Wasiat Emas Untuk Para Jamaah Haji
WASIAT EMAS UNTUK PARA JAMAAH HAJI
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang esa dalam sifat kesempurnaan-Nya. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpah atas Nabi Muhammad, yang memiliki beragam keutamaan, begitupula terhadap para shahabat dan keluarga beliau.
Wahai saudaraku jamaah haji : Ikhlas… ikhlas … dan jauhilah sifat riya dalam beribadah. Wahai saudaraku jamaah haji, anda akan menunaikan suatu amalan mulia dan salah satu syi’ar yang diberkahi, jika anda diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakannya, maka anda mendapatkan keuntungan yang agung. Akan tetapi saudaraku, apakah anda telah berniat dengan ikhlas ketika anda menuju ke Baitullah yang diberkahi ? Menghadirkan niat adalah hal yang mesti.
Seorang hamba akan mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya. Tidakkah anda perhatikan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Segala amalan itu bergantung pada niatnya, dan seseorang itu hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka berarti hijrahnya tersebut karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan niatnya tersebut” [HR Bukhari]
Maka bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku untuk meluruskan niat. Karena betapapun kepayahan dan kesulitan yang anda jalani, maka keletihan anda tersebut tidak akan sia-sia,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” [Al-Bayyinah/98 : 5]
اِنَّآ اَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran.Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya” [Az-Zumar/39 : 2]
Ibnul ‘Arabi mengatakan : Ayat ini menjadi dalil wajibnya niat dalam segala amalan.
Wahai saudaraku yang menunaikan ibadah haji, bersungguh-sungguh untuk berlaku ikhlas dan tidak riya’ adalah sesuatu yang berat. Namun hal itu mudah bagi siapa yang dimudahkan Allah. Orang yang menundukkan jiwanya akan merasakan lezatnya ketaatan dan mendapatkan keberkahan ibadah.
Sahl bin Abdullah rahimahullah ditanya: “Apakah yang paling berat atas jiwa ? Beliau menjawab: “Keikhlasan, karena jiwa yang ikhlas tidak mendapatkan keuntungan pribadi”.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: “Aku tidak pernah meluruskan sesuatu yang lebih berat dari niatkku, karena ia selalu berbolak-balik pada diriku”.
Wahai saudaraku yang menunaikan ibadah haji, anda akan mengunjungi rumah yang paling suci di dunia, di tempat yang paling mulia, sebagai tamu raja di raja, Penguasa langit dan bumi, Yang Maha Suci, Maha Perkasa lagi Maha Mulia, maka janganlah hatimu tertuju pada selain-Nya. Ikhlaskanlah tujuan anda untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ؛ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ مَعِي فيه غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allah Ta’ala berfirman : “Aku paling tidak membutuhkan untuk disekutukan. Barangsiapa yang melakukan amalan yang dia menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan tinggalkan dia dan amalannya” [H.R Muslim]
Wahai saudaraku yang menunaikan ibadah haji, janganlah anda termasuk dari mereka yang melaksanakan haji karena riya (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar), agar dikatakan : dia menunaikan haji ke Baitullah dan agar digelari (Haji). Yang seperti ini, tidak mendapatkan dari hajinya kecuali kecapekan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
“Barangsiapa yang ingin didengar, maka Allah akan memperdengarkannya dan siapa yang ingin dilihat (amalnya), maka Allah akan memperlihatkannya“. [HR Bukhari dan Muslim]
Maka berhati-hatilah wahai saudaraku dari riya, karena ia adalah kesyirikan sehingga nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita darinya:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu ? Beliau menjawab : “Riya”. [HR Ahmad].
Ikhlas dan ikhlaslah wahai saudaraku yang menunaikan haji, karena riya dapat menghilangkan amalan.
Wahai muslim, maukah aku tunjukkan terapi syirik besar maupun syirik kecil ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk suatu doa yang jika kita ucapkan, Allah akan menghindarkan kita darinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Syirik yang ada pada kalian lebih samar dari rayapan semut. Aku akan menunjukkan sesuatu yang jika engkau melakukannya, maka ia akan menghilangkan darimu syirik kecil dan besar. Ucapkan:
اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمْ، وَأسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمْ
“Ya Allah hamba berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu padahal aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun pada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui” [Shahih Al-Jami’ As-Shaghir]
Wahai saudaraku, sebuah nasehat berharga untuk anda dari Al- Faruq Umar bin Khattab : “Barangsiapa yang ikhlas niatnya dalam kebenaran walaupun dengan sebab itu ia tidak mendapat pujian atau lainnya, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya pada orang lain. Dan barangsiapa yang menghiasi diri dengan apa yang tidak ada pada dirinya, maka Allah akan membuka aibnya”.
Ibadah Haji adalah waktu yang tepat untuk berdoa, maka manfaatkanlah sebaik-baiknya.
Wahai jamaah haji, bukankah engkau senang bila segala keperluan anda terpenuhi, jika engkau atau kerabat anda sembuh (dari segala penyakit) ? Tidakkah anda suka bila Allah Ta’ala meneguhkanmu di atas agama-Nya yang benar ? Tidakkah anda suka bila Allah memberikan petunjuk pada-Mu tentang apa yang diperselisihkan?! Tidakkah anda suka bila Allah mengampuni dosa-dosa anda baik yang telah lalu maupun yang akan datang ? Tidakkah anda suka bila Allah memberikan pada anda kesudahan yang baik di dunia ? Tidakkah anda suka bertemu dengan Allah sedang Dia ridha ? Tidakkah anda suka jika Allah menjauhkan wajah anda dari siksa api neraka ? Tidakkah anda suka bila Allah memasukkan anda ke surga dan anda beroleh kenikmatan bersama orang-orang yang baik ? Ya tentu, anda akan berbahagia bila Allah Ta’ala mewujudkan harapan di atas, betapa mulianya keinginan tersebut.
Wahai saudaraku ketika anda berpindah dari satu tempat suci ke tempat suci yang lain, maka jangan anda lalaikan doa. Jangan tinggalkan kesempatan berharga tersebut. Karena kalau tidak, apa gunanya haji yang anda tunaikan jika hati anda tidak tersentuh di hadapan Pencipta anda (Allah Ta’ala) di tempat-tempat yang suci ?! Betapa mahalnya barang dagangan[1] tersebut ? Mereka yang menyia-nyiakannya, alangkah sangat tidak menghargainya.
Wahai saudaraku yang menunaikan haji, para ulama membagi doa menjadi dua macam: Doa ibadah dan doa masalah. Mari kita perhatikan ucapan Al-‘Allamah[2] Abdurrahman As-Sa’dy semoga Allah mensucikan ruh beliau : “Segala perintah untuk berdoa dan larangan berdoa pada selain Allah serta pujian bagi mereka yang berdoa yang terdapat dalam Al-Qur’an mengandung doa masalah dan doa ibadah. Ini adalah kaidah yang bagus, karena yang terlintas di benak kebanyakan orang hanya lafadz doa adalah doa masalah saja. Mereka tidak menyangka bahwa segala jenis ibadah mengandung doa. Ini adalah kekeliruan yang menjerumuskan mereka ke arah yang lebih buruk dari itu. Ayat-ayat (Al-Qur’an) nyata menerangkan tentang cakupan doa masalah dan doa ibadah.
Al-‘Allamah yang menjadi panutan Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz semoga Allah mensucikan ruhnya dengan kemurahan-Nya serta memasukkan beliau ke tengah-tengah surganya mengatakan : “Dua jenis doa adalah saling berkaitan. Hal ini karena Allah di minta untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan, maka ini adalah doa masalah. (Manusia) berdoa pada Allah dengan rasa takut dan penuh harapan, maka ini adalah doa ibadah. Dengan demikian, maka menjadi jelaslah bahwa kedua jenis doa tersebut saling berkaitan. Semua doa ibadah melazimkan doa masalah dan semua doa masalah mengandung doa ibadah”
Wahai saudaraku yang menunaikan haji, bersemangatlah untuk berdoa, dan sudah anda ketahui bahwa doa adalah ibadah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدعاء هو العبادة
“Doa itu adalah ibadah” [H.R Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir : 3407]
Wahai muslim, janganlah anda termasuk dalam golongan mereka yang tidak mampu untuk berdoa, karena nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجَزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُهُمْ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ
“Orang yang paling lemah, yaitu orang yang tidak mampu berdoa dan orang yag paling bakhil yaitu orang yang kikir untuk memberi salam” [H.R Ibnu Hibban, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir : 1044]
Wahai jamaah haji, yang paling agung pada hari-hari yang penuh berkah tersebut adalah Hari Arafah. Hari yang ditunggu-tunggu orang-orang sholeh yang telah menyiapkan berbagai permintaan dan hajat. Mereka memohon pada Allah kebaikan dunia dan akherat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Sebaik-baik doa adalah doa pada Hari Arafah“. [HR Tirmidzi dan Malik, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir]
Wahai jamaah haji, pada Hari Arafah, bagaimana keadaan anda? Apakah termasuk mereka yang memohon ampunan yang datang pada Allah dengan penuh permohonan yang sangat dan merendahkan diri dan doa ? Atau termasuk dalam golongan orang-orang yang hatinya lalai dari kemuliaan Hari Arafah?!
Imam Nawawi rahimahullah berkata tentang Hari Arafah: “Sudah selayaknya untuk mengulang-ulangi istighfar (permohonan ampun) dan taubat dari segala dosa dengan diiringi penyesalan hati dan memperbanyak tangisan, dzikir serta doa. Pada Hari Arafah (adalah hari yang) diucapkan padanya keluhan-keluhan dan berbagai permohonan. Hari perkumpulan yang agung, berkumpul padanya hamba-hamba Allah yang shalih dan wali-wali/kekasih-Nya yang ikhlas dan mereka yang didekatkan. Hari Arafah adalah berkumpulnya (manusia) yang paling agung di dunia. Dikatakan bahwa jika Hari Arafah jatuh pada hari jumat maka seluruh yang berkumpul di padang Arafah akan mendapat ampunan”
Wahai jamaah haji, jangan anda berdoa seperti doanya orang yang lalai, berdoalah sebagaimana doanya mereka yang ikhlas dan merendahkan diri. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Ketauhilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai“. [HR Tirmidzi, Al-Hakim dan Thabrani, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir : 245].
Wahai jamaah haji, karena anda akan berada di tempat suci, maka saya akan mengingatkan beberapa adab doa, mudah-mudahan Allah merahmati kelemahan diri anda ketika anda ada di hadapan-Nya.
- Wahai jamaah haji, yang pertama-tama hendaklah anda menghadap Allah dalam keadaan khusyu’, merendah diri, mengarapkan pahala dan takut akan siksa-Nya.
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas” [Al-Anbiya/21 : 90]
- Mengahadap kiblat.
- Sebelum anda berdoa, ucapkanlah pujian pada Allah Ta’ala kemudian bershalawat pada nabi r lalu berdoa
- Mengakui dosa dan kesalahan.
- Berdoa sebanyak sebanyak tiga kali.
- Mengangkat tangan, yang menunjukkan kerendahan diri. Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خائبتين
“Sesungguhnya Tuhan kalian (Allah Ta’ala) Yang Memiliki sifat malu lagi Maha Pemurah, Dia malu jika hamba-Nya mengangkat kedua tangan kepada-Nya lalu tidak mengabulkan permohonannya” [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir : 2070]
Memohon dengan sangat dalam berdoa. Wahai jamaah haji, berharaplah pada Allah Ta’ala di Hari itu dan jangan berharap pada selain-Nya. Semoga Allah menjadikan saya dan anda termasuk dari mereka yang beruntung di tempat-tempat tersebut dengan terkabulnya doa dan tergapainya segala cita-cita. Waktu itu adalah musim untuk melakukan ketaatan.
Wahai jamaah haji, apakah anda sudah bertanya pada diri anda ketika anda meninggalkan tanah air dan segenap handai taulan, apa gunanya susah payah ini ? Tidak diragukan lagi, setiap jamaah haji yang meninggalkan negerinya, jika ia mengintrospeksi dirinya, akan merasakan kebahagiaan yang ada dalam perasaannya dan dia berniat untuk datang ke tempat yang suci
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” [Ibrahim/14 : 37]
berapa banyak hati yang rindu untuk bisa mengunjungi tanah suci.
Wahai muslim, tidak diragukan bahwa ( haji) adalah musim ketaatan dan mendekatkan diri pada Allah. Semuanya melafalkan syi’ar tauhid :
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ، وَالنِّعْمَةَ، لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيكَ لَكَ
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu ketika nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam haji wada’, Anas Radhiyallahu anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ مَعَهُ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ بَاتَ بِهَا حَتَّى أَصْبَحَ ثُمَّ رَكِبَ حَتَّى اسْتَوَتْ بِهِ عَلَى الْبَيْدَاءِ حَمِدَ اللَّهَ وَسَبَّحَ وَكَبَّرَ ثُمَّ أَهَلَّ بِحَجٍّ وَعُمْرَةٍ وَأَهَلَّ النَّاسُ بِهِمَا
“Kami shalat Dzuhur bersama nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah empat raka’at dan dua raka’at Ashar di Dzul Hulaifah kemudian beliau menginap di sana sampai Subuh lalu beliau menaiki (hewan tunggangannya) hingga duduk secara sempurna di atas hewan tunggangannya, lalu beliau bertahmid, tasbih dan bertakbir lantas beliau bertalbiyah untuk haji dan umrah, lalu orang-orangpun ikut bertalbiyah” [H.R Bukhari, Muslim dan Nasa’i]
Wahai jamaah haji, demikianlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai hajinya, dengan pujian, tasbih dan takbir pada Allah, beliau tetap bertalbiyah hingga sampai di Jumrah” [HR Bukhari dari hadits Al-Fadhl bin Abbas Radhiyallahu anhu]
Wahai saudaraku, apakah anda sudah menghayati apa yang tersirat dari makna talbiyah ? Apakah anda sudah meyakininya ketika mengulang-ulanginya ? Dalam ucapan anda (Labbaika), berarti anda memenuhi panggilan Allah yang memerintahkan anda untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Wahai jamaah haji, saat anda berada di tanah suci, mungkinkah hari-hari tersebut berlalu begitu saja tanpa diisi dengan ketaatan, padahal keutamaannya dan aktivitas jamaah haji dengan berbagai ketaatan, يغتاظ iblis, dan ia merasa terhina.
Dari Thalhah bin Abdullah Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah bersabda:
ما رُؤِيَ الشيطانُ يومًا ؛ هو فيه أَصْغَرُ ، ولا أَدْحَرُ ، ولا أَحْقَرُ ، ولا أَغْيَظُ منه يومَ عرفةَ ، وما ذاك إلا لِمَا يَرَى من تَنَزُّلِ الرحمةِ وتَجَاوُزِ اللهِ عن الذنوبِ العِظَامِ ؛ إلا ما أرى يومِ بَدْرٍ
“Setan tidak pernah terlihat lebih kecil, lebih terhina dan iri hati dari Hari Arafah, hal itu karena ia menyaksikan turunnya rahmat dan ampunan Allah terhadap dosa besar, kecuali apa yang aku saksikan pada Perang Badar“. [H.R Malik dalam Al-Muwatha‘]
Wahai jamaah haji, musim haji adalah hari-hari pengampunan, maka jangan anda menyia-nyiakannya. Dari Aisyah radhiallahuanha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Tidaklah ada hari yang lebih banyak padanya hamba yang Allah bebaskan dari neraka melebihi Hari Arafah, dimana Allah mendekat dan membanggakan mereka pada para malaikat, dimana (Allah) berfirman: ”Apa yang mereka harapkan?” [HR Muslim, Nasai dan Ibnu Majah]
Wahai saudaraku … ketaatan … ketaatan …Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang hamba yang mencari keridhaan-Nya. Semoga Allah memberi pertolongan pada kita untuk bertakwa. Berbekallah … ketakwaan adalah sebaik-baik bekal.
Wahai jamaah haji, diantara kebiasaan manusia adalah jika ia berniat untuk menunaikan ibadah haji, mereka menyiapkan biaya dll. Karena mereka akan bepergian jauh, dan ini adalah suatu hal yang bagus. Akan tetapi, ada perbekalan yang sudah semestinya anda siapkan, jika tidak, maka ibadah haji anda akan sia-sia. Tahukah anda, apakah perbekalan tersebut ? Itulah takwa. Tidak ada kebaikan pada ibadah haji yang bercampur dengan kemaksiatan. Karena haji adalah musim ketaatan dan medan ketakwaan. Orang yang bermaksiat pada Allah dalam ibadah haji, maka berarti ia merugi, baik cepat atau lambat. Allah berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” [Al-Baqarah/2: 197]
Wahai jamaah haji, berusahalah agar perniagaan anda dengan Allah beroleh keuntungan sehingga anda kembali dengan meraih haji yang mabrur. Allah telah melarang pada ayat di atas perbuatan rafats, kefasikan dan perdebatan. (الرفث) / Rafats maksudnya adalah jima’, perbuatan yang menjurus padanya atau ucapan-ucapan tidak senonoh. Imam Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan : “Kata rafats lebih umum dari itu, dan itulah maksud dalam sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang puasa: “Jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berbuat rafats” Adapun (الفسق) / kefasikan pada asalnya berarti keluar. Maksudnya keluar dari ketaatan. Dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, ‘Atha, Al-Hasan serta ulama lainnya bahwa kefasikan maksudnya : Bermaksiat pada Allah ‘Azza wa Jalla dalam keadaan ihram ketika menunaikan haji. Adapun الجدال / perdebatan, maka Imam Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan: tidak diperbolehkan melakukan perdebatan di waktu atau tempat pelaksanaan haji.
Wahai jamaah haji, bersungguh-sungguhlah agar anda termasuk dari mereka yang disabdakan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
منْ حجَّ فَلَم يرْفُثْ، وَلَم يفْسُقْ، رجَع كَيَومِ ولَدتْهُ
“Barangsiapa yang menunaikan haji dan ia tidak berbuat rafats ataupun kefasikan, maka ia kembali seperti ia dilahirkan dari perut ibunya” [HR Bukhari dan Muslim],
Maksudnya tanpa dosa. Berkata Ibnu Hajar : Dzahir (hadits) menunjukkan pengampunan dosa kecil maupun besar.
Wahai jamaah haji, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ
“Haji yang mabrur tidak ada balasannya melainkan surga” [H.R Muslim]
Berkata Al-Hasan Al-Basri rahimahullah: Tanda Haji yang mabrur adalah kembalinya jamaah haji dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mengharapkan akherat”. Imam Qurtubi mengatakan : “Para ahli fikih mengatakan: Haji yang mabrur, yaitu haji yang tidak dilakukan maksiat padanya” Maka hendaklah anda termasuk dari mereka yang beruntung dengan mendapatkan buah dari haji yang dilakukan, betapa bahagianya hari itu.
Jangan mengganggu saudara anda sesama muslim:
Wahai jamaah haji, tidak diragukan lagi, bahwa anda datang ke Baitullah adalah untuk mendapatkan keberuntungan dan meraih keridhaan Allah Ta’ala. Tentunya anda tidak akan rela bila kedatangan anda adalah untuk mengganggu kaum muslimin baik dengan ucapan maupun lisan anda. Betapa banyak mereka yang tidak mengutamakan saudaranya atas dirinya sendiri.
Wahai saudaraku, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan manusia manasik haji dan tidak meninggalkan sesuatu kecuali beliau menjelaskannya. Ketika manusia bergerak dengan cepat dari Arafah dan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tali kendali unta beliau supaya tidak terlalu cepat jalannya, beliau mengatakan dengan tangan kanan beliau: أيها الناس السكينة السكينة Wahai manusia, tenang, dan tenanglah” (H.R Muslim). Wahai saudaraku ini adalah kasing sayang beliau pada manusia agar orang-orang yang lemah tidak diganggu.
Wahai jamaah haji, banyak jamaah haji yang berdesakan di sekitar hajar aswad. Semuanya ingin menciumnya meski dengan mengganggu sesama muslim. Akan tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan pada para shahabatnya apa yang mesti mereka lakukan pada hajar aswad. Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu berkata:
طَافَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بِالْبَيْتِ عَلَى بَعِيرٍ، كُلَّمَا أَتَى الرُّكْنَ أَشَارَ إِلَيْهِ
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf mengelilingi ka’bah dengan mengendarai unta. Setiap kali beliau melewati Hajar Aswad beliau memberi isyarat padanya. [H.R Bukhari]
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan dan beliau mencium tongkatnya. Imam Ibnu Hajar berkata: “Kemungkinan beliau mengusapnya dalam jarak dekat dalam kondisi aman, maksudnya tidak mengganggu mereka yang sedang thawaf dan beliau memberi isyarat dari kejauhan jika beliau khawatir akan mengganggu mereka.
Wahai muslim, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ummu Salamah radhiyallahu’anha untuk thawaf di belakang manusia (mereka yang sedang thawaf). Ummu Salamah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa ia datang dalam keadaan sakit, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:
طُوفي مِن ورَاءِ النَّاسِ وأَنْتِ رَاكِبَةٌ
“Thawaflah di belakang orang-orang dan engkau dalam keadaan berkendaraan” [HR Bukhari dan Muslim]
Wahai saudaraku, janganlah engkau mengganggu jamaah haji lainnya untuk mencium hajar aswad. Karena jumhur/mayoritas para ulama mengatakan bahwa barangsiapa yang tidak mampu untuk menciumnya, maka cukup dengan memberi isyarat. Al-Fakihi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu tentang dimakruhkannya berdesakan dan beliau berkata: “Tidak boleh mengganggu atau diganggu”
Wahai jamaah haji, nabi telah memerintahkan agar anda tidak memberatkan apa yang anda tidak mampu melakukannya, dengan sabda beliau:
إذا أَمَرْتُكُمْ بأمر فأتوا منه ما اسْتَطَعْتُمْ
“Jika aku memerintahkan kalian suatu perkara, maka kerjakanlah semampu kalian” [HR Bukhari dan Muslim]
Wahai jamaah haji, di hari lempar jumrah, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umatnya untuk melempar dengan ukuran al-khadzaf[3], tidak menambah maupun mengurangi. Demikianlah yang dipegangi mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf.
Wahai jamaah haji, jangan memberatkan diri dengan melempar lebih besar dari itu karena akan mengganggu jamaah haji lainnya. Seberapapun kesungguhan kita untuk melakukan kebaikan, maka tidak mungkin kita lebih bertakwa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau telah melarang kita dari sikap berlebihan dalam agama.
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin jadilah kalian sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِالواحد إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Engkau lihat orang-orang yang beriman itu dalam kasih sayang di antara mereka seperti satu jasad, jika ada satu anggota badan yang merasa sakit, maka bagian badan yang lain juga merasakannya” [HR Al-Bukhari]
Maka wahai saudaraku, bersikap lembutlah pada saudara-saudara anda sesama kaum muslimin, tidakkah engkau perhatikan pujian Allah terhadap para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
“Keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” [Al-Fath/48 : 29]
Sebagai penutup, semoga Allah memberi taufik pada kita untuk beramal shalih
المرجع : موقع كلمات http://www.kalemat.org
[Disalin dari وصايا ذهبية لحجاج بيت الله الحرام Penulis Dar Ibnu Khuzaimah, Penerjemah : Team Indonesia. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2008 – 1429]
______
Footnote
[1] Maksudnya, ibadah haji dilakukan di tempat-tempat yang suci, Allah menurunkan padanya rahmat serta ampunan dan ganjaran surga bagi hajinya mabrur. (pent)
[2] Artinya, syaikh yang keilmuannya mendalam (pent)
[3] Yaitu seukuran ujung jari orang dewasa (pent)
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah6 Haji...
- /
- Wasiat Emas Untuk Para...