Iman Kepada Para Rasul Allah

IMAN KEPADA PARA RASUL ALLAH

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Iman Keada Nabi dan Rasul Merupakan Salah Satu Rukun Iman
Iman kepada para nabi dan rasul Allah, merupakan salah satu rukun iman.Keimanan seseorang itu tidak sah, sampai ia mengimani semua nabi dan rasul Allah dan membenarkan bahwa Allah telah mengutus mereka untuk menunjuki, membimbing dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran. Ditambah juga keharusan membenarkan bahwa mereka telah menyampaikan apa yang Allah turunkan kepada mereka dengan benar dan sempurna, dan mereka telah berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah.

Adapun dalil tentang kewajiban iman kepada para rasul, ialah sebagai berikut:
Allah berfirman:

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami, ya Rabb kami. Dan kepada Engkaulah tempat kembali”. [Al Baqarah/2:285].

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّنَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقاَمَ الصَّلَوةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَآءِ وَالضَّرَّآءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. [Al Baqarah/2 :177].

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ءَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَن يَكْفُرْ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. [An Nisaa/4 :136].

Dalam ayat-ayat tersebut di atas, Allah memerintahkan kaum mukminin untuk beriman kepada Allah, RasulNya, Al Qur’an dan kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan kewajiban beriman kepada para rasul.

Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Jibril yang terkenal, ketika ditanya tentang iman, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْقَدَرِ كُلِّهِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitab suciNya, para RasulNya dan hari akhirat serta taqdir yang baik dan yang buruk.

Dalam hadits ini, Rasulullah menjadikan iman kepada para rasul termasuk salah satu rukun iman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Satu keharusan dalam iman, (yaitu) seorang hamba beriman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab suciNya, para RasulNya dan hari akhir. Dia harus beriman kepada seluruh rasul yang diutus dan seluruh kitab suci yang diturunkan.[1]

Perbedaan Antara Nabi dan Rasul
Para ulama berselisih pendapat dalam mendefinisikan nabi dan rasul[2]. Namun yang rajih (kuat), menyatakan rasul adalah seorang yang mendapatkan wahyu dengan membawa syariat baru. Adapun nabi adalah seorang yang diberi wahyu untuk menetapkan syariat sebelumnya.[3]

An-Nubuwah (Kenabian) Adalah  Anugerah Ilahi
An nubuwah (kenabian) merupakan perantara antara Sang Pencipta dengan makhlukNya dalam menyampaikan syariatNya.

Ditinjau dari sisi makhluk, an nubuwah merupakan duta antara Allah dengan hambaNya, serta ajakan Allah kepada makhlukNya untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya kebenaran. Memindahkan makhlukNya dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akhirat. Sehingga kenabian merupakan nikmat petunjuk dari Allah kepada hambaNya dan anugerah Ilahi kepada mereka.

Adapun ditinjau dari diri rasul tersebut, maka kenabian merupakan karunia Allah untuknya, pilihan Allah untuknya dari seluruh manusia dan hadiah yang Allah khususkan kepadanya dari seluruh makhluk.[4]

Dengan begitu, kenabian tidak dapat dicapai dengan ketinggian ilmu, ibadah dan ketaatan. Kenabian juga tidak dapat dicapai dengan semedi, mengosongkan perut, meditasi dan yang lainnya. Namun kenabian merupakan anugerah Ilahi semata, dan pilihan dari Allah, sebagaimana firmanNya:

اللهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلاَئِكَةِ رُسُلاً وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Allah memilih utusan-utusan(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Al Hajj/22:75].

وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Dan Allah menentukan siapa yang dikehendakiNya (untuk diberi) rahmatNya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. [Al Baqarah/22:105].

Demikianlah, kenabian adalah kedudukan dan martabat yang tinggi, yang Allah khususkan kepada para nabi, semata-mata karena keutamaanNya, lalu Allah mempersiapkan dan memudahkan mereka mengembannya. Dengan keutamaan dan rahmatNya tanpa bersusah payah, Allah menjaga mereka dari pengaruh syetan dan menjaganya dari kesyirikan.

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَاءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَـنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayt-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. [Maryam/19:58].

Allah berfirman kepada Musa:

قَالَ يَامُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي فَخُذْ مَآءَاتَيْتُكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ

Allah berfirman: “Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. [Al A’raf/7 :144].

Demikian juga Allah menceritakan pernyataan Nabi Ya’qub kepada anaknya :

وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ اْلأَحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى ءَالِ يَعْقُوبَ كَمَآأَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِن قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Dan demikianlah Rabb-mu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkanNya kepadamu sebagian dari tabir mimpi-mimpi dan disempurnakanNya nikmatNya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmatNya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Rabb-mu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [Yusuf/12 :6].

Ayat-ayat di atas jelas menunjukkan, bahwa kenabian bukanlah sesuatu yang dapat diraih dengan latihan dan pencarian dan angan-angan. Oleh karena itu, ketika kaum musyrikin berkata:

وَقَالُوا لَوْلاَ نُزِّلَ هَذَا الْقُرْءَانُ عَلَى رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ

Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?” [Az Zukhruf/43 :31]

Maka Allah menjawab dengan firmanNya:

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمُت رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجَمْعَوُنَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabb-mu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabb-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. [Az Zukhruf/43 :32].

Urgensi Iman Kepada Para Nabi dan Rasul
Pertama : Iman kepada kenabian (an nubuwah) adalah jalan mengenal untuk Allah dan mencintaiNya. Juga merupakan piranti untuk mencapai keridhaan Allah dan keselamatan dari adzabNya, serta menjadi dasar kebahagian dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Baca Juga  Malaikat Mencatat Semua Perbuatan Manusia

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: “Iman kepada nubuwah merupakan dasar pokok keselamatan dan kebahagiaan. Barangsiapa yang tidak memahami benar permasalahan ini, akan bingung untuk mengetahui mana pintu petunjuk dan kesesatan, iman dan kufur, dan tidak dapat membedakan yang salah dan yang benar”.

Kedua : Kebutuhan hamba Allah untuk mengakui kenabian lebih besar dan mendesak daripada kebutuhan mereka terhadap udara, makanan dan minuman. Sebab, akibat kehilangan udara, makanan atau minuman hanyalah kematian dan kerugian dunia. Berbeda jika ia tidak mengakui kenabian, akan mengakibatkan kerugian di dunia dan akhirat.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata,”tanda-tanda kenabian termasuk menjadi bukti-bukti rububiyah Allah. Semuanya jelas dan nyata pada setiap orang, seperti kejadian yang tampak terlihat; karena makhluk membutuhkan pengakuan kepada Sang Pencipta dan para rasulNya.[5]

Tidak diragukan lagi, setiap makhluk yang mukalaf membutuhkan untuk mengenal Allah, iman kepadaNya, beribadah kepadaNya dan mengenal para rasulNya serta mentaatiNya?. Oleh karena itu, Allah memudahkan hambanya untuk mendapatkan hal-hal tersebut.

Syaikh Islam berkata,”Sesungguhnya sesuatu yang dibutuhkan pengenalannya oleh manusia seperti iman kepada Allah dan RasulNya, maka Allah menjabarkan dan memudahkan jalan mendapatkannya.[6]

Kemudian Syaikh Islam Ibnu Taimiyah menambahkan : “Demikianlah, setiap kali manusia sangat butuh mengenal sesuatu. Maka Allah memudahkan mereka dengan bukti-bukti yang mengenalkannya, seperti bukti-bukti yang menunjukkanNya, bukti-bukti kenabian RasulNya dan bukti-bukti ketentuan taqdir dan ilmuNya”.[7]

Dalam masalah ini, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sesungguhnya Allah menjadikan para rasul sebagai perantara antara Dia dengan hambaNya, dalam mengenalkan kepada mereka apa-apa yang bermanfaat dan yang merugikan mereka, dan menyempurnakan apa-apa yang mashlahat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka. Para rasul ini seluruhnya diutus untuk berdakwah kepada Allah, mengenalkan jalan untuk sampai kepada Allah dan menjelaskan keadaan mereka setelah sampai kepadaNya.

Selanjutnya beliau rahimahullah menjelasakan beberapa pokok yang perlu diperhatikan :

  1. Pokok pertama : Mengandung penetapan sifat-sifat Allah, tauhid dan taqdir, serta penjelasan perlakuan Allah terhadap para wali dan musuhNya. Yaitu yang Allah kisahkan kepada hambaNya dan permisalan yang dibuat untuk mereka.
  2. Pokok Kedua : Mengandung perincian syari’at, perintah, larangan dan perkara mubah, serta penjelasan apa-apa yang dicintai dan dibenci Allah.
  3. Pokok ketiga : Mengandung iman kepada hari akhir, syurga, neraka, pahala dan siksaan.

Al Khalqu (penciptaan) dan al amru (selain penciptaan), berporos kepada tiga pokok ini. Begitu pula kebahagiaan dan kesuksesan pun tergantung padanya. Tidak ada jalan untuk mengenal semua ini, kecuali dari para rasul; karena akal tidak mengerti perincian dan tidak dapat mengenal hakikatnya; walaupun akal dapat mengenal sesuatu yang darurat darinya secara global, seperti layaknya orang yang sakit, ia memerlukan obat dan orang yang mengobatinya, namun tidak mengetahui diagnosa penyakit dan resep obatnya.

Kebutuhan hamba kepada risalah, jauh lebih besar dari kebutuhan orang sakit terhadap pengobatan. Pasalnya, karena batas perkiraan dengan tidak adanya thabib (dokter) adalah kematian badan. Sedangkan seorang hamba, jika tidak mendapatkan cahaya dan pancaran risalah, maka ia telah mati sebelum waktu ajalnya, dan tidak diarapkan akan ada kehidupan dalam dirinya untuk selamanya, atau ia akan sengsara dengan kesengsaraan yang tidak akan diselingi kebahagiaan selama-lamanya.. Oleh karena itu, tidak ada keberuntungan, kecuali hanya dengan mengikuti Rasul”[8]

Ibnul Qayyim berkata: “Dari sini diketahui, urgensi seorang hamba untuk mengenal rasul, ajaran dan membenarkan beritanya, serta mentaati perintahnya, melebihi segala kepentingan lainnya. Sebab, tidak ada jalan kebahagian dan kesuksesan di dunia dan akhirat, kecuali hanya di tangan para rasul. Tidak ada jalan mengenal kebaikan dan kejelekan secara terperinci, kecuali dari mereka. Dan tidak akan mendapatkan keridhaan Allah, kecuali dengan mereka. Perkara baik dari amalan, perkataan dan akhlak, tidak lain adalah petunjuk dan ajaran mereka. Amalan, perkataan dan akhlak mereka merupakan timbangan untuk seluruh amalan, perkataan dan akhlak manusia. Dengan mengikuti mereka, terseleksi orang yang mendapat petunjuk dan yang sesat. Sehingga kebutuhan manusia terhadap mereka lebih besar dari kebutuhan badan kepada nyawanya, mata terhadap cahaya dan nyawa terhadap kehidupannya. Apapun kepentingan dan kebutuhan yang terbetik, kepentingan dan kebutuhan hamba terhadap para rasul lebih tinggi di atasnya. Bagaimana tanggapan anda terhadap sosok yang petunjuk dan ajarannya jika hilang darimu sekejap mata saja akan merusak hatimu, dan menjadi seperti ikan yang terpisah dengan air dan diletakkan di penggorengan? Seperti itulah keadaan hamba ketika hatinya lepas dari ajaran para rasul, bahkan bisa lebih fatal lagi. Namun tidak akan ada yang merasakan hal ini, kecuali kalbu yang hidup”[9].

Kandungan Iman Kepada Para Nabi dan Rasul
Pertama :
Meyakini dengan benar dan mantap bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak untuk menyembah Allah saja dan mengkufuri sesembahan selainNya.

Artinya, substansi dakwah para rasul, dari yang pertama sampai yang terakhir sama, yaitu mentauhidkan Allah dalam uluhiyah, rububiyah dan asma’ wa sifat (nama dan sifat Allah), dan meniadakan lawannya atau meniadakan kesempurnaannya[10]. Begitulah, para nabi dan rasul membawa agama satu, yaitu Islam, dan setiap rasul menegaskan kepada kaumnya:

يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

Hai kaumku, sembahlah Allah, (karena) sekali-kali tidak ada ilah bagimu selain Dia. [Al Mu’minun/23 :23].

Dan firmanNya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu. [An Nahl/16 :36].

Seluruh syariat mengajak kepada tauhid. Itulah inti sari dakwah para rasul sejak Nabi Nuh Alaihissallam sampai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Inilah agama nabi yang pertama sampai nabi terakhir dan para pengikut mereka, yaitu Islam. Agama Islam itu, intinya ialah beribadah kepada Allah saja yang tidak ada sekutu bagiNya. Ibadah kepada Allah di setiap waktu dan tempat, yaitu dengan mentaati para rasulNya. Sehingga seorang hamba beribadah kepadaNya dengan tidak menyelisihi ajaran para rasul tersebut, sebagaimana orang yang Allah ceritakan dalam firmanNya:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah. [Asy Syura/42 :21].

Tidaklah beriman kepada Allah, kecuali orang yang beribadah kepada Allah dengan mentaati para rasulNya. Dan tidaklah beriman kepada Allah dan beribadah kepadaNya, kecuali orang yang beriman kepada seluruh para rasul dan mentaati mereka. Sehingga setiap rasul ditaati sampai datang rasul berikutnya, lalu ketaatannya diberikan kepada rasul yang tersebut”.[11]

Kedua : Beriman bahwa para rasul adalah orang yang memberikan petunjuk dakwah dan bimbingan menuju hidayah, sebagaimana firman Allah :

إِنَّمَآأَنتَ مُنذِرٌ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ

Sesunguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk. [Ar Ra’d/13 :7].

Dan firmanNya.

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ صِرَاطِ اللهِ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Yaitu) jalan Allah. [Asy Syura/42 :52-53].

Adapun hidayah taufiq, hanyalah di tangan Allah, Dialah yang membolak-balik hati dan mengatur segala perkara.[12]

Ketiga : Membenarkan kerasulan dan mengakui kenabian mereka. Meyakini bahwa mereka jujur dan benar dalam menyampaikan semua yang dari Allah. Mereka telah menyampaikan risalah Ilahi, serta menjelaskan kepada semua manusia semua, yang tidak mereka ketahui[13]. Para rasul tidak pernah menyembunyikan satu huruf pun dari risalah Ilahi. Mereka tidak merubah, menambah dan mengurangi dengan sesuatu. Allah berfirman:

فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ

Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [An Nahl/16 :35].

Barang siapa yang mengkufuri salah seorang dari mereka, berarti telah mengkufuri seluruh para rasul dan kufur terhadap Allah yang mengutus mereka. Allah berfirman.

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Baca Juga  Karamah Para Wali

Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali”. [Al Baqarah/2 :285].

إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً أُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ أُوْلاَئِكَ سَوْفُ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain),” serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasulNya dan tidak membedakan seorangpun diantara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An Nisaa/4 :150-152].

Keempat : Beriman bahwa Allah meninggikan derajat sebagian rasul atas sebagian lainnya. Menjadikan Nabi Ibrahim Alaihissallam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai khalilNya. Berbicara kepada Nabi Musa Alaihissallam, mengangkat Nabi Idris Alaihissallam pada martabat yang tinggi, dan menjadikan Nabi Isa Alaihissallam sebagai hamba dan rasulNya serta Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَءَاتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ

Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Diantara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada ‘Isa putera Maryam beberapa mu’jizat, serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. [Al Baqarah/2 :253].

وَاتَّخَذَ اللهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً

Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi khalilNya (kesayanganNya). [An Nisaa/4 :125]

قَالَ يَامُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي فَخُذْ مَآءَاتَيْتًكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ

Allah berfirman: “Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu, dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. [Al A’raf/7 :144].

وَكَلَّمَ اللهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. [An Nisaa/4 :164]

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang disebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. [Maryam/19 :56-57].

Kelima : Beriman kepada para nabi dan rasul secara umum, baik yang telah kita ketahui maupun yang belum kita ketahui. Demikian juga beriman secara khusus kepada setiap nabi dan rasul yang telah Allah sebutkan namanya, dengan berkeyakinan bahwa Allah memiliki para rasul lainnya yang tidak Dia kisahkan. Allah berfirman:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. [Al Mu’min/40 :78]

Keenam : Mentaati para nabi dan rasul dengan mengikuti seluruh perintah mereka dan menjauhi seluruh larangannya, serta berjalan di atas manhaj mereka. Karena, mereka telah menyampaikan syari’at dari Allah. Mereka sebagai contoh teladan bagi umat mereka. Allah memberikan kema’suman kepada mereka dalam menyampaikan berita dari Allah dan risalahNya menurut kesepakatan umat. Allah berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan RasulNya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. [Ali Imran/3 :31-32]

Taat dan ibadah kepada Allah dengan mengikuti dan mencontoh mereka. Sedangkan yang menjadi kewajiban kita adalah beramal dengan syari’at rasul yang diutus kepada kita, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menjadi penutup sekalian para nabi dan rasul. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk segenap umat manusia. Allah berfirman:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman, hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [An Nisaa/4 :65].

Demikianlah sebagian pembahasan mengenai iman kepada rasul. Mudah-mudahan bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Ibnu Taimiyah, Al Furqaan Baina Aulia’ Ar Rahman Wa Aulia’ Asy Sayithan, hlm. 77, dinukil dari muqaddimah yang ditulis Dr. Abdulaziz bin Shalih Ath Thawiyan dalam kitab An Nubuwwah karya Ibnu Taimiyah, Cetakan I, Tahun 1420 H, Maktabah Adhwaa’ As Salaf, Riyadh, KSA hlm. 1/37.
[2] Lihat lebih lengkap tulisan Ibnu Ahmad Al Lambunji berjudul Iman Kepada Rasul Allah, dalam Majalah As Sunnah, edisi 12/TahunVI/ 1423H/2003M hlm. 42-43.
[3] Tim Kurikulum Aqidah, Muqarrar At Tauhid Li Shaf Ats Tsaani Al ‘Ali Fi Al Ma’ahid Al Islamiyah, tanpa tahun dan penerbit, hlm. 57.
[4] Diambil dari muqaddimah yang ditulis Dr. Abdulaziz bin Shalih Ath Thawiyaan dalam kitab Al Nubuwwah, karya Ibnu Taimiyah, Op.Cit. hlm. 1/19
[5] Al Jawaabu Ash Shahih Liman Baddala Din Al Masiih, hlm. 5/435.
[6] Ibnu Taimiyah, Daru Ta’arud Al ‘Aql Wa An Naql, tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun dan penerbit, hlm. 9/66
[7] Ibnu Taimiyah, Daru Ta’arud Al ‘Aql Wa An Naql, tahqiq Muhammad Rasyaad Saalim, tanpa tahun dan penerbit, hlm. 10/129
[8] Majmu’ Fatawa, Op.Cit., hlm. 19/96-97. Lihat muqaddimah kitab An Nubuwah, Op.Cit., hlm. 1/20-22, dengan tambahan.
[9] Ibnu Al Qayyim, Zaad Al Ma’ad Fi Hadyi Khairi Al ‘Ibaad, tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdulqadir Al Arna’uth, Cetakan II, Tahun 1418, Muassasah Ar Risalah, Bairut, hlm.1/68-69.
[10] Hisyam Abdulqadir, Mukhtashar Ma’arij Al Qabul Bi Syarhi Sullam Al Wushul Ila ‘Ilmi Al Ushul Li Haafizh bin Ahmad Al Hakami, Cetakan II, tahun 1413H, Daar Ash Shafwah, Kairo, Mesir, hlm. 200, 201.
[11] Ibnu Taimiyah, Al Jawaab Ash Shahih Liman Baddala Din Al Masih, tahqiq Dr. Ali Hasan Naashir, Dr. Abdulaziz Ibrahim Al ‘Askar dan Dr. Hamdaan Muhammad Al Hamdan, Cetakan II, Tahun 1419 H, Daar Al ‘Aashimah, Riyadh KSA, hlm. 1/83-84.
[12] Mukhtashar Ma’arij Al Qabul, Op.Cit., hlm. 201.
[13] Dr. Shalih bin Fauzaan Al Fauzaan, Al Irsyaad Ila Shahih Al I’tiqaad Wa Ar Radd ‘Ala Ahli Asy Syirik Wal Ilhaad, Cetakan Pertama, Tahun 1423 H, Dar Al ‘Aashimah, Riyadh, KSA, hlm. 235.

  1. Home
  2. /
  3. A3. Aqidah Makna dan...
  4. /
  5. Iman Kepada Para Rasul...