Kejadian di Pertempuran Badar
KEJADIAN DI PERTEMPURAN BADAR
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusanNya. Amma ba’du:
Adalah pada hari jum’at tanggal tujuh belas bulan ramadhan pada tahun dua hijriyah terjadinya perang Badar pada musim panas, pada hari ketika bertemu dimedan pertempuran antara dua kelompok, golongannya Allah dan golongannya setan.
Tatkala fajar merekah, membelah kegelapan malam, dipagi hari itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Bilal untuk memanggil para sahabatnya; ‘Sholat wahai hamba Allah’. Selanjutnya beliau sholat shubuh bersama mereka. Seusai sholat beliau memberi arahan untuk berangkat perang, membentuk barisan untuk para sahabatnya, kemudian memberi arahan, strategi dan perintah sebagaimana biasa pimpinan perang memberikan arahan kepada pasukannya sebelum berangkat ke medan tempur.
Setelah itu beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam berpaling menuju ketempat pimpinan pasukan, pada saat itu sebuah tenda yang dibikin khusus untuknya, yang semisal dengan ruang rapat para komando pasukan pada zaman sekarang.
Beliau disana sambil menunggu tanda-tanda datangnya pasukan musuh, dan membiarkan para sahabat untuk berpikir, bagaimana mengatur strategi menghadapi musuh, dan memulai peperangan dengan orang yang aniaya dan lalim. Dimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa orang yang dholim pasti akan terkalahkan, dan pasukan yang aniaya pasti kalah, sedang orang yang terdholomi pasti ditolong.
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sebelumnya telah memerintahkan para sahabatnya supaya menggali sumur disekitar Badar yang kemudian dipendam dan ditutupi. Kemudian membangun kolam disekitar sumur yang bisa mengumpulkan air sehingga menjadi penuh, dan Badar adalah tempat berkumpulnya manusia, di sana ada pasar dari pasar-pasar Jahiliyah, yang berada diruas-ruas jalan disekitarnya, yang mana banyak orang arab yang mendatangi tempat tersebut dari tiap daerah.
Dan tempat itu sekarang dari madinah kurang lebih sejauh seratus lima puluh tiga kilo meter.
Awal Pertempuran.
Pertama kali orang yang menyulut terjadi peperangan adalah al-Asad bin Abdul Asad al-Makhzumi, seorang laki-laki sadis dan berperangai buruk. Dia keluar sembari berkata: “Aku berjanji kepada Allah, sungguh aku akan meminum dari telaga mereka atau aku hancurkan telaga tersebut atau aku mati karenanya”.
Melihat hal tersebut, maka Hamzah bin Abdul Muthalib keluar, manakala keduanya saling berhadapan maka Hamzah berhasil memukulnya, lalu menebas kakinya pada pertengahan betis sementara dia belum mencapai telaga, diapun tersungkur dalam kondisi terlentang dan kakinya memuncratkan darah hingga mengenai para rekannya. Kemudian dia merangkak menuju telaga hingga akhirnya tercebut disitu.
Dia rupanya ingin menepati sumpahnya akan tetapi hal itu gagal terlaksana karena Hamzah melayangkan tebasan untuk yang kedua kalinya tatkal dia berada ditelaga itu.[1]
Kemudian sekelompok tentara Quraisy, dan diantara mereka ada Hakim bin Hizam, pergi menuju telaga yang dibuat oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata:
دَعُوهُم، فَمَا شَرِبَ مِنهُ رَجُلٌ يَومَئِذٍ إِلَّا قُتِلَ، إِلَّا مَا كَانَ مِنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامْ فَإِنَّهُ لَم يُقتَل، ثُمَّ أَسلَمَ بَعدَ ذَلِكَ فَحَسُنَ إِسلَامَهُ، فَكَانَ إِذَا اجتَهَدَ فِي يَمِينِهِ قَالَ: لَا وَالَّذِي نَجَّانِي مِنْ يَوْمِ بَدْرٍ
‘Biarkan mereka!. Maka tidak seorangpun yang meminumnya ketika itu, melainkan dia terbunuh, kecuali Hakim bin Hizam. Dia tidak terbunuh dan masuk Islam setelah itu serta keislamannya pun menjadi baik. Bila bersungguh-sungguh didalam sumpahnya, dia selalu mengatakan: ‘Tidak, demi Dzat yang telah menyelamatkan ku (dari kematian pada) hari Badar’. [2]
Duel satu lawan satu merupaka pembuka dalam peperangan Badar, dan merupakan kebiasaan mereka kalau dalam duel ini tidak ada yang keluar melainkan orang-orang kesatria ditengah-tengah pasukan, dan inilah yang terjadi diperang Badar.
Sehingga Allah ta’ala berfirman akan hal tersebut dalam kitabNya:
هَٰذَانِ خَصۡمَانِ ٱخۡتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمۡۖ فَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ قُطِّعَتۡ لَهُمۡ ثِيَابٞ مِّن نَّارٖ يُصَبُّ مِن فَوۡقِ رُءُوسِهِمُ ٱلۡحَمِيمُ [ الحج: 19]
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka”. [al-Hajj/22: 19].
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu, beliau berkata:
أَنَا أَوَّلُ مَنْ يَجْثُو بَيْنَ يَدَيْ الرَّحْمَنِ لِلْخُصُومَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Saya adalah orang yang pertama kali akan berlutut dihadapan Allah untuk (dua golongan yang bertengkar) pada hari kiamat“. HR Bukhari no: 4744.
Masih dalam riwayat Bukhari dengan sanadnya yang sampai pada Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Ayat ini turun berkaitan dengan dengan kami, yaitu:
هَٰذَانِ خَصۡمَانِ ٱخۡتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمۡۖ [ الحج: 19]
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka”. (al-Hajj/22: 19). HR Bukhari no: 3967.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya beliau bersumpah kalau ayat ini:
هَٰذَانِ خَصۡمَانِ ٱخۡتَصَمُواْ فِي رَبِّهِمۡۖ [ الحج: 19]
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka”. (al-Hajj/22: 19).
Ayat ini turun berkaitan dengan Hamzah dan dua temannya, Utbah bersama dua temannya, pada hari ketika mereka bertiga duel satu lawan satu bersama musuh pada hari Badar. HR Bukhari no: 4743. Muslim no: 3033.
Dan diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanadnya yang sampai pada Abu Ishaq, bahwa seseorang yang bertanya kepada Bara’ bin Azib sedang saya mendengar disisinya, orang itu bertanya: ‘Apakah Ali ikut perang Badar? Beliau menjawab: “Betul, bahkan dirinya duel satu lawan satu bersama musuh dan beliau ketika itu memakai baju besi”. HR Bukhari no: 3970.
Abu Dawud meriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita: “Maka Utbah bin Rabi’ah dan saudaranya serta anaknya tampil kedepan, lalu Utbah menantang: ‘Siapakah berikutnya’. Maka tampilah tiga orang pemuda dari kalangan Anshar. Kemudian para penantang berkata: ‘Siapakah kalian? Mereka pun memberi tahu identitasnya. Utbah berkata: ‘Kami tidak butuh orang-orang seperti kalian, yang kami butuhkan adalah anak-anak paman kami sendiri’.
Hal tersebut langsung disambut oleh Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata:
قُمْ يَا حَمْزَةُ، قُمْ يَا عَلِيُّ، قُمْ يَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْحَارِثِ
“Bangunlah wahai Hamzah, bangunlah wahai Ali, Bangunlah wahai Ubaidah bin al-Harits!“.
Kemudian Hamzah berhadapang dengan Utbah, adapun saya berhadapan dengan Syaibah. Sedangkan Ubaidah dan rivalnya sama-sama berhasil melayangkan dua tikaman ke arah lawan masing-masing sehingga membuat keduanya luka parah. Kemudian kami menyongsong Walid sampai dirinya terbunuh, lalu kami mengendong Ubaidah (yang terputus kakinya)”. HR Abu Dawud no: 2665. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan abi Dawud 2/507 no: 2321.
Saat-saat menegangkan dan sulutan api peperangan
Abu Jahal laknatullah meregang maut. Abu Jahal Amr bin Hisyam sang thagut, gembong pelawan kebenaran, rangkaian kelalimannya sangatlah banyak, dan contohnya banyak sekali.
Sesungguhnya Fir’aunnya Musa terhenti kelalimannya manakala tenggelam bersama bala tentaranya, kaumnya Hud, Sholeh, dan Luth semuanya binasa. Dan tiap orang lalim lagi sombong harus berakhir kehidupannya dengan sesuatu yang menyiksa.
Allah Tabaraka wa ta’ala berfirman menjelaskan akan hal tersebut dalam firmanNya:
فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ أَرۡسَلۡنَا عَلَيۡهِ حَاصِبٗا وَمِنۡهُم مَّنۡ أَخَذَتۡهُ ٱلصَّيۡحَةُ وَمِنۡهُم مَّنۡ خَسَفۡنَا بِهِ ٱلۡأَرۡضَ وَمِنۡهُم مَّنۡ أَغۡرَقۡنَاۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ [ العنكبوت: 40]
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. [al-‘Ankabuut/29: 40].
Akhirnya kisah kekejaman Abu Jahal pun usai, dirinya dijebloskan kedalam sumur dengan meninggalkan keangkuhan serta kesombongannya untuk mempertahankan kebatilan melawan kebenaran. Namun, perjalanan kisah anak manusia tetap membuktikan bahwa yang namanya kebenaran pasti akan terus langgeng. Dan dahulu dikatakan: “Dinasti kebatilan hanyalah sementara sedangkan dinasti kebenaran akan tetap sampai hari kiamat”.[3]
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdurahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita:
روى البخاري ومسلم في صحيحيهما من حديث عبد الرحمن بن عوف رضي اللهُ عنه قال: “بَيْنَا أَنَا وَاقِفٌ فِي الصَّفِّ يَوْمَ بَدْرٍ، فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي، فَإِذَا أَنَا بِغُلَامَيْنِ مِنْ الْأَنْصَارِ، حَدِيثَةٍ أَسْنَانُهُمَا، تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ بَيْنَ أَضْلَعَ مِنْهُمَا، فَغَمَزَنِي أَحَدُهُمَا فَقَالَ: يَا عَمِّ هَلْ تَعْرِفُ أَبَا جَهْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ مَا حَاجَتُكَ إِلَيْهِ يَا ابْنَ أَخِي، قَالَ: أُخْبِرْتُ أَنَّهُ يَسُبُّ رَسُولَ اللَّهِ صلى اللهُ عليه وسلم، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَئِنْ رَأَيْتُهُ لَا يُفَارِقُ سَوَادِي سَوَادَهُ حَتَّى يَمُوتَ الْأَعْجَلُ مِنَّا، فَتَعَجَّبْتُ لِذَلِكَ، فَغَمَزَنِي الْآخَرُ فَقَالَ لِي مِثْلَهَا، فَلَمْ أَنْشَبْ أَنْ نَظَرْتُ إِلَى أَبِي جَهْلٍ يَجُولُ فِي النَّاسِ، قُلْتُ: أَلَا إِنَّ هَذَا صَاحِبُكُمَا الَّذِي سَأَلْتُمَانِي، فَابْتَدَرَاهُ بِسَيْفَيْهِمَا، فَضَرَبَاهُ حَتَّى قَتَلَاهُ، ثُمَّ انْصَرَفَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى اللهُ عليه وسلم فَأَخْبَرَاهُ، فَقَالَ: “أَيُّكُمَا قَتَلَهُ”، قَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا: أَنَا قَتَلْتُهُ، فَقَالَ: “كِلَاكُمَا قَتَلَهُ”، سَلَبُهُ لِمُعَاذِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ، وَكَانَا مُعَاذَ بْنَ عَفْرَاءَ، وَمُعَاذَ بْنَ عَمْرِو ابْنِ الجَمُوحِ
“Aku berada di dalam barisan pasukan pada saat perang Badar berkecamuk. Tiba-tiba disebalah kanan dan kiriku ada dua anak muda yang masih belia. Seakan aku tidak percaya atas keberadaan mereka disitu. Lalu salah seorang di antara keduanya berkata secara rahasia padaku agar tidak diketahui oleh temannya. ‘Wahai paman! Tunjukkan padaku, dimana Abu Jahal!”.
Lalu aku berkata: ‘Wahai anak saudaraku, apa yang akan kamu lakukan?
Dia menjawab: “Aku diberitahu bahwa dia mencaci maki Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, jika aku melihatnya, maka dia tidak akan luput dari incaranku hingga ada yang mati terlebih dahulu di antara kami’.
Mendengar hal itu, aku jadi terkesima. Dan setelah itu, yang seorang lagi mengedipkan matanya padaku dan berkata sebagaimana yang dikatakan oleh temannya tadi. Maka tak berapa lama, aku melihat Abu Jahal berkeliling di tengah orang-orang. Lalu aku berkata: “Tidakkah kalian berdua melihat? Dialah orang yang kalian berdua tanyakan tadi”.
Maka, keduanya cepat-cepat melesatkan pedang ke arahnya dan menyabetnya hingga berhasil membunuhnya.
Kemudian keduanya menghadap Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lantas mengabarkannya, lalu beliau bertanya: ‘Siapa diantara kalian berdua yang telah membunuhnya?
Maka, masing-masing dari keduanya sama-sama mengklaim ‘Akulah yang telah membunuhnya’. Lalu beliau melihat ke arah kedua pedang tersebut seraya berkata: “Kalian berdua telah membunuhnya”.
Kedua anak muda tersebut adalah Mu’adz bin Amr bin al-Jamuh dan Mu’adz bin Afra. Lalu Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan harta rampasan Abu Jahal kepada Mu’adz bin Amr bin al-Jamuh”. HR Bukhari no: 3141. Muslim no: 1752.
Di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama tatkala usai perang Badar: “Siapa yang melihat apa yang terjadi dengan Abu Jahal”.
Lantas Abu Mas’ud berpencar mencarinya, lalu dia menemukannya dalam keadaan sedang menanti detik akhir ajalnya karena tebasan pedang anaknya Afra’. Dia lalu bertanya: ‘Apakah kamu Abu Jahal? Lantas dia menginjak lehernya dengan kakinya dan menarik jenggotnya agar dapat memenggal kepalanya. Abu Jahal berkata: ‘Apakah kamu injak orang yang telah mereka bunuh, atau orang yang dibunuh sama kaumnya sendiri”. HR Bukhari no: 4020. Muslim no: 1800.
Beliau menceritakan, telah berkata Abu Mijlaz: ‘Abu Jahal berkata pada waktu itu: ‘Andai saja yang membunuhku bukan seorang pembajak tanah (maksudnya orang Anshar yang pekerjaan mereka bercocok tanam). Dalam redaksinya Imam Bukhari dia mengatakan: ‘Andai yang membunuhku orang yang sepadan denganku”. HR Bukhari no: 3961.
Dirinya juga mengatakan kepada Ibnu Ma’sud tatkala itu: ‘Sungguh engkau telah melakukan pendakian yang amat sulit, wahai penggembala kambing! Lalu ia menambahkan: ‘Tolong beritahukan kepadaku, siapa yang keluar sebagai pemenang hari ini?.
Ibnu Mas’ud menjawab: “Allah dan RasulNya”. [4]
Terbunuhnya pemuka kafir Quraisy Umayyah bin Khalaf.
Dirinya meregang maut ditangannya Bilal al-Habasyi, Umayyah adalah orang yang pernah menyisiksa Bilal ketika di Makah. Pada waktu itu yang mampu keluar dari mulutnya Bilal adalah Ahad, ahad. Hal itu, tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja, itu merupakan cambukan diwajah muram orang yang lalim disetiap waktu dan tempat. Sungguh hal tersebut sangat mempengaruhi Bilal, akan tetapi pengaruh tersebut bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, namun, demi membela kebenaran yang dipeganginya.
Sudah saatnya berakhir perjalanan sang musuh, dan melihat dimana tempat perjalanan terakhirnya, sedang akibat yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.
Semoga Allah merahmati Bilal, dirinya telah memberi dua suri tauladan kepada kita:
Pertama: Mampu menahan siksa dan derita didalam menjaga agama Allah, dimana dirinya kokoh bagaikan besi dan kuat seperti baja.
Kedua: Membuat musuh Allah merasakan maut melalui tangannya. Untuk membuktikan kepada dunia dan sejarah anak manusia bahwa kebenaran dan keimanan pasti akan ditolong atas kekufuran dan kelaliman. [5]
Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:
Selamat, semoga Allah menambah kebaikan untukmu
Sungguh engkau telah melunasi dendammu, wahai Bilal
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada para sahabatnya akan kematian Umayyah bin Khalaf ini, hal itu sebagaimana dikisahkan oleh Abdurahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, beliau menceritakan: “Aku pernah menulis surat kepada Umayyah bin khalaf yang isinya agar dirinya mau menjaga keluarganya di Makah, dengan balasan aku akan menjaga keluarganya yang ada diMadinah, tatkala aku tulis ar-Rahman, maka dia berkata: ‘Aku tidak tahu siapa ar-Rahman, tulis saja namamu seperti ketika Jahilayah’. Aku pun akhirnya menuruti, maka aku tulis Abdu Amr.
ketika terjadi perang Badar, aku keluar menjaganya ke atas gunung tatkala orang-orang sedang tertidur, namun, pada saat itu Bilal melihatnya. Dirinya lantas meloncat dan berdiri ditengah-tengah kaum sambil berteriak sekencang-kencangnya: ‘Umayyah bin Khalaf sang pemuka orang-orang kafir, aku tidak akan selamat jika dia selamat!”.
Lalu orang-orang Anshar mengepung kami, tatkala aku khawatir mereka bisa mengejarku maka aku perintah anaknya supaya menjegal mereka, tapi anaknya pun berhasil diatasi dan mati terbunuh. Kemudian mereka berhasil mengejar kami, Umayyah adalah orang gendut yang banyak lemaknya. Akhirnya tatkala mereka berhasil mengejar kami, aku katakan padanya: ‘Duduklah, lalu ia duduk’.
Selanjutnya Abdurahman memeluknya dari atas, lalu mereka pun menebaskan pedang-pedang mereka dari bawah hingga berhasil membunuhnya. Sebagian pedang itu malah mengenai kaki Abdurahman bin Auf. Dan beliau pernah memperlihatkan kepada kami bekas luka sabetan pedang tersebut dikakinya”. HR Bukhari no: 2301.[6]
Akhirnya kita tutup dengan mengucapkan segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, pada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[Disalin dari غزوة بدر مشاهد وأحدث من أرض المعركة Penulis : Syaikh Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
_______
Footnote
[1] Siroh Nabwiyah karya Ibnu Hisyam 2/214.
[2] Siroh Nabwiyah karya Ibnu Hisyam 2/212.
[3] Lihat Marwiyaat Badr oleh al-‘Alimi hal: 222.
[4] Siroh Ibnu Hisyam 2/227.
[5] Marwiyaat Ghazwati Badar hal: 226.
[6] Lihat pembahasan ini secara luas dalam kitab penulis Hadatsun Ghayara Majra Taarikh hal: 338-340.
- Home
- /
- B2. Topik Bahasan3 Sejarah...
- /
- Kejadian di Pertempuran Badar