Tata Cara Shalat

TATA CARA SHALAT

Allah mewajibkan atas setiap muslim baik laki-laki atau wanita untuk shalat lima kali dalam sehari semalam, yaitu: shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh.

Seorang yang akan menunaikan shalat hendaklah berwudhu (terlebih dahulu), kemudian berdiri menghadap kiblat dekat dengan sutrahnya, jarak antara dirinya dan sutrahnya sekitar tiga hasta, sementara jarak antara tempat sujudnya dengan sutrahnya seukuran dengan luas jalan yang bisa dilalui oleh kambing, dan tidak boleh baginya membiarkan seseorang lewat antara dirinya dengan sutrahnya, dan barangsiapa yang lewat melalui jalan antara orang yang sedang shalat dengan sutrahnya, maka dia berdosa.

عن أبي جهيم رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «لَوْ يَعْلَمُ المَارُّ بَيْنَ يَدَيِ المُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ، لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْراً لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ». متفق عليه

Abu Juhaim Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat mengtahui dosa (yang akan didapatkannya karena perbuatan  itu), niscaya berdiri sambil diam selama empatpuluh lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang shalat“. (Muttafaq alaih)[1].

Orang yang akan shalat hendaklah berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat, kemudian melaksanakan takbiratul ihram dengan mengucapkan:  الله أكبر  “Allahu Akbar”. Dia boleh mengangkat tangannya bersamaan dengan takbir tersebut, atau boleh juga setelah takbir, atau sebelumnya. Mengangkat kedua tangan (pada saat takbiratul ihram) dengan jari-jari terbuka, bagian permukaan jari-jarinya menghadap ke kiblat sejajar dengan kedua bahunya, dan boleh baginya mengangkat kedua tangannya sehingga sejajar dengan cabang telinganya.

Hendaklah melakukan ini secara berselang di mana satu kali melakukan ini, dan pada waktu yang lain melakukan yang lain, untuk menghidupkan sunnah, dan mengamalkannya dengan berbagai caranya yang telah disyari’atkan.

Kemudian meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri, di atas pergelangan tangan dan lengan, sambil (kedua tangannya) diletakkan pada dadanya sambil melihat ke tempat sujud dengan khusyu’.

Kemudian membaca do’a iftitah yang telah disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara bacaan tersebut adalah:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ من الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْني مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالمَاءِ وَالبَرَدِ». متفق عليه.

Baca Juga  Hukum-hukum Puasa

Ya Allah!, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan jarak antara masyriq dan magrib. Ya Allah!, bersihkanlah diriku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda yang kotor. Ya Allah!, cucilah diriku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun“. (Muttafaq alaihi).

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتعَالَى جَدُّكَ، وَلا إلَهَ غَيْرُكَ». أخرجه أبو داود والترمذي

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan segala puji bagiMu, Maha Agung namaMu, Maha tinggi kemuliaanMu, tiada tuhan yang berhak disembah selain diriMu“. (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الحَقِّ بِإذْنِكَ، إنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ». أخرجه مسلم.

Ya Allah!, Tuhan Jibril, Mika’il dan Isrofil, Yang telah mennciptakan langit dan bumi, Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Engkaulah yang menghakimi para hambaMu pada perkara-perkara yang mereka perselisihkan, tunjukkanlah dengan seizinMu kepada kebenaran dalam perkara yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus“. (HR. Muslim).

الله أَكْبَرُ كَبِيراً، وَالحَمْدُ للهِ كَثِيراً، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَأَصِيلاً». أخرجه مسلم

Allahlah Yang Maha besar, dan aku memuji kepadaNya dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang“. (HR. Muslim).

Suatu saat membaca yang ini, dan pada saat yang lain membaca yang lain, untuk menghidupkan sunnah, dan mengamalkannya dengan berbagai lafadz yang disyari’atkan.

Kemudian membaca dengan suara pelan:

أَعُوْذُ بِالله السَّمِيْعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ». أخرجه أبو داود والترمذي

Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahaui dari tiupan, bisikan dan godaan setan yang terkutuk“. HR. Abu Dawud dan Turmudzi.

Kemudian membaca dengan suara yang pelan:

بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. متفق عليه

Kemudian membaca Al-Fatihah, berhenti pada setiap ayat, dan tidak sah shalat orang yang tidak membacanya. Wajib membaca Al-Fatihah dengan pelan dalam setiap rakaat kecuali pada waktu imam membacanya dengan keras, maka dia diam untuk mendengarkan bacaan imam.

Baca Juga  Rukun-Rukun Shalat

Setelah membaca Al-Fatihah dilanjutkan dengan mengucapkan: aamiin, baik sebagai imam maupun ma’mum, atau saat shalat sendirian, dengan memanjangkan suaranya pada shalat jahriyah, baik imam dan ma’mum mengucapkannya dengan suara nyaring.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إذَا أَمَّنَ الإمَامُ فَأَمِّنُوا فَإنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِينَ المَلائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ».

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila imam mengucapkan aamiin, maka ucapkanlah amiin, karena barangsiapa yang bacaan aamiinnya bertepatan dengan aamiinnya malaikat, maka diampuni baginya dosa yang telah lalu“.

قال ابن شهاب: وكان رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «آمِينَ». متفق عليه

Ibnu Syihab berkata: Rasulullah mengucapkan: aamiin. (Muttafaq alih)[2]

Setelah membaca Al-Fatihah (orang yang shalat) melanjutkan bacaannya dengan membaca surat atau beberapa ayat Al-Qur’an pada dua rakaat pertama, yaitu dengan memanjangkan bacaan ayat-ayatnya pada saat tertentu, dan pada saat yang lain dengan memendekkannya, hal ini dilakukan karena beberapa sebab seperti sedang musafir, terbatuk-batuk, sakit, atau mendengar tangisan bayi. Sesorang (dianjurkan) membaca satu surat penuh dalam sebagian besar keadaannya, dan pada saat yang lain membaginya dalam dua rakaat, atau mengulanginya pada rakaat kedua, atau pada saat tertentu membaca lebih dari satu surat dalam satu rakaat, membaca Al-Qur’an dengan tartil, dan membaguskan suara bacaannya.

Mengeraskan bacaan dalam shalat subuh, dan dua rakaat pertama dalam shalat maghrib dan isya’, dan membaca pelan dalam shalat dhuhur dan asar, rakaat ketiga shalat maghrib, dan dua rakaat terahir shalat isya, dan berhenti pada setiap ayat.

Bacaan Al-Qur’an Dalam Shalat Lima Waktu

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih Bukhari no (510), Muslim no (507)
[2] Shahih Bukhari no (780), Muslim no (410)