pergaulan yang bersifat duniawi. Meskipun demikian, hati mereka tetap tidak boleh mencintai orang-orang kafir, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
Allâh tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. [Al-Mumtahanah/60:8]
Dan Allâh Azza wa Jalla tidak berfirman, “Allâh tidak melarang kamu untuk berwala’ (setia) dan mencintai mereka.”
Semisal dengan ini, firman Allâh Azza wa Jalla tentang bagaimana bergaul dengan kedua orang tua yang kafir:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Luqmân/31:15]
Pada suatu ketika ibunda Asma’ yang kafir datang kepada Asma’ dengan maksud meminta agar Asma’ tetap menjaga kekeluargaan meski dia kafir. Mendengar permintaan ini, Asma’ Radhiyallahu anhuma minta izin kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صِلِيْ أُمَّكِ
Jalinlah hubungan kekeluargaan dengan ibumu[14]
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman pada Allâh dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allâh dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang (yang menentang) itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah Allâh tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan mereka akan dimasukan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allâh ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allâh. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. [Al-Mujâdilah/58:22]
Jadi, menjaga hubugan kekeluargaan dan membalasan kebaikan dalam urusan dunia adalah suatu perkara, sementara rasa cinta dan kasih sayang adalah masalah lain.
Disamping itu, menjaga hubungan kekeluargaan dan tetap bergaul dengan baik kepada mereka bisa menjadi pemikat bagi orang-orang kafir agar memeluk Islam. Dua hal ini merupakan bagian dari sarana dakwah. Berbeda dengan kasih sayang dan kesetiaan yang identik dengan pengakuan serta persetujuan terhadap segala yang diyakini atau yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Ini terlihat dari tidak adanya usaha dan keinginan untuk mendakwahi mereka agar masuk Islam.
Hal penting lainnya yang harus diketahui bahwa terkait dengan haramnya kaum Muslimin berwala’ kepada orang-orang kafir, ini bukan berarti kita diharamkan bergaul dengan mereka dalam bisnis yang mubah, mengimport barang-barang dan industri yang bermanfaat atau mengambil manfaat dari pengalaman dan temuan-temuan mereka.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyewa Ibnu Uraiqith al-Laitsi yang masih kafir untuk menjadi penunjuk jalan ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah dari Mekah ke Madinah.
Beliau juga pernah berhutang kepada sebagian orang yahudi.
Dan sampai saat ini, kaum Muslimin juga masih mengimport barang-barang dan industri dari orang kafir.
Ini masuk dalam masalah jual beli dengan harga yang pantas, dan tidak menunjukkan bahwa mereka memiliki kelebihan dan keutamaan atas kita. Ini juga tidak menjadi sebab timbulnya rasa cinta dan wala’ kepada mereka.
Allâh mewajibkan kaum Muslimin mencintai kaum Muslimin lainnya dan berwala’ kepada mereka dan membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٧٢﴾ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allâh dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allâh Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allâh itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. [Al-Anfâl/8:72-73]
Al-Hâfidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Firman Allâh, (yang artinya), ‘Jika kalian tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allâh itu niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar’. Maksudnya adalah jika kalian tidak menjauhi kaum musyrikin dan tidak berwala’ terhadap kaum mukminin, niscaya akan terjadi fitnah di tengah umat manusia berupa pencampuradukan antara perkara kaum Mukminin dengan kaum kafir, hingga menyebabkan kerusakan yang luas dan menyebar.”
Ironisnya, kenyataan ini telah terjadi di zaman sekarang ini. Semoga Allâh menolong kita.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Abu Daud, no. 4031
[2] HR. Muslim, no. 2132
[3] HR. Al-Bukhâri, 7/77, 78 dan Muslim, no. 2586 dan lafazh ini adalah riwayat beliau t
[4] HR. Al-Bukhâri, 7/80 dan Muslim, no. 2585
[5] HR. Al-Bukhâri, 1/9 dan Muslim, no. 45
[6] HR. Al-Bukhâri, 3/98 dan Muslim, no. 2564 dan lafazh ini adalah riwayat beliau t
[7] HR. Muslim, no. 2564
[8] HR. Imam Malik, no. 1735 (dalam kitab al-Muwattha’, cetakan Darun Nafa’is Beirut) dan Imam Ahmad, 5/233
[9] HR. Imam Muslim, no. 2567
[10] HR. Imam al-Bukhâri, 3/24 dan Imam Muslim, no. 1514
[11] HR. Imam Muslim, no. 1515
[12] HR. Imam Tirmidzi, no. 1919
[13] HR. Imam al-Bukhâri, 3/225
[14] HR. Imam al-Bukhâri, 3/142 dan Imam Muslim, no. 1003
- Home
- /
- A3. Aqidah Makna dan...
- /
- Indikasi Al-Wala Wal Bara’