Hukum Wanita Hamil dan Menyusui Jika Tidak Berpuasa
MELAHIRKAN DI BULAN RAMADHAN DAN TIDAK MENGQADHA SETELAH BULAN RAMADHAN KARENA ADA KEKHAWATIRAN PADA BAYI, KEMUDIAN PADA BULAN RAMADHAN SELANJUTNYA IA MELAHIRKAN LAGI
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita melahirkan di bulan Ramadhan dan setelah Ramadhan itu ia tidak mengqadha puasanya karena kekhawatirannya pada si bayi yang sedang menyusu, kemudian wanita itu hamil dan melahirkan pada bulan Ramadhan selanjutnya, bolehkan bagi wanita itu untuk membagikan uang sebagai pengganti puasa .?
Jawaban
Yang wajib bagi wanita ini adalah mengqadha puasanya selama hari-hari puasa yang ia tinggalkan di bulan Ramadhan walaupun puasa itu di qadha di hari-hari setelah Ramadhan yang kedua, hal itu dikarenakan ia tidak mengqadha puasa antara Ramadhan pertama dan Ramadhan kedua yang disebabkan adanya suatu alasan atau udzur. Saya tidak tahu, apakah hal itu akan menyulitkannya atau tidak dalam mengqadha puasa itu di musim dingin dengan di cicil sehari demi sehari, sebenarnya jika ia menyusui maka sesungguhnya Allah akan memberi kekuatan padanya hingga puasa itu tidak mempengaruhi dirinya juga tidak memberi pengaruh kepada air susunya.
Dan hendaknya wanita itu berusaha semampu mungkin untuk mengqadha puasa Ramadhan yang telah berlalu sebelum datangnya Ramadhan yang kedua, jika hal itu tidak bisa ia lakukan maka tidak masalah baginya untuk menunda qadha puasanya itu hingga setelah Ramadhan kedua.
[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/65]
BAGAIMANA HUKUMNYA WANITA HAMIL DAN MENYUSUI JIKA TIDAK BERPUASA PADA BULAN RAMADHAN
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh ibnu Utsaimin ditanya : Apa hukumnya bagi wanita hamil dan menyusui jika ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan?
Jawaban
Tidak boleh bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa pada siang hari Ramadhan kecuali ada udzur (halangan), jika wanita itu tidak berpuasa karena ada suatu udzur, maka wajib bagi kedua wanita itu untuk mengqadha puasanya berdasarkan firman Allah tentang orang sakit.
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada akhir hari-hari yang lain” [Al-Baqarah/2 : 185]
Wanita menyusui dan wanita hamil ini bisa disamakan atau diartikan sebagai orang sakit, akan tetapi jika udzur kedua wanita itu karena ada rasa khawatir terhadap bayi atau janin yang dalam perut maka di samping mengqadha puasa, kedua wanita itu diharuskan memberi makan kepada seorang miskin setiap harinya berupa makanan pokok, bisa berupa gandum, beras, korma atau lainnya. Sebagian ulama lainnya berpendapat : Tidak ada kewajiban bagi kedua wanita itu kecuali mengqadha puasa, karena tentang memberi makan orang miskin. tidak ada dalilnya dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah, ini adalah madzhab Abu Hanifah dan merupakan pendapat yang kuat.
[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, syaikh Ibnu Utsaimin, 3/66]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah5 Puasa...
- /
- Hukum Wanita Hamil dan...