Landak, Biawak Halal Atau Haram?

LANDAK, HALAL ATAU HARAM?[1]

Pertanyaan
Halal atau haramkah mengkonsumsi hewan-hewan berikut : penyu, kuda laut, buaya dan landak ?

Jawaban.
Landak itu halal dikonsumsi, berdasarkan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi. Karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. [al-An’am/6:145]

Dan juga karena hukum asal (mengkonsumsi semua yang ada di bumi-red) adalah boleh sampai ada dalil yang merubah hukumnya dari hukum asal ini. Sedangkan tentang penyu, sekelompok para Ulama berpendapat bahwa penyu itu halal dikonsumsi meskipun tidak disembelih, berdasaskan keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :

 أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ 

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut [al-Mâidah/5:96],

dan berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang laut :

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Laut itu, airnya suci dan bangkai binatangnya halal

Namun sebaiknya (sebelum dikonsumsi) penyu disembelih sebagai upaya untuk menghindari perselisihan pendapat para Ulama.

Adapun mengenai hukum mengkonsumsi (daging) buaya, ada yang mengatakan boleh dikonsumsi sebagaimana ikan, berdasarkan keumuman yang ada dalam firman Allâh Azza wa Jalla dan sabda Rasûlullâh di atas; Ada juga yang mengatakan tidak boleh dikonsumsi karena buaya termasuk binatang buas yang bertaring. Pendapat yang rajih adalah pendapat pertama.

Mengenai kuda laut, maka dia boleh dikonsumsi berdasarkan keumuman yang ada dalam firman Allâh Azza wa Jalla dan sabda Rasûlullâh di atas dan tidak ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Juga dikarenakan kehalalan kuda darat, (jika kuda darat halal) maka kuda laut lebih pantas dihalalkan.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

al-Lajnatud Dâimah lil Buhûtsil ‘ilmiyyah Wal Iftâ’
Ketua : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullâh bin Bâz
Wakil : Syaikh Abdurrazzâq ‘Afîfy
Anggota : Syaikh Abdullah bin Qu’ûd

Baca Juga  Sejarah Sertifikasi Halal di Indonesia

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1430H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan dari Fatâwâ al-Lajnatid Dâimah lil Buhûtsil ‘ilmiyyah Wal Iftâ‘, 22/319

HUKUM MENGKONSUMSI DAGING BIAWAK

Pertanyaan
Bismillah … Saya mau bertanya kepada ustadz. Bagaimanakah hukum mengkonsumsi daging biawak atau nyambek ?

Jawaban
Saudara Ibnu, semoga Allâh Azza wa Jalla menambah semangat Anda dalam memahami agama Islam. Biawak adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar dan suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak yang kerap ditemui Indonesia kebanyakan adalah biawak air dari jenis Varanus Salvator. Panjang tubuhnya (dari moncong hingga ujung ekor) umumnya hanya sekitar 1 m, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2,5 m.[1]

Dalam Bahasa Arab, biawak disebut waral (الوَرَلُ). Dalam khazanah literatur klasik , ia disebut mirip dengan dhabb (Uromastyx Dispar) tapi fisiknya lebih besar. Sebagian orang menyebutnya tokek besar, dan dikenal zhalim bahkan menjadi perumpamaan (pribahasa) untuk menggambarkan kezhaliman. Ia tidak menggali sarang sendiri, namun merebut sarang dhabb dan membunuhnya. Ia juga biasa merebut sarang ular dan memakan ular.

Sebagian Ulama berpendapat bahwa hukum memakannya adalah haram karena pertimbangan berikut :

Biawak bukanlah makanan yang thayyib (baik). Orang Arab secara umum tidak memakannya dan jijik terhadap dagingnya[2].

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan (Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- ) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk. [al-A’raf/7:157]

Binatang yang dagingnya menjijikkan (mustakhbats) termasuk dalam keumuman ayat ini[3].

Biawak tergolong binatang buas yang memiliki taring, maka ia haram dimakan berdasarkan hadits berikut:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ، فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap yang bertaring dari binatang buas, maka memakannya adalah haram”. [HR. Muslim no. 1.933]

Baca Juga  Etika Makan (Dalam Perspektif Al Qur’an & As Sunnah)

Sebagian Ulama lagi berpendapat bahwa biawak boleh dimakan karena mirip dengan dhabb yang disepakati kehalalan dagingnya (ijma’)[4]. Saat ditanya tentang hukum memakan biawak, Sa’id bin al-Musayyib Radhiyallahu anhu mengatakan, “Tidak apa-apa. Jika kalian punya dagingnya, tolong saya diberi.”[5] Setelah meriwayatkan atsar ini, Abdurrazzaq ash-Shan’ani mengatakan, “Biawak mirip dhabb.”

Dan yang lebih kuat serta lebih hati-hati adalah pendapat yang pertama, yaitu bahwa daging biawak haram dimakan. Pendapat ini dikuatkan oleh fakta-fakta berikut :

  1. Biawak tergolong predator dan terbukti bertaring
    Coba perhatikan gigi komodo yang merupakan salah satu jenis biawak berikut ini: Gigi komodo memiliki morfologi seperti pisau belati, pipih di tepinya, dengan gerigi-gerigi kecil seperti mata gergaji. Tipe gigi hewan ini berfungsi untuk mengoyak dan memotong jaringan otot mangsa dengan gerakan menggigit dan merenggut. Bisa dibayangkan, pembuluh darah khususnya arteri yang memiliki dinding lentur akan mudah terpotong oleh tipe gigi seperti ini[6]. Dengan demikian daging biawak masuk dalam keumuman hadits keharaman memakan binatang buas yang bertaring.
  2. Meskipun mirip dengan dhabb, biawak memilik beberapa perbedaan yang berpengaruh kepada perbedaan hukum dagingnya, yaitu:
  3. Sebagian orang biasa makan dhabb, sedangkan biawak pada umumnya tidak dimakan dan dagingnya dirasa menjijikkan.
  4. Dhabb termasuk herbivora. Makanan utamanya adalah rerumputan, dan kadang-kadang makan serangga seperti belalang, semut dan lalat. Sedangkan biawak termasuk karnivora, makanannya serangga, reptil, tikus, burung, telur, dan sebagainya.[7]

Wallahu A’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVI/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Biawak
[2] Al-Mu’jam al-Wasith hal. 1.027
[3] Fatawa al-Lajnah ad-Daimah 22/292.
[4] Hayatul Hayawan al-Kubra karya Kamaluddin ad-Damiri 2/53.
[5] Mushannaf Abdurrazzaq 4.529 no. 8.747.
[6] Artikel “Anatomi Gigi pada Beberapa Reptil” (http://masdab-danang.blogspot.com)
[7] http://ar.wikipedia.org/wiki/ ضب

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah9 Makanan...
  4. /
  5. Landak, Biawak Halal Atau...