Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur

RINGATAN KERAS UNTUK PARA PENYEMBAH KUBUR

Muqaddimah 
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasannya tidak ada ilah yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya nabi Muhammad Salallhu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya.

قال الله تعالى: { يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ} ( سورة آل عمران : 102 )

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada -Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam“. [ali-‘Imran/3: 102].

قال الله تعالى : { يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا ٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا } ( سورة النساء : 1) 

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu“. [an-Nisaa’/4: 1].

قال الله تعالى : {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠ يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا } ( سورة الأحزاب: 70-71) 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul -Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar“. [al-Ahzaab/33: 70-71].

Amma ba’du

Pada akhir tahun 1377H, saya pernah menulis sebuah risalah dan telah tercetak, dengan judul “Tahdziru Saajid man itakhaadza al-Qubuur Masaajid(Peringatan Keras Untuk Para Pengagung Kuburan).

Di mana, selama ini, naskah asli dari cetakan tersebut masih tetap berada di tangan saya. Tatkala terlintas sebuah faidah di benak saya yang saya kira sesuai dengan tema pembahasan yang ada di dalam kitab ini maka langsung segera menambahkannya, dengan harapan bisa saya satukan pada cetakan yang akan datang, sebagai tambahan dan perbaikan isi kitab ini. Hingga akhirnya saya mendapatkan banyak tambahan penting untuk risalah ini.

Manakala al-Ustadz yang mulia Zuhair asy-Syuwaisy pemilik Maktab al-Islami meminta saya supaya mengajukan naskah tersebut kepadanya untuk di perbaharui cetakannya, naskah itu justru hilang. Sehingga ketika saya sudah merasa lelah mencarinya, langsung saya mengirimkan naskah lain kepadanya yang saya pinjam dari teman-teman saya untuk dicetak seperti apa adanya, seperti di katakan oleh sebuah pepatah: “Sesuatu yang tidak bisa di jumpai semuanya, bukan berarti di tinggalkan semuanya“.

Dan tatkala saudara saya al-Ustadz Zuhair asy-Syuwaisy telah mempersiapkan segalanya untuk mencetak baru kitab ini, berkat anugerah Allah Ta’ala serta kemurahan-Nya, saya menemukan catatan-catatan tersebut, sehingga saya segera mengirimkan kepadanya, setelah sebelumnya saya ringkas dan saya susun sesuai pembahasan untuk bisa di satukan pada cetakan yang kedua.

Karena penulisan risalah tersebut berlangsung pada kondisi khusus dan situasi tertentu, sehingga menuntut saya menggunakan gaya penyajian yang khusus dan berbeda pula, sebagaimana dengan gaya penyajian ilmiah murni yang bisa saya berlakukan pada setiap buku saya, yaitu pembahasan yang tenang dan disertai dengan argumen yang kuat. Itu semua saya lakukan di karenakan tulisan ini di tulis sebagai sanggahan terhadap orang-orang yang tidak tertarik pada seruan kami untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah, berdasarkan manhaj salafus sholeh, serta para Imam yang empat dan selain mereka dari kalangan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Di mana mereka mendahului kami dengan menulis buku dan memberi reaksi, yang saya kira sangat ilmiah dan dengan gaya bahasa yang tenang, sehingga saya pun perlu menyambutnya dengan lebih baik lagi. Namun kenyataannya tidak demikian, justru tulisan tersebut jauh dari pembahasan ilmiah, dan malah di penuhi dengan cercaan dan hinaan serta tuduhan yang belum pernah terdengar sebelumnya. Oleh karena itu, kami tidak bisa berdiam diri dan membiarkan mereka menyeberluaskan risalah mereka ketengah-tengah masyarakat, tanpa adanya tulisan yang bisa menyingkap kedok mereka yang menutupi kebodohan dan propaganda:

قال الله تعالى :{ لِّيَهۡلِكَ مَنۡ هَلَكَ عَنۢ بَيِّنَةٖ وَيَحۡيَىٰ مَنۡ حَيَّ عَنۢ بَيِّنَةٖۗ } ( سورة الأنفال : 42) .

Yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)“. [al-Anfaal/8: 42].

Oleh karena itu harus ada penolakan serta penentangan terhadap mereka.

Namun demikian, saya tidak membalas permusuhan dan tindakan mengada-ada mereka dengan cara yang sama. Adapun risalah ini, dengan karakternya yang ilmiah, secara langsung memberikan penolakan terhadap mereka. Yang bisa jadi sebagian gaya bahasanya di anggap keras oleh sebagian orang yang merasa keberatan kalau tindakan orang-orang yang menyimpang dan mengada-ada itu di kritik, bahkan menginginkan agar mereka di biarkan saja tanpa memperhatikan kebodohan dan tuduhan mereka kepada orang-orang yang tidak sepantasnya di tuduh, seraya mengklaim bahwa mendiamkan mereka merupakan bagian dari toleransi yang termasuk di dalam firman Allah Ta’ala:

Baca Juga  Kedudukan dan Peranan Masjid Dalam Islam

قال الله تعالى:{ وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا }(سورة الفرقان: 63)

Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan“. [al-Furqaan/25: 63].

Mereka lupa atau melupakan bahwa sikapnya tersebut pada dasarnya sedang membantu orang-orang semacam itu untuk terus berada di atas kesesatanya serta menyesatkan orang lain, sedangkan Allah Azza wa jalla berfirman:

قال الله تعالى : { وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ } ( سورة المائدة : 2)

Dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran“. [al-Maaidah/5: 2].

Tidak ada jenis dosa dan pelanggaran yang lebih besar daripada menuduh saudaranya sesama muslim dengan sesuatu yang tidak pernah di lakukannya, akan tetapi justru yang dia lakukan adalah sebaliknya? Kalau sekiranya sebagian orang-orang itu mendapatkan permusuhan tidak separah yang menimpa kami pun, pasti mereka dengan cepat melakukan penolakan dan akan membantah orang tersebut, sambil mengucapkan:

Ketahulilah, jangan sampai ada orang yang bersikap kasar kepada kami
Sehingga kami harus bersikap kasar kepadanya, seperti orang-orang bodoh

Maka saya katakan, dengan keadaan yang seperti itu, saya menyangka kalau cetakan terbaru dari buku ini, masih sama dengan metode cetakan yang sebelumnya yang tidak ada tambahan faidah baru yang perlu di sebutkan di sini, oleh karena itu, harus ada perubahan yang perlu di hilangkan dari sebagian ta’liq, serta merubah sedikit bahasa, di sesuaikan dengan cetakan terbaru, namun tidak mengurangi nilai ilmiahnya, serta pembahasan-pembahasan yang penting lainnya.

Dan pada muqodimah cetakan pertama, saya telah menyebutkan bahwa tema risalah ini terfokus pada dua perkara yang sangat penting sekali, yaitu:

  1. Hukum membangung masjid di atas kuburan.
  2. Hukum sholat di atas masjid-masjid yang di bangun di atas kubur.

Di mana saya mengedepankan permasalahan ini, di karenakan sebagian orang banyak yang telah masuk pada kedua perkara tersebut tanpa di dasari dengan ilmu. Mereka menyatakan bahwa tidak pernah ada seorang alim pun yang menyebut masalah tersebut sebelumnya, di dukung lagi oleh kebanyakan kaum muslimin yang tidak mempunyai pengetahuan akan hal tersebut, yang pada intinya mereka sedang dalam kelalaian pada ilmu tersebut serta melupakannya, mereka bodoh terhadap kebenaran, di tambah lagi dengan sikap diamnya para ulama atas perbuatan mereka, -Kecuali yang di kehendaki Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan jumlah mereka hanya sedikit -, di karenakan mereka takut terhadap masyarakat umum, atau karena ingin mempertahankan status dan kedudukan mereka di tengah-tengah masyarakat, dan mereka melupakan terhadap firman Allah Ta’ala Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi:

قال الله تعالى : { إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ } (سورة البقرة : 159) .

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) serta petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu adalah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknatinya“. [al-Baqarah/2: 159].

Dan juga sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((من كتم علماً ألجمه الله يوم القيامة بلجام من نار ) رواه ابن حبان و الحاكم 

Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, maka Allah akan mengenakan tali kekang padanya dari api neraka di hari kiamat nanti“. HR Ibnu Hibban no: 296, al-Hakim 1/102.

Berawal dari sikap diam seperti itu akhirnya membuahkan kebodohan, yang mengantarkan kebanyakan manusia untuk berani melakukan perbuatan yang telah di haramkan oleh Allah Ta’ala bahkan mengerjakan perbuatan yang pelakunya akan mendapat laknat dari -Nya, sebagaimana akan datang penjelasannya. Duhai sekiranya kalau perkaranya berhenti sampai di sini! Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara mendirikan masjid di atas kuburan. Sehingga anda dapat menyaksikan sebagian orang yang suka berbuat baik dan memakmurkan masjid menginfakkan harta yang cukup banyak untuk membangun masjid, tetapi di dalam masjid tersebut ia juga menyiapkan liang lahat untuk menjadi makamnya kelak, saat meninggal dunia, dengan memberi wasiat kepada kerabatnya supaya di kubur di masjid tersebut ketika meninggal!

Contoh konkretnya mengenai hal tersebut yang pernah saya ketahui -dan saya berharap mudah-mudahan itu yang terakhir- adalah masjid yang ada tepat di jalan di kota Baghdad dari arah barat sekitaran Damaskus, yang lebih di kenal dengan nama masjid “Ba’ira”, yang di dalamnya terdapat makam pendirinya ba’ira. Dan kami mendapat kabar, bahwa pihak kementerian wakaf telah melarang pemakamannya di masjid tersbut, akan tetapi kami tidak tahu persis sebab sebenarnya yang akhirnya membolehkan Ba’ira di makamkan di dalam masjid tersebut, bahkan di kiblatnya. Kami hanya bisa mengatakan: Innaa lillahi wa innaa ilahi roji’un, dan Allahlah Dzat yang dapat menolong dan menyelamatkan kita dari kemunkaran seperti ini dan yang semisalnya.

Baca Juga  Kewajiban Kita Terhadap Al-Aqsha

Belum lama ini ada seorang mufti dari penganut Syafi’iyah yang meninggal dunia, lalu para mpengikutnya bermaksud untuk memakamkannya di salah satu masjid kuno di sebelah timur Damaskus, akan tetapi kementerian wakaf melarangnya, sehingga dia tidak jadi di kuburkan di sana. Maka kami ucapkan beribu terima kasih kepada pihak kementerian wakaf atas sikap baiknya tersebut serta kepedulian yang tinggi terhadap umat dengan melarang pemakaman di dalam masjid, dengan harapan mudah-mudahan tujuan yang mendorong keputusan larangan semacam ini adalah untuk mencari ridho Allah Azza wa jalla serta dalam rangka mengikuti syari’at-Nya, bukan hanya sebagai slogan-slogan yang terpampang, karena sebab politik, sosial atau yang lainnya.

Dan semoga itu merupakan permulaan yang indah dalam rangka menyucikan masjid dari berbagai bentuk bid’ah dan kemunkaran yang beraneka ragam.

Apalagi dalam hal ini bapak menteri wakaf, Fadhilatus Syaikh al-Baquri mempunyai sikap yang terpuji, di dalam memerangi berbagai jenis kemunkaran tersebut, lebih khusus lagi sikapnya yang tegas melarang membangun masjid di atas kubur, dan dalam masalah ini, beliau mempunyai ucapan yang sangat baik, yang insya Allah akan kami nukil selengkapnya pada pembahasan tersendiri.

Dan sungguh sangat di sayangkan sekali oleh setiap muslim yang sejati, bahwa kebanyakan masjid-masjid yang ada di negeri Suriah serta negeri lainnya, tidak kosong dari adanya kuburan di dalamnya atau bahkan di dapati lebih dari satu kuburan, seakan-akan Allah Ta’ala telah memerintahkan perbuatan semacam itu serta tidak melaknat sang pelakunya! Betapa mulianya apa yang di lakukan oleh kementerian wakaf kalau sekiranya berusaha dengan kekuasaanya untuk membersihkan masjid-masjid ini dari kemungkaran tersebut.

Dan saya yakin, bukan termasuk sikap bijak kalau menghadirkan suatu wacana umum secara tiba-tiba tentang permasalahan ini, tanpa mensosialisasikanya terlebih dahulu sebelum pembahasan di mulai, yaitu permasalahan yang menjelaskan bahwa yang namanya kuburan dan masjid tidak mungkin bisa dijadikan satu dalam suatu bangunan di dalam agama Islam, sebagaimana yang telah di katakan oleh para ulama besar, seperti yang akan datang nukilannya. Bahwa bersatunya masjid dan kuburan menjadi satu akan mengakibatkan hilangnya nilai ikhlas di dalam meng Esakan Allah Shubhanahu wa ta’alla serta ibadah kepada -Nya Tabaraka wa ta’ala, sedangkan keikhlasan ini merupakan bentuk realisasi dari tujuan di bangunnya masjid, hal itu sebagaimana yang telah di firmankan oleh Allah Ta’ala:

قال الله تعالى : { وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا } ( سورة الجن : 18) .

Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah“. [al-Jinn/72: 18].

Saya yakin bahwa menjelaskan permasalahan ini merupakan kewajiban yang tidak mungkin bisa kita abaikan, dan saya berharap semoga menjadi orang yang di beri taufik oleh Allah Ta’ala untuk mengerjakan kewajiban ini di dalam risalah ini. Di mana saya telah mengumpulkan hadits-hadits mutawatir tentang larangan yang berkaitan dengan masalah ini, kemudian saya sertakan pendapat para ulama yang kapabel dari madhzab yang berbeda yang menunjukan tentang masalah ini, sehingga pada kenyataannya hal itu sebagai saksi bahwa para imam semoga Allah meridhoi mereka, mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat sekali untuk mengikuti sunah serta mendakwahkan kepada manusia supaya mau mengikuti sunnah tersebut, dan memperingatkan umat agar tidak menyelisihi sunnah. Akan tetapi Maha Benar Allah Shubhanahu wa ta’alla lagi Maha Agung berfirman:

قال الله تعالى: {فَخَلَفَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ أَضَاعُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُواْ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا }( سورة مريم : 59) 

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan“. [Maryam/19: 59].

Dalam risalah ini terkandung beberapa bab, berikut di antaranya:

  1. Bab pertama: Hadits-hadits yang menjelaskan larangan menjadikan kuburan sebagai masjid.
  2. Bab kedua: Makna menjadikan kuburan sebagai masjid.
  3. Bab ketiga: Menjadikan kuburan sebagai masjid merupakan salah satu dosa dari beberapa dosa besar.
  4. Bab keempat: Kerancuan-kerancuan yang ada serta bantahanya.
  5. Bab kelima: Hikmah di haramkanya membangun masjid di atas kuburan.
  6. Bab keenam: Di benci sholat di dalam masjid yang di bangun di atas kuburan.
  7. Bab ketujuh: Penjelasan bahwa hukum-hukum yang telah lewat mencakup seluruh masjid yang ada, kecuali masjid Nabawi.

Bab-bab di atas memuat juga beberapa sub judul, yang terkandung di dalamnya faidah-faidah penting yang sangat bermanfaat sekali insya Allah.

Dan saya memberikan judul risalah ini dengan: “Tahdziru Saajid man Itakhadza al-Qubuura Masaajid“.

Akhirnya saya senantiasa memohon kepada Allah Ta’ala, mudah-mudahan kaum muslimin mendapatkan manfaat yang lebih banyak lagi dari cetakan yang sebelumnya. Dan semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menerima semua amalan saya ini dengan sebaik-baiknya, selain itu, mudah-mudahan pihak penerbit pun mendapatkan balasan kebaikan.

[Disalin dari تحذير الساجد من اتخاذ القبور مساجد (Peringatan Keras Untuk Para Penyembah Kubur) Penulis : Syaikh Al-Alamah Muhammad Nashirudin Al-Albani , Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]

  1. Home
  2. /
  3. A7. Peranan Masjid Dalam...
  4. /
  5. Peringatan Keras Untuk Para...