Hukum Shalat Id Di Rumah Karena Ada Wabah Corona
HUKUM SHALAT ID (HARI RAYA) DI RUMAH DISEBABKAN BAHAYA KARENA ADA WABAH CORONA
Pertanyaan.
Karena ada penutupan (lock down) dan ada virus Corona, apakah diperbolehkan shalat Ied (hari Raya) di rumah kalau seandainya dirumah ada lebih dari tiga orang lelaki? Apakah ini termasuk uzur yang dibenarkan untuk menunaikan shalat di rumah? Kalau seseorang shalat di rumah dengan keluarganya disebabkan karantina mandiri (di rumah), apakah ada khutbahnya atau tidak?
Jawaban
Alhamdulillah
Pertama: Siapa yang terlewatkan shalat Ied atau ada uzur menghadirinya karena ada penghalang, maka dia diperbolehkan menunaikan shalat di rumahnya meskipun sendirian dengan tata cara yang sama seperti yang telah dikenal, dua rakaat dengan tambahan takbir. Dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas Ulama’). Silahkan melihat ‘Al-Mugni’ karangan Ibnu Qudamah,(2/289).
Dan lebih ditekankan lagi menunaikan seperti tata cara yang asli kalau sekiranya bukan karena mengqada’ karena terlambat bahkan ia adalah shalat yang asli dimana dapat merealisasikan pelakasanaan wajib atau menunaikan fardu kifayah. Sebagaimana kondisi orang sekarang di banyak negara.
Kedua: Sementara mazhab Syafi’iyyah dianjurkan bagi munfarid (sendirian) menunaikannya di rumahnya. Hal ini menurut mereka tidak terkait dengan orang yang ketinggalan (shalat Id).
نقل المزني عن الشافعي رحمه الله في “مختصر الأم” (8/125) : ” ويصلي العيدين المنفرد في بيته ، والمسافر ، والعبد ، والمرأة
Muzani menukilkan dari Syafi’i rahimahullah dalam kitab ‘Mukhtasor Al-Umm, (8/125), “Diperbolehkan menunaikan shalat dua hari raya baik sendirian, musafir, hamba sahaya dan wanita di rumahnya.
Dan dianjurkan ada khutbahnya bagi mereka yang menunaikan shalat secara berjamaah.
قال في مغني المحتاج (1/ 589): ” (ويسن بعدهما خطبتان) للجماعة تأسيا به – صلى الله عليه وسلم – وبخلفائه الراشدين، ولا فرق في الجماعة بين المسافرين وغيرهم
Dalam kitab ‘Mugni Muhtaj, (1/589) dikatakan, “(Dianjurkan setelah menunaikan shalat dua hari raya ada dua khutbah) bagi yang menunaikan secara berjamaah mencontoh Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para Khulafaur Rosyidin. Dan tidak ada bedanya berjamaah antara orang musafir dan lainnya.
Sementara mazhab Malikiyah bahwa dianjurkan menunaikannya meskipun sendirian bagi orang yang tidak diperintahkan menunaikan shalat Id atau bagi orang yang terlewatkan shalat dengan berjamaah.
Al-Khurosyi mengatakan dalam kitab ‘Syarh Mukhtasor Kholil (2/104),
أي إنه يستحب لمن لم يؤمر بالجمعة وجوبا ، أو فاتته صلاة العيد مع الإمام : أن يصليها.وهل في جماعة، أو أفذاذا ؟ قولان
“Dan menunaikannya bagi orang yang tidak diperintahkan atau orang yang terlewatkan (penjelasan) maksudnya adalah dianjurkan bagi yang tidak diwajibkan menunaikan shalat jum’ah atau orang yang terlewatkan shalat Id bersama imam agar menunaikan shalat. Apakah ditunaikan secara berjamaah atau sendiri-sendiri? Disini ada dua pendapat.
Sebagian ada yang menguatkan pendapat, menunaikan shalat sendiri-sendiri. Silahkan melihat kitab ‘Hasyiyah Dasuqi, (1/401).
Dalam Mazhab Malikiyah juga,”Kalau mereka menunaikan shalat dengan berjamaah, maka mereka menunaikan shalat tanpa ada khutbah.
قال الحطاب في مواهب الجليل (2/ 198): ” وعلى جواز الجمع لمن فاتته من أهل المصر لا يخطب بلا خلاف وكذلك من تخلف عنها لعذر
Khottobi dalam kitab ‘Mawahibul Jalil, (2/198) mengatakan, “Bagi yang membolehkan shalat berjamaah bagi orang yang terlewatkan dari kalangan orang kota, maka tidak ada khutbah tanpa ada perbedaan pendapat. Begitu juga bagi orang yang tidak menunaikan karena ada uzur.
Yang menunjukkan dianjurkan shalat di rumah adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhori di Shahihnya secara menggantung (mu’allaq) dengan teks yang tegas (jazm) berkata:
وَأَمَرَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ مَوْلاَهُمْ ابْنَ أَبِي عُتْبَةَ بِالزَّاوِيَةِ ، فَجَمَعَ أَهْلَهُ وَبَنِيهِ
“Anas bin Malik memerintahkan hamba sahayanya Ibnu Abu Utbah di pojok rumah dan mengumpulkan keluarga serta anak-anaknya”.
قال ابن رجب في فتح الباري (9/ 76): ” وأنس لم يفته في المصر، بل كان ساكناً خارجاً من المصر بعيداً منه، فهو في حكم أهل القرى، وقد أشار إلى ذلك الإمام أحمد -في رواية عنه
Ibnu Rajab dalam ‘Fathul Bari, (9/76) mengatakan, “Anas tidak terlambat di kota bahkan beliau tinggal di luar kota jauh darinya. Beliau hukumnya seperti penduduk desa. Hal itu telah diisyaratkan oleh Imam Ahmad -dalam riyawat dari beliau-.
Ketiga: Syaikh Abdurrahman Al-Barrak telah memberikan fatwa bahwa kalau tidak memungkinkan menunaikan shalat di suatu kota disebabkan wabah dan bahaya, maka hukumnya seperti orang yang terlewatkan shalat Ied, maka menunaikan shalat di rumah-rumah dengan tata cara yang telah dikenal.
Beliau berkata : Shalat Ied kalau tidak mungkin menunaikannya karena ada penghalang sebagaimana pada kondisi hari-hari ini. Maka hukumnya seperti hukum orang yang terlewatkan shalat ini maksudnya shalat Ied.
Sementara pendapat bahwa shalat Ied tidak diqada’, maka tidak (tepat) disini. Karena shalat Ied dalam kondisi kita sekarang, asalnya memang tidak ada shalat Ied. Sehingga tidak ada pelaksanaan fardu (Ied). Akan tetapi diqiyaskan (dianalogikan) shalat Ied dalam kondisi saat ini seperti kondisi orang yang terlewatkan shalat. Seperti penjelasan tadi. Wallahu a’lam’ (selesai dengan diringkas dari website syaikh https://sh-albarrak.com/article/18234)
Kesimpulannya:
- Bahwa siapa yang shalat sendirian, maka menunaikan shalat tanpa khutbah.
- Siapa yang menunaikan dengan berjamaah, menurut mazhab Syafiiyyah dianjurkan baginya dua khutbah setelahnya. Terutama kalau tidak terpenuhi shalat Ied di masjid-masjid jami’ bagi umat Islam.
Sementara menurut mazhab Malikiyah dan Hanabilah, dan orang yang berpendapat bahwa uzur yang ada sekarang seperti orang yang terlewatkan shalat, maka menunaikan shalat tanpa ada khutbah.
Wallahu a’lam
Sumber : islamqa
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah1 Hukum...
- /
- Hukum Shalat Id Di...