Seorang Pemuda yang Beriman
SEORANG PEMUDA YANG BERIMAN
Di dalam kisah ini terdapat satu pelajaran bagi orang yang memiliki hati atau pendengarannya yang penuh dengan perhatian, maka renungilah kisah ini dengan memetik beberapa pelajaran yang sangat agung di dalam keikhlasan.
Diriwayatkan dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada zaman dahulu ada seorang raja dari kalangan orang-orang sebelum kalian memiliki tukang sihir, ketika sang tukang sihir itu sudah lanjut usia, dia berkata kepada raja, ‘Aku sekarang sudah tua, maka utuslah seorang pemuda yang akan aku ajarkan sihir!’ Akhirnya sang raja mengirim seorang pemuda kepadanya agar belajar sihir, pada perjalanan sang pemuda itu, dia berjumpa dengan seorang rahib.1 Pemuda itu duduk padanya dan mendengarkan semua pembicaraannya yang mengagumkan pemuda itu. Akhirnya, setiap kali dia mendatangi tukang sihir, dia singgah pada sang rahib tersebut, dan ketika sampai kepada sang tukang sihir, dia (tukang sihir) memukulnya, lalu dia memberitahukan hal tersebut kepada sang rahib, sang rahib berkata, ‘Jika engkau takut kepada tukang sihir, katakanlah kepadanya bahwa keluargamu telah menghalangi (menahan)mu, dan jika engkau takut kepada keluargamu, maka katakanlah kepada mereka bahwa tukang sihir telah menahanmu.’
Ketika dia di dalam perjalanan, tiba-tiba saja ada seekor binatang besar yang telah menghalangi jalan manusia.’ Dia berkata, ‘Sekarang aku akan mengetahui, apakah tukang sihir yang lebih utama ataukah sang rahib?’ Lalu dia mengambil batu dan berkata, ‘Ya Allah, seandainya urusan rahib itu lebih engkau sukai daripada urusan sang tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang dapat melakukan perjalanan mereka.’ Maka dilemparkan batu tersebut kepada binatang itu yang akhirnya binatang tersebut terbunuh dan orang-orang dapat melanjutkan perjalanan mereka.
Kemudian pemuda itu datang kepada rahib dan menceritakan peristiwa tersebut, rahib itu berkata, ‘Wahai anakku, engkau sekarang lebih utama daripadaku pada hari ini, engkau telah mencapai pada apa yang aku saksikan sekarang ini, dan engkau akan diuji, maka jika engkau diuji janganlah engkau menunjukkan kepadaku (mengabarkan keberadaanku).’ Pemuda tersebut dapat mengobati orang yang buta sejak lahir, mengobati penyakit kusta dan berbagai penyakit yang lainnya (dengan izin Allah), kemudian penasihat sang raja mendengarkan hal tersebut, dia membawa berbagai macam hadiah kepadanya dengan berkata, ‘Semua ini untukmu, jika engkau dapat menyembuhkanku.’ Lalu pemuda itu berkata, ‘Aku sama sekali tidak dapat menyembuhkan. Yang menyembuhkan hanyalah Allah, jika engkau beriman kepada-Nya, maka aku akan memohon kepada-Nya agar Dia menyembuhkanmu.’ Akhirnya dia beriman dan Allah menyembuhkannya. Sang penasihat datang kepada sang raja dan duduk bersamanya sebagaimana biasa, kemudian sang raja bertanya kepadanya, ‘Siapakah yang telah mengembalikan penglihatan kepadamu?’ ‘Rabb-ku,’ jawab sang penasihat. Sang raja berkata, ‘Apakah engkau memiliki Rabb selainku?’ Sang penasihat menjawab, ‘Rabb-mu dan Rabb-ku adalah Allah.’ Lalu raja tersebut menyiksanya dan senantiasa menyiksanya hingga dia menunjukkan (mengabarkan keberadaan) pemuda itu. Pemuda itu lalu didatangkan ke hadapan raja tersebut, ia berkata, ‘Wahai anakku, sihirmu telah sampai kepada puncaknya hingga engkau dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang tertimpa penyakit kusta, dan banyak lagi yang dapat engkau lakukan.’ Pemuda itu berkata, ‘Aku sama sekali tidak dapat menyembuhkan. Yang menyembuhkan hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.’ Lalu raja tersebut menyiksanya dan senantiasa menyiksanya hingga menunjuki keberadaan sang rahib, lalu rahib itu didatangkan ke hadapan raja, ia berkata, ‘Tinggalkanlah agamamu!’ Tetapi dia enggan meninggalkannya. Akhirnya, raja tersebut memerintahkan untuk mengambil gergaji, lalu gergaji itu diletakkan di tengah kepalanya, lalu membelahnya hingga tubuhnya terbelah menjadi dua. Kemudian didatangkan sang penasihat (yang telah masuk ke dalam agama yang benar), dan dikatakan kepadanya, ‘Tinggalkanlah agamamu!’ Tetapi dia enggan meninggalkannya, akhirnya raja tersebut memerintahkan untuk meletakkan gergaji di tengah kepalanya, lalu membelahnya hingga terbelah menjadi dua. Raja tersebut kemudian memerintahkan agar pemuda itu didatangkan ke hadapannya, lalu dia berkata kepadanya, ‘Tinggalkanlah agamamu!’ Tetapi pemuda itu enggan, akhirnya sang raja menyerahkannya kepada pasukannya, dia berkata, ‘Bawalah pemuda ini ke gunung itu, bawalah dia ke puncak gunung, usahakanlah agar dia meninggalkan agamanya, jika tidak maka lemparkanlah ia!” Akhirnya mereka pergi dengan membawa pemuda itu ke puncak gunung, pemuda itu berkata, “Ya Allah, aku serahkan mereka kepadamu.’ Akhirnya gunung bergetar dan mereka pun berjatuhan, kemudian pemuda itu berjalan menuju raja. Raja tersebut bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah terjadi dengan bala tentaraku?’ Dia berkata, ‘Allah telah menghancurkan mereka.’ Lalu raja tersebut menyerahkan kepada pasukan yang lainnya, dia berkata, ‘Pergi dan bawalah dia dengan sebuah kapal ke tengah lautan, bujuklah dia agar meninggalkan agamanya, jika tidak mau maka lemparkanlah ia.’ Akhirnya, mereka pergi dan pemuda itu berkata, ‘Ya Allah, aku serahkan mereka kepada-Mu.’ Setelah itu kapal terbalik dan mereka pun tenggelam.
Kemudian pemuda itu pergi mendatangi raja tersebut dengan berkata, ‘Engkau sama sekali tidak akan dapat membunuhku sehingga engkau lakukan apa yang aku perintahkan.’ ‘Apakah itu?’ tanya sang raja. Sang pemuda berkata, ‘Kumpulkanlah manusia pada sebuah lapangan, lalu saliblah aku di atas sebatang pohon kurma, ambillah panah dari sarung panahku dan letakkanlah di tengah busur dengan mengu-capkan, ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb pemuda ini.’ Setelah itu panahkanlah kepadaku. Jika engkau melakukan hal tersebut, maka engkau dapat membunuhku.’ Akhirnya raja tersebut mengumpulkan manusia pada suatu lapangan dan menyalib pemuda itu pada batang pohon kurma. Lalu dia mengambil panah dari sarung panah pemuda itu dan meletakkannya di tengah busur, dengan mengucapkan, ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb pemuda ini.’ Dia melemparkan panah dan tepat mengenai pelipis mata pemuda itu, lalu ia meletakkan tangannya di pelipis mata dan meninggal dunia, khalayak ramai yang ada pada waktu itu berkata, ‘Kami beriman kepada Rabb pemuda ini.’
Lalu seseorang datang kepada raja tersebut dan berkata, ‘Apakah baginda mengetahui apa yang baginda takutkan sebelumnya? Demi Allah, ia telah tiba, semua manusia telah beriman. Setelah itu sang raja memerintahkan untuk membuat beberapa parit di depan jalan, akhirnya digalilah parit tersebut, dan dinyalakan api di dalamnya. Raja tersebut berkata, ‘Barangsiapa yang tidak meninggalkan agamanya, maka lemparkanlah ia ke dalamnya.’ Akhirnya, mereka melakukannya sehingga datanglah seorang wanita dengan membawa bayi, ketika ibu tersebut mundur, bayi itu berkata, ‘Wahai ibu, bersabarlah karena engkau ada di atas kebenaran.’” [HR. Muslim].
Lihatlah, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan do’a-do’a orang yang ikhlas kepada-Nya dan bagaimana ketentuan Allah dapat merubah keadaan hanya dengan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebenarnya sang pemuda tersebut sedang berada di dalam bahaya yang sangat besar ketika pasukan sang raja membawanya ke puncak gunung untuk dilemparkan, lalu dia berdo’a kepada Allah dengan penuh keikhlasan, seraya berkata, “Ya Allah! Aku serahkan mereka kepada-Mu,” dengannya gunung bergetar dan para pasukan jatuh terlempar, kemudian sang pemuda pergi menemui sang raja, dengan keutamaan dari Allah. Keikhlasan telah menjadi sebab keselamatan dirinya dari kematian dan dengan keikhlasan dia dapat membunuh musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu mereka membawanya kembali (sang pemuda) dengan sebuah kapal laut ke tengah lautan agar mereka dapat mengakhiri hidup pemuda itu -padahal mereka tahu bahwa keikhlasan adalah rahasia kekuatannya- sang pemuda pun berdo’a kepada Rabb-nya, seraya berkata, “Ya Allah, aku serahkan mereka kepada-Mu.” Akhirnya kapal laut itu terbalik dan seluruh pasukan tenggelam, kemudian sang pemuda kembali mendatangi sang raja.
Inilah keikhlasan yang dikaruniakan oleh Allah kepada pemuda tersebut, dengannya dia dapat selamat dari bahaya yang sangat besar, dan dengannya dia dapat melumpuhkan seluruh musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Lalu lihatlah bagaimana besarnya keikhlasan sang pemuda, dia telah menjual jiwanya kepada Allah dengan mati dalam keadaan syahid, dia mengorbankan jiwanya agar kalimat al-Ikhlas (Tauhid) selalu berkumandang di atas bumi, dan agar semua manusia berkata, “Kami beriman kepada Rabb sang pemuda ini.”
Dia berkata kepada sang raja, “Engkau sama sekali tidak akan dapat membunuhku sehingga engkau lakukan apa yang aku perintahkan,” “Apakah itu?” Tanya sang raja. Sang pemuda berkata, “Kumpulkanlah manusia pada sebuah lapangan, lalu saliblah aku di atas batang pohon kurma, ambillah panah dari sarung panahku dan letakkanlah di tengah busur dengan mengucapkan “Dengan menyebut Nama Allah, Rabb pemuda ini,” “Kemudian lepaskan anak panah tersebut mengarah kepadaku, maka jika engkau melakukannya, berarti engkau membunuhku.”
Apakah hasil dari keikhlasan yang sangat besar seperti ini? Tidak lain adalah pahala yang sangat besar dan kedudukan yang sangat agung di sisi Allah bagi pemuda tersebut, juga keimanan semua manusia kepada Rabb sang pemuda, karena ketika dia mati, semua manusia berkata, “Aku beriman kepada Rabb pemuda ini.”
Inilah buah dari keikhlasan sang pemuda, yaitu keimanan seluruh rakyat… keimanan yang menjadikan mereka kuat ketika berada di dalam kobaran api, dan di antara buah dari keikhlasan yang lain adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada bayi sehingga dia dapat berbicara, yaitu ketika sang ibu mundur untuk menjatuhkan diri ke dalam api, sang anak berkata, “Wahai Ibu! Janganlah takut karena engkau berada di atas kebenaran.”
Pada waktu itu bayi berbicara, dan sekarang ini mulut-mulut manusia terkunci, bahkan berbisik sedikit pun tidak -kecuali orang-orang yang diberikan kasih sayang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala- mereka pun sangat sedikit, apakah ada orang yang dapat merenungkannya…?”
[Disalin dari buku “IKHLAS: Syarat Diterimanya Ibadah” terjemahkan dari Kitaabul Ikhlaash oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah. Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR Bogor]
______
Footnote
1 Seorang ahli ibadah dari agama Nasrani dengan keyakinan yang masih benar.
- Home
- /
- A4. Syarat Diterimanya Ibadah
- /
- Seorang Pemuda yang Beriman