Pengaruh Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Bab IV
HAK-HAK SEORANG IBU ATAS ANAK-ANAKNYA
Pasal 4
Pengaruh Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِمْتُ فَرَأَيْتُنِي فِي الْجَنَّةِ فَسَمِعْتُ صَوْتَ قَـارِئٍ يَقْرَأُ فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: هَذَا حَارِثَةُ بْنُ النُّعْمَانِ.
“Aku pernah tidur, lalu aku bermimpi diriku berada di Surga, lalu aku mendengar suara seorang yang sedang membaca (al-Qur-an), lalu kutanyakan, ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah Haritsah bin an-Nu’man.’”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَذَلِكَ الْبِرُّ كَذَلِكَ الْبِرُّ.
“Demikianlah ganjaran dari berbakti, demikianlah ganjaran dari berbakti.”
Beliau adalah orang yang paling berbakti terhadap ibunya. [HR. Ahmad dengan sanad yang shahih].[1]
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَمَا ثَلاَثَةُ رَهْطٍ يَتَمَاشَوْنَ أَخَذَهُمُ الْمَطَرُ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فِي جَبَلٍ، فبَيْنَمَا هُم فِيْهِ َانْحَطَّتْ عَلَيْهِم صَخْرَةٌ فَأَطْبَقَتْ عَلَيْهِمُ الْغَارُ فَقَالَ بَعْضُهُـمْ لِبَعْضٍ: اُنْظُـرُوْا إِلَـى أَفْضَلِ أَعْمَالٍ عَمِلْتُمُوهَا، فَسَلُوهُ بِهَا لَعَلَّهُ يُفْرِجُ عَنْكُمْ فَقَالَ أَحَدُهُمُ: اَللّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ كَبِيرَانِ وكَانَتْ لِيَ امْرَأَةٌ وأَوْلاَدٌ صِغَارٌ، وَكُنْتُ أَرْعَى عَلَيْهِـمْ، فَإِذَا أَرَحْتُ غَنَمِي بَـدَأْتُ بِأَبَوَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا، فَلَمْ آتِ حَتَّى نَامَ ِأَبَوَيَّ فَطَيَّبْتُ اْلإِنَاءَ ثُمَّ حَلَبْتُ ثُـمَّ قُمْتُ بِحَلاَبِي عِنْدَ رَأْسِ أَبَوَيَّ وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ رِجْلِيْ أَكْرَهُ أَنْ أَبْدَأَ بِهِم قَبْلَ أَبَوَيَّ وَأَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا، فَلَمْ أَزَلْ كَـذَلِكَ قَائِمًا حَتَّى أَضَاءَ الفَجْرُ. اَللّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَـنَا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ، فَفَرَجَ اللَّهُ لَهُمْ فُرْجَةً فَرَأَوْا مِنْهَا السَّمَاءَ…
“Ketika ada tiga orang berjalan-jalan tiba-tiba mereka kehujanan, lalu mereka berteduh di dalam gua pada sebuah gunung. Ketika mereka tengah berada di dalam gua itu, tiba-tiba ada batu besar yang jatuh sehingga menutupi mulut gua tersebut. Lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya, ‘Lihatlah pada amalan yang paling baik yang pernah kalian kerjakan, lalu mohonlah kepada Allah dengan amalan tersebut, siapa tahu akan dibukakan celah pada batu tersebut bagi kalian.’ Lalu salah seorang di antara mereka berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia sementara aku memiliki isteri dan juga anak-anak yang masih kecil. Dan aku memelihara mereka. Karenanya, jika aku telah mengan-dangkan kambingku, aku mulai mengurus kedua orangtuaku, dimana aku memberi minum susu keduanya. Kemudian aku tidak mendatanginya sehingga kedua orang tuaku tidur. Kemudian aku membersihkan bejana, lalu memerah susu. Selanjutnya aku membawa susu itu dekat kepala kedua orang tuaku sementara anak-anak bergelantungan di kedua kakiku, karena aku tidak ingin memulai mengurus mereka sebelum mengurus kedua orang tuaku dan aku tidak ingin membangunkan keduanya. Dan aku masih terus berdiri sampai fajar bersinar terang. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa aku melakukan hal itu dalam rangka mencari keridhaan-Mu, maka bukakanlah untuk kami sebuah celah dimana kami dapat melihat langit darinya. Maka Allah pun membukakan celah bagi mereka sehingga mereka dapat melihat langit darinya… [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Dari Usair bin Jabir, dia berkata, ‘Umar bin al-Khaththab jika didatangi oleh rombongan penduduk Yaman, maka dia akan bertanya kepada mereka, “Apakah di antara kalian terdapat Uwais bin ‘Amir?” Sehingga dia mendatangi Uwais seraya berkata, “Engkau Uwais bin ‘Amir?” “Ya,” jawabnya.
‘Umar berkata, ‘Dari Murad dan kemudian Qaran?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Umar berkata, “Dan padamu terdapat penyakit kusta, lalu engkau sudah sembuh darinya, kecuali tersisa sebesar dirham?” “Ya,” jawabnya.
‘Umar bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?’ ‘Ya, masih,’ jawabnya.
‘Umar berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَـمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ َلأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ، فَاسْتَغْفِرْ لِي
‘Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir dari rombongan penduduk Yaman dari Murad, kemudian dari Qaran. Dimana padanya terdapat penyakit kusta dan kemudian sembuh darinya kecuali satu tempat dari tubuhnya sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu yang dia sangat berbakti kepadanya. Jika dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan menerimanya. Oleh karena itu, jika engkau bisa meminta kepadanya supaya memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.’ Oleh karena itu, mohonkanlah ampunan untukku.”
Kemudian dia pun memohonkan ampunan untuknya. Lalu ‘Umar berkata kepadanya, “Ke mana engkau hendak pergi?” “Ke Kufah,” jawabnya.
‘Umar berkata, “Maukah engkau aku tuliskan surat untukmu kepada pemimpinnya?” Dia berkata, “Aku tinggal bersama orang-orang miskin lebih aku sukai.”
Usair berkata, “Dan pada tahun berikutnya, ada seseorang, yang termasuk pemuka di antara mereka, lalu berpapasan dengan ‘Umar, kemudian ‘Umar menanyakan Uwais. Orang itu berkata, ‘Aku meninggalkannya dengan rumah yang mengenaskan dan sedikit harta.’
‘Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda, ‘Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir dari rombongan penduduk Yaman dari Murad dan kemudian dari Qaran. Di mana padanya terdapat penyakit kusta, kemudian sembuh darinya kecuali satu tempat pada tubuhnya sebesar uang dirham. Dia memiliki seorang ibu yang dia sangat berbakti kepadanya. Jika dia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya. Oleh karena itu, jika engkau bisa meminta kepadanya supaya memohonkan ampunan untukmu, maka lakukanlah.’”
Lalu Usair mendatangi ‘Uwais seraya berkata, “Mohonkanlah ampunan untukku.”
Usair berkata, ‘Engkau baru saja melakukan perjalanan yang baik, makan mohonkanlah ampunan untukku. Apakah engkau pernah bertemu ‘Umar?’ ‘Ya,’ jawabnya.
Lalu dia pun memohonkan ampunan untuknya. Maka orang-orang pun memahaminya sehingga mereka pun pergi mendatanginya.
Usair berkata, “Aku memakaikan baju burdah kepadanya. Di mana setiap kali dia dilihat oleh orang, maka orang itu berkata, ‘Dari mana Uwais mendapatkan baju burdah itu?’” [HR. Muslim]
Pasal 5
Perbuatan Baik yang Paling Baik
Dari ‘Abdullah bin Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya ada seseorang dari Arab badui menemuinya pada satu jalan di Makkah, lalu ‘Abdullah bin ‘Umar memberinya salam dan membawanya di atas keledai yang ia tumpangi dan dia berikan penutup kepala yang ada di atas kepalanya. Ibnu Dinar berkata, “Lalu kami katakan kepadanya, ‘Semoga Allah memperbaiki keadaanmu, sesungguhnya dia itu termasuk orang-orang badui dan orang-orang badui ridha dengan pemberian yang sedikit.’”
Lalu ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya bapak orang ini adalah sahabat baik ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dan sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ
‘Sesungguhnya kebaikan yang paling baik adalah menyambung tali silaturahmi yang dilakukan oleh seseorang terhadap keluarga orang kecintaan ayahnya.” [HR. Muslim].
[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
______
Footnote
[1] Hadits ini terdapat di dalam kitab ash-Shahiih al-Musnad mimmaa laisa fii ash-Shahiihain II/454
- Home
- /
- A9. Wanita dan Keluarga...
- /
- Pengaruh Berbakti kepada Kedua...